Menu

Pasca FOMC Juli, Tiga Isu Ini Penting Diamati Trader

A Muttaqiena

Para pelaku pasar masih tetap optimis akan prospek kenaikan suku bunga the Fed pada bulan September. Di tengah situasi ini, ada beberapa isu penting yang perlu diwaspadai oleh para trader, karena juga berpotensi mempengaruhi nilai aset yang diperdagangkan meski proyeksi penguatan Dolar kian meyakinkan.

Dalam pengumuman pasca rapat FOMC dini hari tadi, Federal Reserve tidak menaikkan suku bunga dan juga tidak memberikan sinyal apapun tentang kapan mereka akan menaikkan indikator acuan berdampak tinggi tersebut. Namun demikian, para pelaku pasar yang sejak awal tak mengharapkan ada perubahan besar dari pengumuman FOMC masih tetap optimis akan prospek kenaikan suku bunga the Fed pada bulan September. Di tengah situasi ini, ada beberapa isu penting yang perlu diwaspadai oleh para trader, karena juga berpotensi mempengaruhi nilai aset yang diperdagangkan meski proyeksi penguatan Dolar kian meyakinkan.

 

 

1. BOE Juga Kemungkinan Naikkan Suku Bunga Tahun Ini

Selama sekitar sepekan terakhir, meski Cable sempat berada dalam tekanan akibat terpengaruh reli Euro, tetapi laporan-laporan dari rapat kebijakan MPC BOE bernada hawkish dan data-data fundamental utama Inggris dinilai masih cukup solid.

Notulen rapat MPC terakhir yang dipublikasikan tanggal 22 Juli menunjukkan bahwa kesembilan anggota sepakat mempertahankan suku bunga pada 0.5% karena ketidakpastian masalah Yunani. Jika risiko Grexit tidak ada, menurut notulen tersebut, maka akan ada kecondongan untuk menaikkan sedikit suku bunga. Menurut para ekonom yang dikutip oleh Reuters, tiga dari sembilan anggota MPC bisa jadi akan menyarankan agar suku bunga dinaikkan pada rapat MPC tanggal 6 Agustus depan.

Mengingat risiko Grexit saat ini sudah surut, kemungkinan bagi kenaikan suku bunga BOE terbuka lebar. Bahkan Gubernur BoE Mark Carney telah menyebutkan di salah satu pidatonya bahwa mereka bisa saja menaikkan suku bunga di sekitar akhir tahun ini. Sebagai mata uang salah satu dari dua negara yang condong ke pengetatan moneter, sterling akan kebanjiran spekulan seiring dengan para investor menimbang prospek kenaikan suku bunga sebelum pergantian tahun sejalan dengan baik-buruknya laporan ekonomi Inggris. Masalahnya, tahun 2015 lalu Inggris pernah batal menaikkan suku bunga kondisi ekonomi kurang mantap.

 

2. Kemelut Pasar Saham China Masih Berlanjut

Pasar saham China tengah dilanda badai selama beberapa pekan terakhir. Setelah crash di awal Juli, China meluncurkan berbagai kebijakan untuk menahan keruntuhan, tetapi indeks utama masih naik turun dengan tajam. Kemelut tersebut bahkan telah menyeret pasar-pasar saham lainnya dan mempengaruhi basis fundamental Dolar Komoditas.

Menurut analis dari Credit Suisse, sebagaimana dikutip oleh Business Insider, crash di pasar saham China berubah menjadi masalah bagi pertumbuhan ekonomi negeri itu dan mempengaruhi kemampuannya untuk membayar hutang-hutangnya di masa depan. Pertumbuhan GDP China sebesar 7% di paruh pertama tahun 2015 terutama didorong oleh sektor finansial, dan pertumbuhan fantastis di sektor finansial itu sendiri didorong oleh pasar saham. Menurut Credit Suisse, meski pasar bisa distabilisasi setelah crash, pertumbuhannya tetap akan melambat secara signifikan dan karenanya maka momentum pertumbuhan di sektor finansial akan berkurang.

