EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.280   |   GBP/USD 1.245   |   AUD/USD 0.644   |   Gold 2,368.46/oz   |   Silver 28.45/oz   |   Wall Street 37,753.31   |   Nasdaq 15,683.37   |   IDX 7,160.85   |   Bitcoin 61,276.69   |   Ethereum 2,984.73   |   Litecoin 80.17   |   PT XL Axiata Tbk (EXCL) mencatat peningkatan trafik penggunaan data sebesar 16% sepanjang masa libur Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2024, 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham-saham di Wall Street AS ditutup lebih rendah pada hari Rabu karena harga minyak mentah anjlok dan investor mempertimbangkan komentar The Fed, 2 jam lalu, #Saham AS   |   RUPST emiten batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) akan dilaksanakan pada 15 Mei 2024, 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Perusahaan pemasaran digital Ibotta yang didukung oleh Walmart, kemungkinan akan mengumpulkan dana sebesar $577.3 juta dengan valuasi $2.67 miliar, setelah menetapkan harga penawaran saham perdananya pada hari Rabu, 2 jam lalu, #Saham Indonesia

Abaikan ISIS, Minyak Nantikan Rapat OPEC 5 Juni

Penulis

Harga minyak lengser kebawah setelah Arab Saudi melaporkan level ekspor bulanannya mencapai jumlah terbesar dalam nyaris 10 tahun dan seorang pejabat Iran mengatakan OPEC kemungkinan akan memutuskan untuk menjaga produksi seperti sekarang pada rapat bulan depan. Kedua berita tersebut turut melatarbelakangi terhentinya laju bullish harga minyak yang telah naik 40% sejak akhir Maret akibat ekspektasi akan terstabilisasinya harga.

Harga minyak lengser ke bawah kemarin (18/5) setelah Arab Saudi melaporkan level ekspor bulanannya mencapai jumlah terbesar dalam nyaris 10 tahun dan seorang pejabat Iran mengatakan OPEC kemungkinan akan memutuskan untuk menjaga produksi seperti sekarang pada rapat bulan depan. Kedua berita tersebut turut melatarbelakangi terhentinya laju bullish harga minyak yang telah naik 40% sejak akhir Maret akibat ekspektasi akan terstabilisasinya harga.

 

Minyak Irak - ilustrasi

Seorang Pekerja Di Tambang West Qurna, Basra, Irak


Produksi Jalan Terus

Sebelumnya, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah sempat mendorong harga minyak melesat naik dalam semalam. Acuan harga kontrak minyak AS meloncat 2% setelah ISIS merebut kota Ramadi di Irak dan Iran mengirim bantuan ke pemberontak Syiah Yaman yang sedang berperang dengan Arab Saudi.


Namun kerisauan akan ketegangan-ketegangan tersebut mengendur dengan cepat dan pasar ramai-ramai menjual minyak menyusul dirilisnya data-data yang memperkuat argumen untuk skenario bearish Minyak. Arab Saudi melaporkan bahwa mereka telah mengekspor 7.898 juta barel minyak mentah per hari; menampilkan statistik yang terus meningkat sejak Januari 2015 dan merupakan angka tertinggi sejak November 2005. Sedangkan Irak yang menjadi medan pertempuran malah mencatat peningkatan output dan ekspornya diekspektasikan masih akan meningkat lagi.


Data-data itu mengingatkan pasar bahwa surplus minyak dunia masih cukup besar dan terus berkembang. Informasi dari Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat (US EIA) pekan lalu memberitahukan bahwa pertumbuhan suplai minyak kemungkinan akan melebihi demand dengan selisih sebesar 1.3 juta barel per hari hingga akhir tahun ini.

 

Kelebihan Suplai

Dalam situasi ini, seorang petugas Kementrian Perminyakan Iran mengatakan di sebuah konferensi di Kuala Lumpur bahwa OPEC kemungkinan tidak akan memangkas ataupun merubah level produksinya pada rapat mendatang tanggal 5 Juni di Wina, Austria. Dalam rapat-rapat sebelumnya, OPEC juga memutuskan untuk membiarkan produksi tetap meski harga tumbang. Hal ini menimbulkan ekspektasi akan ada lebih banyak suplai mengalir ke pasar. Padahal, laporan penjualan ritel Amerika Serikat yang mengecewakan pekan lalu membuat pasar ragu akan pemulihan demand minyak di salah satu pasar minyak terbesar dunia tersebut.


MarketWatch mengutip analis dari Morgan Stanley yang mengatakan para produsen AS ragu untuk mulai meningkatkan produksi lagi karena akan diadakannya pertemuan OPEC pada tanggal 5 Juni dan membutuhkan stabilitas harga di pasar sebelum mengambil langkah. Ia mengungkapkan Timur Tengah berpotensi menaikkan produksi minyaknya, sehingga menimbulkan kekhawatiran juga tentang seberapa besar level produksi OPEC kedepan.


Nick Cunningham dari OilPrice.com menyebutkan, ketika output dalam jumlah besar masuk ke pasar yang sudah oversupplied, serangan ISIS tidak memiliki efek besar terhadap harga minyak mentah. Namun hal itu bisa berubah jika permintaan global terhadap komoditas energi ini meningkat dan berhasil menyerap kelebihan suplai yang ada di pasar. Pada saat itu, serangan-serangan ISIS di Timur Tengah bisa berdampak lebih besar di pasar. Tetapi hingga saat itu tiba, konflik bersenjata di Irak tidak akan memiliki pengaruh besar terhadap pasar seperti dulu.

 

--------

Diadaptasi dari artikel "Oil Falls as Bearish Fundamentals Outweigh Mideast Tensions" oleh Christian Berthelsen di Wall Street Journal, "Oil Futures Finish at Lowest Level in a Week" oleh Myra P Saefong dan Sara Sjolin di MarketWatch, serta "Oil Markets Indifferent To Latest ISIS Victory In Iraq" oleh Nick Cunningham di OilPrice.com

Arsip Analisa By : Aisha
233151
Penulis

Aisha telah melanglang buana di dunia perbrokeran selama nyaris 10 tahun sebagai Copywriter. Saat ini aktif sebagai trader sekaligus penulis paruh waktu di Seputarforex, secara khusus membahas topik-topik seputar broker dan layanan trading terkini.