EUR/USD 1.066   |   USD/JPY 154.370   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.644   |   Gold 2,378.64/oz   |   Silver 28.39/oz   |   Wall Street 37,775.38   |   Nasdaq 15,683.37   |   IDX 7,166.81   |   Bitcoin 61,276.69   |   Ethereum 2,984.73   |   Litecoin 80.17   |   EUR/USD terlihat akan melanjutkan pemulihan melampaui level 1.0700, 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Dolar As menjauh dari level tertinggi multi-bulan menjelang data tingkat menengah, 12 jam lalu, #Forex Fundamental   |   de Guindos, ECB: Penguranan pembatasan moneter adalah hal yang tepat jika kondisi inflasi terpenuhi, 12 jam lalu, #Forex Fundamental   |   EUR/USD melanjutkan pemulihan, target sisi atas pertama terlihat di level 1.0700, 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT XL Axiata Tbk (EXCL) mencatat peningkatan trafik penggunaan data sebesar 16% sepanjang masa libur Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham-saham di Wall Street AS ditutup lebih rendah pada hari Rabu karena harga minyak mentah anjlok dan investor mempertimbangkan komentar The Fed, 17 jam lalu, #Saham AS   |   RUPST emiten batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) akan dilaksanakan pada 15 Mei 2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Perusahaan pemasaran digital Ibotta yang didukung oleh Walmart, kemungkinan akan mengumpulkan dana sebesar $577.3 juta dengan valuasi $2.67 miliar, setelah menetapkan harga penawaran saham perdananya pada hari Rabu, 17 jam lalu, #Saham Indonesia

Kuatnya Nilai Tukar Mata Uang Berujung Kemelut (UPDATE)

Penulis

Salah satu berita paling "hot" di pasar keuangan kemarin (26/9) adalah pernyataan Gubernur Bank Sentral New Zealand bahwa pihaknya akan melakukan intervensi untuk menurunkan nilai tukar Dolar New Zealand yang dianggap terlalu tinggi. Di hari yang sama, Gubernur Bank Sentral Australia juga menyatakan bahwa ia tidak suka Dolar Australia terlalu kuat. Sementara The Fed dan BOE pusing menentukan kapan akan menaikkan suku bunga, kedua bank sentral ini malah pusing menurunkan nilai tukar.

Salah satu berita paling "hot" di pasar keuangan kemarin (26/9) adalah pernyataan Gubernur Bank Sentral New Zealand (RBNZ), Graeme Wheeler, bahwa pihaknya akan melakukan intervensi untuk menurunkan nilai tukar Dolar New Zealand yang dianggap terlalu tinggi. Di hari yang sama, Gubernur Bank Sentral Australia (RBA), Glenn Stevens, juga menyatakan bahwa ia tidak suka nilai tukar Dolar Australia terlalu kuat. Sementara The Fed dan BOE pusing menentukan kapan akan menaikkan suku bunga, kedua bank sentral tetangga Indonesia ini malah pusing menurunkan nilai tukar.

kemelut nilai tukar mata uang - ilustrasi

Nilai Tukar Vs Gelembung KPR

Nilai tukar AUD yang dianggap kelewat tinggi membuat RBA berada dalam situasi yang dilematis karena juga dihadapkan pada pertumbuhan kredit properti di Australia yang terlalu pesat.

Sebagaimana diketahui, RBA mempertahankan suku bunga pada level rendah 2.5% selama satu tahun terakhir. Suku bunga acuan yang rendah mengakibatkan masyarakat beramai-ramai mengambil kredit perumahan, menciptakan pasar properti Australia yang overheated. Overheated property market merujuk pada kondisi dimana harga dan penawaran properti di pasar meningkat secara tidak terkendali, hingga dikhawatirkan akan meletus (bust) dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi seperti yang pernah terjadi di AS.

Agar pasar properti bisa "cooling down", solusi yang paling mudah adalah menaikkan suku bunga pinjaman, sehingga masyarakat tak lagi memburu kredit properti, karena bunganya tinggi. Di sisi lain, nilai tukar Dolar Australia saat ini dianggap sudah tinggi, dan upaya menaikkan bunga bisa berimbas pada semakin meningkatnya nilai tukar AUD. Dalam kondisi ini, Glenn Stevens menyinggung kemungkinan penggunaan kebijakan makro-prudensial untuk membatasi pertumbuhan kredit KPR tersebut, sembari mempertahankan suku bunga di tingkat rendah.