Meskipun Renminbi tidak umum ditradingkan di pasar forex, namun potensi dampak masalah ekonomi China tidak bisa diremehkan, terutama bila Anda bertrading emas, minyak, dan Dolar Komoditas. Sebagai perekonomian raksasa Dunia, China merupakan konsumen utama bagi berbagai jenis komoditas, termasuk emas dan minyak. Apabila perlambatan ekonomi China makin kronis, maka permintaan akan komoditas-komoditas tersebut juga akan merosot dan berdampak pada turunnya harga-harga.

Pada pekan lalu, laporan dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) mengenai data trading hingga 21 Juli menunjukkan pertambahan posisi short netto pada Dolar Australia sebanyak $0.5miliar akibat para investor yang mengurangi posisi long bruto tetapi menambah posisi short bruto. Ini erat kaitannya dengan kondisi pasar saham China yang masih labil, karena pasar khawatir permintaan akan komoditas-komoditas ekspor utama Australia bakal merosot. Perlu dicatat juga bahwa beberapa anggota the Fed mungkin akan keberatan menaikkan suku bunga selama ada ancaman krisis di belahan dunia berbeda.

 

3. Tumbangnya Harga Emas Dan Minyak Mentah

Suspensi massal di pasar saham China memicu aksi jual emas di pasar Asia beberapa hari setelahnya. Pun, diproyeksikan bahwa permintaan akan emas di negeri konsumen terbesar kedua Dunia itu bakal merosot. Di sisi lain, seiring dengan makin kuatnya harapan akan kenaikan suku bunga the Fed, daya tarik emas sebagai aset tak berbunga memupus. Ini bisa dilihat dari menurunnya data permintaan akan emas fisik dan emas berjangka di pasar dunia.

Dengan mempertimbangkan fakta bahwa kondisi pasar saham China masih labil dan kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed terbuka lebar, maka secara fundamental, harga emas bisa merosot lebih jauh lagi. Namun demikian, statusnya sebagai safe haven berarti bahwa akan selalu ada situasi tak terduga yang bisa merubah keadaan dalam seketika. Seandainya the Fed batal menaikkan suku bunga pada bulan September mendatang, misalnya, maka harga emas bisa langsung meroket, membawa serta harga-harga comdoll.

Sementara itu, harga minyak WTI awal pekan ini saja dilaporkan telah merosot 5.1 persen. Tumbangnya harga komoditas Minyak Mentah ke level rendah baru menyebabkan merebaknya kekhawatiran kalau beberapa negara yang berada di tepi deflasi akan masuk jurang lagi. Ini karena harga Minyak Mentah memiliki jangkauan luas ke struktur harga barang-barang kebutuhan lain dan bisa mempengaruhi laju inflasi. Bagi wilayah-wilayah dibawah ancaman deflasi seperti Zona Euro dan Jepang, harga minyak yang lebih rendah bisa berarti bahwa mereka harus mempertahankan masa kebijakan ekonomi longgar dalam jangka waktu lebih lama. Efeknya, Euro dan Yen kini menjadi mata uang dengan akumulasi posisi short terbesar di pasar forex.

 


Editorial Forex Lainnya
Supriyadi Soemoredjo

jadi bila harga emas dan minyak global itu turun, dollar bakal naik/menguat selanjutnya currency Major USD bakal merosot/jatuh pula..?

maaf gagal faham dan mencoba untuk faham kembali.

A. Muttaqiena

Mohon maaf, sebelah mana yang gagal faham ya? Begini, dalam kondisi dolar menguat, harga emas/minyak global tertekan. Sehubungan dengan itu, maka bias mata uang mayor selain Dollar, terutama comdoll (AUD, NZD, CAD) dan mata uang negara berisiko deflasi (EUR, JPY) juga terseret turun.





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE