Menjelang penutupan perdagangan akhir pekan, dollar AS terpantau masih dominan versus berbagai mata uang utama dimana berpotensi mencatatkan penguatan mingguan untuk ketiga kali secara beruntun seiring dengan semakin meningkatnya peluang kenaikan suku bunga The Fed pada bulan Desember mendatang.
Pelaku pasar mulai melihat probabilitas Fed Rate Hike untuk bulan Desember telah menyentuh 75 persen pada hari Jumat (21/10). Hal ini mendorong Greenback untuk menguat terhadap major currency seperti yang terlihat pada pair EUR/USD yang melorot tajam hingga menyentuh level terendah dalam kurun waktu 8 bulan dimana atau berada dibawah 1.0900.
Penurunan tajam Euro tersebut mulai terjadi pasca pernyataan Presiden ECB, Mario Draghi pada Press Conference hari kamis (20/10) dimana beliau jelas membantah rumor bahwa dirinya mulai mempertimbangkan untuk menarik program QE. Itu artinya pelaku pasar mencerna pernyataan Darghi tersebut sebagai sinyal bahwa ECB tetap mempertahankan kebijakan pembelian obligasi hingga kondisi perekonomian Euro Zone stabil dan tingkat inflasi berada dekat target 2 persen.
Akibat pernyataan dovish orang nomor satu Bank Sentral Eropa tersebut membuat Euro kian terbenam terhadap mata uang utama. Selain versus Greenback, Euro pun ikut melorot terhadap Sterling dimana pair EUR/GBP mencatatkan penurunan mingguan pertama setelah rally 7 pekan beruntun.
Faktor lain yang membuat Greenback menguat datang dari komentar hawkish Presiden Fed New York, William Dudley yang memberi sinyal bahwa bulan Desember merupakan waktu yang tepat bagi Bank Sentral AS untuk menaikan suku bunga acuan untuk kali kedua dalam 1 dekade terakhir setelah melihat pertumbuhan pasar tenaga kerja yang stabil sepanjang tahun 2016 ini.
Sterling Semakin Merosot
Sementara itu kabar suram datang dari mata uang Poundsterling yang kian terbenam ditengah dominan-nya Greenback setelah beredar spekulasi bahwa proses negosiasi Brexit akan berjalan sulit yang didukung oleh pernyataan Presiden Perancis, Francois Hollande yang mengatakan hal serupa.
Sebelumnya Theresa May menghendaki adanya “Hard Brexit” sehingga membuat Inggris mampu memiliki kontrol terkait masalah imigrasi ketimbang mempertahankan Free Trade dengan Uni Eropa sehingga berpotensi menghambat investasi di Inggris, membuat Sterling terus melemah. Saat ini pair GBP/USD berada di level 1.2207.