Glenn Stevens
Dalam pernyataan resmi RBA bulan ini, bank sentral Australia tersebut menilai bahwa nilai tukar Dolar Australia saat ini melebihi nilai fundamentalnya, dan langkah terbaik saat ini adalah mempertahankan suku bunga stabil dalam jangka waktu tertentu. Sejak tahun 2013, Stevens sudah bolak-balik mengatakan nilai tukar Dolar Australia terlalu kuat. Sehingga, jika ada satu hal yang bisa dipastikan dari bank sentral yang dipimpinnya, itu adalah bahwa mereka jauh lebih menyukai nilai tukar rendah. Kalaupun AUD akan menguat lagi karena kondisi oversold, bisa dipastikan bahwa Stevens akan melakukan sesuatu untuk menyeret AUD jatuh kembali.

RBA tidak menyebutkan secara eksplisit berapa besar nilai tukar yang mereka harapkan, dan karena itu para analis memiliki pendapat yang berbeda-beda. Dikutip oleh Sidney Morning Herald, Wontark Doh dari Samsung Asset Management Seoul mengatakan ia baru akan mempertimbangkan untuk "buy" AUD setelah AUD/USD melemah ke 0.80, sedangkan Roger Bridges dari Nikko Asset Management Australia berpendapat bahwa aksi jual AUD saat ini sudah tak terkendali dan akan segera berakhir. Boris Schlossberg dari BK Asset Management setuju bahwa AUD sudah kelewat oversold dan bisa jadi akan ada langkah naik sejenak, tetapi menyebutkan bahwa kalau AUD sampai naik kembali ke 0.90, maka aksi jual akan kembali terjadi.

Apa yang bisa dilakukan RBA untuk mendorong nilai tukar Dolar Australia ke level rendah? Stevens bisa melakukan "jawboning" seperti yang sudah-sudah. Atau, ia juga bisa mengancam akan melakukan intervensi seperti yang disebutkan oleh Graeme Wheeler dari RBNZ.

Gara-Gara Susu Dan Keju

Kata-kata yang dipilih oleh Wheeler untuk mendeskripsikan nilai tukar Dolar New Zealand di pasar uang dalam pidatonya kemarin adalah "unjustified and unsustainable", yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia secara maknawi kira-kira adalah "tak memiliki basis fundamental dan tidak akan bertahan di level yang sama secara berkesinambungan".

Sebagai negara berbasis ekspor, nilai tukar Dolar New Zealand selayaknya ikut menyesuaikan tren penurunan harga-harga barang komoditas global saat ini. Harga komoditas olahan susu yang menjadi ekspor utama New Zealand telah turun 45% sejak Februari 2014, namun nilai tukar NZD malah menguat 1% pada periode yang sama. Disamping itu, risiko pelambatan ekonomi China dan indikasi penguatan pertumbuhan AS membuat Dolar New Zealand jadi rentan. Dikutip oleh Sidney Morning Herald, Wheeler mengatakan, "Dalam pandangan RBNZ, kombinasi faktor-faktor ini membuat Dolar New Zealand rentan pada penyesuaian ke level yang lebih rendah dalam enam hingga sembilan bulan kedepan."

Dalam sebuah editorial di bulan Maret lalu, kami telah membahas mengenai mengapa bank sentral tidak suka nilai tukar kuat. Saat itu, pimpinan bank sentral Eropa dan bank sentral Australia yang sedang sibuk melakukan "jawboning", atau persuasi kepada publik dengan tujuan menurunkan nilai tukar mata uang. Salah satu alasannya, karena nilai tukar yang kelewat kuat akan membuat harga barang-barang dari negara itu yang diekspor ke negara lain jadi kalah bersaing dengan negara-negara yang nilai tukarnya lebih lemah. Dilema yang sama masih diderita oleh Dolar Australia kini, dan malah menular ke Dolar New Zealand sehubungan dengan kian murahnya harga komoditas olahan susu.

