Uang Rupiah Kuno Sebaiknya Jangan Dibuang, Ini Alasannya
4688
|
Rekap Kurs Rupiah Minggu Lalu
Setelah lebih dari seminggu bertahan di atas level 13,400, kurs Rupiah pekan lalu akhirnya berakhir ditutup menguat di 13,398 pada hari Jumat. Kurang optimisnya FOMC the Fed AS pekan lalu gagal memenuhi harapan pasar dan membuat tekanan sentimen negatif pada aset-aset Indonesia sedikit mengendur. Namun demikian, belum ada perubahan berarti dalam indikator-indikator ekonomi penting Indonesia, sehingga penguatan tipis Rupiah kali ini pun kurang stabil.
Di awal pekan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Mei 2015 naik mencapai 955 juta Dolar AS. Namun demikian, ekspor dan impor tercatat jauh lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun lalu. Kemudian pada hari Rabu (17/6) Bank Indonesia mengumumkan bahwa pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2015 mencapai 7.8% (yoy) dengan pertumbuhan terbesar dialami oleh utang sektor swasta, atau belum ada perbaikan berarti dibanding pertumbuhan utang pada Maret 2015 yang sebesar 7.6% (yoy).
Keesokan harinya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia kemarin (18/6) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7.50% karena pemangkasan suku bunga saat ini dinilai tidak memungkinkan. Oleh karena itu, guna merespon perlambatan pertumbuhan ekonomi yang tengah melanda Indonesia kini, Bank Indonesia tidak akan mengutak-atik suku bunga melainkan memanfaatkan instrumen makroprudensial.
Di belahan dunia berbeda, bank sentral AS (Federal Reserve/ The Fed) nampaknya juga enggan untuk mengutak-atik suku bunganya. Bukannya lebih agresif, proyeksi suku bunga dalam dot plot yang diterbitkan resmi pasca rapat FOMC kemarin malah menampilkan profil yang lebih moderat. Tercatat lima dari 17 anggota rapat menginginkan satu kali kenaikan suku bunga the Fed dalam tahun 2015 meski pasar mengharapkan setidaknya dua kali kenaikan.
Di sisi lain, masalah utang Yunani tak juga menemukan jalan terang dan pekan ini kembali didiskusikan oleh pejabat-pejabat Eropa. Ditengah gemparnya pasar menimbang dampak yang mungkin timbul bila Yunani keluar dari kesatuan ekonomi-politik Euro, Athena mengajukan proposal baru dalam perundingan yang kini sedang berjalan. Meski sedikit sekali hubungan antara Yunani dengan Indonesia, namun ada kemungkinan dunia finansial Indonesia akan terkena gelombang apabila isu ini lepas kendali. Ini karena status Indonesia dan Yunani sebagai sesama negara berkembang cenderung "berbagi" sentimen di pasar, disamping juga status Zona Euro sebagai salah satu partner dagang Indonesia.
Fundamental Minggu Ini
Ditengah berbagai ketidakpastian di pasar, kurs Rupiah pagi ini (22/6) dibuka menguat pada 13,361 per Dolar AS dalam sesi perdagangan yang relatif tenang. Sepekan ke depan, kerisauan terkait nasib Yunani diperkirakan masih akan menjadi perhatian pasar bersama dengan sejumlah rilis data berdampak menengah dari Amerika Serikat, diantaranya, data GDP final dan Pesanan Durable Goods. Meski begitu, volatilitas diperkirakan akan rendah dan mendukung potensi penguatan kurs Rupiah apabila tidak ada kejutan besar diluar ekspektasi pasar.
Prediksi Kurs Rupiah Minggu Ini
Secara teknikal, nampak ada peluang bagi kurs Rupiah untuk menguat dalam beberapa hari mendatang. Pada chart dibawah, perlintasan antara EMA-20 dan EMA-60 ke arah bawah yang tercipta di awal sesi perdagangan hari ini memungkinkan optimisme tersebut. Posisi MACD juga mendukung proyeksi ini.
Chart USD/IDR dengan indikator EMA-20, EMA-60, EMA-100, Fibonacci Retracement, dan MACD
Pergerakan kurs Rupiah ke depan kemungkinan akan mengarah ke kisaran 13,266-13,380 per Dolar AS. Namun demikian, secara fundamental hingga kini belum ada dukungan yang berarti bagi mata uang Rupiah untuk terapresiasi. Oleh karena itu, penguatan Rupiah terhadap Dolar AS bisa jadi hanya akan berlangsung sementara saja, dan posisi mata uang berlambang Garuda ini masih tetap rawan.