EUR/USD 1.071   |   USD/JPY 158.190   |   GBP/USD 1.252   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,333.98/oz   |   Silver 27.48/oz   |   Wall Street 38,239.66   |   Nasdaq 15,927.90   |   IDX 7,091.92   |   Bitcoin 63,113.23   |   Ethereum 3,262.77   |   Litecoin 83.95   |   PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) akan menerbitkan laporan keuangan periode kuartal I/2024 pada hari ini. Pendapatan diprediksi Rp2.67 triliun dengan rugi bersih Rp799 miliar, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp29.10 triliun per Maret 2024, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) menyiapkan pelepasan sejumlah aset properti di kawasan Monas kepada investor asing sebagai salah satu persiapan pemindahan pemerintahan ke IKN Nusantara, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 naik 0.1% menjadi 5,1137, sementara Nasdaq 100 naik 0.1% menjadi 17,862, pada pukul 19:09 ET (23:09 GMT). Dow Jones naik 0.1% menjadi 38,489, 1 jam lalu, #Saham AS

Ambruknya Pasar Saham China Berpotensi Timbulkan Efek Domino

Penulis

Pada hari Rabu pagi (8/7), lebih dari setengah emiten yang terdaftar di pasar saham China menyatakan akan mensuspensi perdagangan. Berdasarkan update terakhir, hanya sekitar 22% dari seluruh saham terdaftar yang masih bisa diperdagangkan.

Pada hari Rabu pagi (8/7), lebih dari setengah emiten yang terdaftar di pasar saham China menyatakan akan mensuspensi perdagangan. Menurut laporan Financial Times, secara total ada 1,476 dari 2,808 perusahaan terdaftar telah mensuspensi perdagangan sahamnya secara sukarela. Selain itu, 800 saham lagi disuspensi otomatis setelah anjlok hingga mencapai limit yang telah ditentukan. Akhirnya, berdasarkan update terakhir, hanya sekitar 22% dari seluruh saham terdaftar yang masih bisa diperdagangkan.

 

Pasar Saham China - ilustrasi

 

Pecahnya Gelembung

Sebelumnya, banyak pihak telah mencurigai kalau pasar saham China sebenarnya merupakan bubble yang bakal pecah saat terjadi reli bullish mencapai puncak tujuh tahun. Kini, pasar saham China tengah terperosok dan kemungkinan bakal jatuh lebih jauh. Sekitar 3.4triliun Dolar kapitalisasi pasar telah lenyap dalam beberapa pekan terakhir.


Pada perdagangan pagi, Indeks Gabungan Shanghai sempat dilaporkan merosot 4.2% dan CSI300 merosot 4.9%. Dampak dari gejolak ini juga menyeret indeks Hang Seng dan membuat beberapa saham Hong Kong turut menyatakan suspensi sukarela. Masih belum diketahui kapan suspensi akan diangkat. Michael Every dari Rabobank Group mengatakan pada Bloomberg, bahwa indeks Gabungan Shanghai yang pada siang hari tanggal 8 Juli berada pada 3,582.5 akan menuju 2,500, atau dengan kata lain, kejatuhan pasar China masih akan terus berlanjut.


Pengawas pasar saham dan bank sentral China telah menggelontorkan beragam kebijakan untuk menopang pasar sahamnya, dan mereka mengatakan akan meluncurkan lebih banyak lagi. Namun demikian, banyak pihak meragukan kalau bubble yang pecah ini akan mampu diatasi. Ada beragam alasan yang dilansir sebagai penyebabnya, tetapi sesungguhnya tanda-tanda kejatuhan pasar saham China ini sudah bercokol sejak lama. Berbagai kebijakan yang digelontorkan Beijing untuk menenangkan pasar saham dinilai berlebihan dan menyerupai "sikap putus asa", karena campur tangan pemerintah di pasar yang telalu besar dipandang justru akan memperburuk keadaan. Suspensi massal, contohnya, malah makin membuat investor panik dan ramai-ramai sell karena takut mereka tak bisa melikuidasi asetnya lagi besok.


Dalam pernyataan suspensinya, banyak perusahaan mengklaim "masalah signifikan" yang biasanya dikutip untuk mengindikasikan aktivitas merger dan akuisisi (M&A), tetapi adalah sangat tidak mungkin kalau China tiba-tiba dilanda M&A besar-besaran. Sejumlah analis yang diwawancarai Financial Times meyakini suspensi terhubung dengan ketidakpastian yang menakutkan seputar ambruknya saham China dalam tiga pekan terakhir. Banyak pemegang saham menggunakan sahamnya sebagai agunan untuk pinjaman bank. Mereka bakal dituntut untuk melikuidasinya jika nilai saham jatuh hingga ke taraf tertentu, sehingga bisa memicu aksi jual besar-besaran lagi. Hal ini berpotensi menularkan kondisi pasar saham China ke perekonomian yang lebih luas.

 

Potensi Efek Domino

Kerisauan terkait nasib Yunani di Euro dan ambruknya pasar saham China membuat harga-harga komoditas terjerembab, berikut mata uang dari negara-negara produsen. Tercatat setidaknya Bijih Besi dan Alumunium telah diperdagangkan di level rendah pagi ini, karena adanya potensi penurunan permintaan (demand) dari China yang selama ini termasuk konsumen utama. Bukan cuma komoditas industri, bahkan Gandum dan Kedelai juga terpeleset.


Runtuhnya pasar saham China juga menandai babak baru dalam perdagangan komoditas minyak dunia. Minyak mentah NYMEX terpuruk lebih dari 7 Dolar per barel, atau sekitar 12% ke 52.33, level terendah sejak pertengahan April. Selama ini, China dengan kebiasaan "menimbun stok"-nya merupakan salah satu konsumen penting minyak dunia.


Menurut Randall W Forsyth dari Barron's, penurunan harga komoditas secara massal ini mengindikasikan tren deflasi yang lebih luas. Apalagi mengingat harga emas masih terus loyo meski banyak ketidakpastian di pasar yang secara historis biasanya memicu kenaikan permintaan akan emas. Dengan potensi jatuhnya permintaan akan emas dari China, prospek logam mulia ini menjadi makin suram.


Kombinasi jatuhnya harga berbagai komoditas ini berpotensi buruk bagi Dolar Australia. Kathy Lien dari BK Asset Management mencatat, jika harga-harga komoditas terus jatuh dan pasar saham China gagal terstabilisasi, maka bank sentral Australia (RBA) bisa memangkas suku bunga pada bulan Agustus atau Desember. Kemungkinan tersebut, meskipun kecil, akan membuat Dolar Australia dan Dolar New Zealand dibawah tekanan.

Jatuhnya saham China saat ini masih belum memiliki potensi penularan yang luas. Namun, jika kemerosotan harga komoditas berlanjut, maka makin banyak aset yang akan terimbas. Kanada misalnya, berpotensi terpukul lagi bila harga minyak merosot lebih jauh. Sementara itu, proyeksi kenaikan suku bunga the Fed berpotensi ditunda selama masih ada bahaya krisis di belahan dunia berbeda, karena kesenjangan kebijakan (gap) yang makin lebar akan berakhir merugikan bagi perekonomian Amerika Serikat sendiri.

 

239256

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.