Produk Olahan Susu New Zealand
Penurunan harga komoditas olahan susu memungkinkan produk susu, keju, mentega, dan sejenisnya, dari negara lain untuk dijual di pasar Dunia dengan harga rendah, sementara pendapatan perusahaannya tak terlalu terkena dampak karena toh nilai tukar mata uang mereka juga ikut melemah. Tetapi ketika harga produk yang sama buatan New Zealand merosot, maka pendapatan perusahaan asal New Zealand yang memproduksinya akan turun, karena nilai tukar NZD kelewat kuat. Hal ini diperkirakan sudah terjadi di New Zealand, karena beberapa hari yang lalu, Fonterra, produsen olahan susu terbesar, memangkas proyeksi pembayarannya bagi peternak New Zealand. Padahal produk olahan susu meliputi porsi terbesar dalam total ekspor New Zealand, dan sebagian masyarakatnya bersandar pada pekerjaan dalam bidang yang sama.

Dalam rangka memecahkan masalah tersebut, satu hal yang harus dilakukan oleh negara yang bernama lain Aotearoa ini adalah mendepresiasi nilai tukarnya. Upaya mendepresiasi nilai tukar bisa dilakukan RBNZ dengan intervensi di pasar uang: menjual persediaan NZD yang dimilikinya. Peningkatan supply NZD di pasar pada gilirannya diharapkan bisa membawa nilai tukar mata uang ini untuk turun ke level yang lebih masuk akal dan bisa men-support pertumbuhan ekonomi wilayah. Inilah yang diharapkan Wheeler dengan "ancaman"-nya kemarin untuk melakukan intervensi terhadap nilai tukar. Namun demikian, RBNZ belum mengatakan kapan intervensi akan dilakukan, ataupun nilai tukar berapa yang dianggapnya "justified and sustainable".

 

Yang Rawan Jawboning

Kebijakan bank sentral Australia dan New Zealand yang sengaja menyasar nilai tukar, mengakibatkan AUDUSD dan NZDUSD terus meluncur kebawah di masa-masa saat Dolar AS masih terus menguat seperti sekarang. Akibat penguatan greenback, AUDUSD dan NZDUSD telah menembus beberapa level support penting, dan kini kondisinya sudah kelewat oversold. Secara teknikal, kondisi seperti ini rentan reversal. Namun, perspektif bank sentral yang anti-nilai tukar kuat menjadikan kemungkinan penguatan hanya terbatas, dan malah bisa menjadi pijakan untuk terjun lebih jauh ke level yang lebih rendah.

Patut dicatat bahwa walau nilai tukar mata uang lemah itu buruk, tetapi nilai tukar yang terlalu kuat juga bisa berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya yang pendapatannya berbasis ekspor. Oleh karena itu, penguatan Dolar AS yang luar biasa beberapa pekan ini patut diwaspadai. Demikian juga, perekonomian zona Euro yang sedang melesu akan mendapatkan manfaat dari nilai tukar Euro yang lebih rendah. Dalam situasi seperti ini, para pemuka bank sentral bisa memanfaatkan kemampuannya untuk melakukan "jawboning" dan intervensi kapan saja, apabila hal itu dinilai bisa memajukan aktivitas ekspor negerinya.

Update 29 September 2014

Berita pagi ini (29/6) RBNZ telah melakukan intervensi dengan menjual $521 juta pada bulan Agustus. Ini merupakan aksi jual NZD terbesar yang dilakukan bank sentral New Zealand tersebut sejak tahun 2008.


RBNZ InterventionData Intervensi Nilai Tukar Oleh RBNZ Per Bulan (Sumber: Westpac)

Menurut Westpac dalam newsletter-nya, hal ini mengkonfirmasi kesungguhan RBNZ dalam melakukan intervensi bila nilai Dolar New Zealand dianggap "unjustified" dan di saat kondisi pasar memungkinkan untuk dilakukannya intervensi. Oleh karena itu, Westpac melihat adanya kemungkinan aksi jual lagi dalam bulan-bulan mendatang walaupun belum ada rumor yang mengindikasikan aksi semacam itu. Kondisi pasar memungkinkan intervensi karena sentimen telah berbalik tajam melawan mata uang-mata uang komoditas seperti NZD dan positif terhadap Dolar AS. Disamping itu, Westpac menganggap bahwa pernyataan Wheeler pada Kamis malam menandakan bahwa bahkan setelah intervensi masif pada Agustus pun, level nilai tukar NZD pada bulan September ini dianggap masih terlalu tinggi.


202435

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.


Imung
Emas akan naik terus...