EUR/USD 1.080   |   USD/JPY 151.230   |   GBP/USD 1.263   |   AUD/USD 0.653   |   Gold 2,233.48/oz   |   Silver 25.10/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 70,744.95   |   Ethereum 3,561.29   |   Litecoin 94.22   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 1 hari, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 1 hari, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 1 hari, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 1 hari, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 1 hari, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 1 hari, #Saham Indonesia

USD Cerah Sementara Yen, Euro Bakal Makin Parah

Penulis

Di akhir rapat FOMC pekan ini, FOMC The Fed mengakhiri program Quantitative Easing (QE) bersejarah-nya. Pilihan bahasa yang digunakan oleh komite tersebut dalam penyataan bersama-nya pun terdengar hawkish, sehingga melesatkan Dolar AS pada semua pair mayor. Namun, di belahan dunia berbeda, proyeksi ekonomi tak secerah itu.

Di akhir rapat FOMC pekan ini, FOMC The Fed mengakhiri program Quantitative Easing (QE) bersejarah-nya. Pilihan bahasa yang digunakan oleh komite tersebut dalam penyataan bersama-nya pun terdengar hawkish, sehingga melesatkan Dolar AS pada semua pair mayor. Namun, di belahan dunia berbeda, proyeksi ekonomi tak secerah itu.

US Economy - illustration

FOMC Akhiri QE, Masih Ragu Naikkan Suku Bunga

Keputusan FOMC The Fed untuk sepenuhnya menghapuskan QE tidak disertai kepastian mengenai kapan mereka akan menaikkan suku bunga. Namun demikian, pernyataan FOMC kali ini dianggap bernada hawkish, karena mereka akhirnya mengakui bahwa pasar tenaga kerja telah pulih.

Poin menarik lain dari FOMC kemarin adalah bahwa komite yang berisi pejabat tinggi AS di bidang moneter tersebut nampaknya tidak lagi mengkhawatirkan kuatnya dolar AS maupun pelemahan ekonomi dunia yang mereka ributkan di FOMC sebelumnya. Satu-satunya keprihatinan dalam kesempatan tersebut disuarakan oleh anggota FOMC dari the Fed Minneapolis, Narayana Kocherlakota. Kocherlakota menolak keputusan rapat dan menyarankan agar suku bunga dan besaran stimulus dipertahankan hingga inflasi mencapai 2%. Di sisi lain, Richard Fisher dan Charles Plosser tetap hawkish, mendorong FOMC The Fed untuk melanjutkan laju normalisasi kebijakan sesuai perkiraan.

Apakah ini menandakan FOMC mulai optimis tentang kenaikan suku bunga? Businessweek mengingatkan bahwa komposisi komite FOMC The Fed saat ini akan berganti tahun depan.


The Fed 2015Perubahan anggota FOMC tahun 2015 dan skala pandangan mereka
diukur dengan skala 1-5 dengan 1 sebagai pandangan paling dovish, dan 5 paling hawkish.


Perlu diketahui, FOMC The Fed terdiri dari 12 kursi, dimana empat kursi diantaranya secara bergiliran diduduki oleh presiden dari 11 kantor the Fed daerah. Tahun 2015 nanti pun anggota FOMC akan berubah karena empat orang diantaranya dirotasi dan diganti dengan tokoh lain yang mungkin memiliki pandangan berbeda. Mereka adalah:

  • Jeffrey Lacker (centrist) dari the Fed Richmond akan menggantikan Plosser (hawkish),
  • Dennish Lockhart (dovish) dari the Fed Atlanta akan menggantikan Fisher (hawkish),
  • John Williams (dovish) dari the Fed San Fransisco akan menggantikan Kocherlakota (dovish),
  • Charles Evans (dovish) dari the Fed Chicago akan menggantikan Loretta J. Mester (hawkish)

Perubahan tersebut diperkirakan akan membuat pandangan keseluruhan FOMC menjadi lebih dovish tahun depan, sehingga perkiraan kenaikan suku bunga sesungguhnya masih dalam ketidakpastian. Namun untuk saat ini, pasar masih optimis bahwa kenaikan suku bunga the Fed akan terjadi pada paruh kedua tahun 2015.

Ekspektasi tersebut ditunjang lebih lanjut oleh data GDP Advance Estimate yang menunjukkan Amerika Serikat tumbuh 3.5% dalam kuartal ketiga tahun 2014 (QoQ), lebih tinggi daripada perkiraan yang sebesar 3%. Begitu pula, klaim pengangguran pendahuluan pekan ini tercatat 287,000, lebih baik dari perkiraan yang sebesar 283,000. Selain itu, proyeksi kebijakan moneter dunia masih menunjukkan perbedaan yang makin menajam, dimana AS sudah menghentikan stimulus dan diambang kenaikan suku bunga, namun negara lain justru menambah jumlah stimulus yang diluncurkan ke perekonomian.

Zona Euro, Jepang Menambah Stimulus

Hari ini, bank sentral Jepang (BoJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada 0.1% dan menambah basis moneter menjadi 80triliun Yen dari 60-70triliun. Hal ini dilakukan guna mengejar target inflasi 2%. Sebelum BoJ mengumumkan hal ini, para ekonom yang disurvei Reuters mengatakan bahwa Jepang tidak akan bisa mencapai target inflasi tersebut dalam waktu dekat. BoJ pun mengakui hal ini, dan dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka mungkin harus bertindak lebih jauh agar tren disinflasi bisa diubah.

Saat editorial ini ditulis, USD/JPY telah meroket ke level tertinggi sejak akhir 2007 dan nampaknya masih terus bergerak naik. Kondisi ini menempatkan USD/JPY pada level tinggi yang rawan, namun bila kita mempertimbangkan histori USDJPY, maka ada kemungkinan pair ini akan bertahan di level tinggi saat ini hingga beberapa waktu kedepan.


USDJPY MonthlyUSDJPY Pada Chart Bulanan dengan EMA-20, EMA-60, EMA-200, dan MACD

Tren disinflasi yang sama juga menghantui zona Euro. Kemarin, inflasi Jerman dilaporkan berada pada 0.8% untuk ketiga kali berturut-turut. Estimasi awal inflasi zona Euro juga hanya sebesar 0.3%, dan walaupun analis memperkirakan angka-nya akan naik di estimasi final, tetapi kenaikan diperkirakan hanya hingga 0.4% saja. Itu adalah angka inflasi yang terlalu rendah, dan jelas tak menunjukkan adanya pemulihan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, ECB diperkirakan akan terus melakukan pembelian obligasi (moneter longgar) hingga tahun depan.

Tekanan disinflasi (penurunan inflasi yang menjadi pertanda akan terjadinya deflasi) adalah ancaman menakutkan yang membuat negara-negara maju berlomba-lomba mendepresiasi nilai tukarnya dan "mengekspor" deflasi tersebut ke negara lain. Kondisi saat ini mengingatkan banyak orang pada perang mata uang (currency war) yang terjadi pada tahun 2010, ketika bank-bank sentral terkemuka berlomba memerosotkan nilai tukar demi menaikkan daya saing negaranya. Currency war saat itu disebut-sebut sebagai penyebab mengapa perekonomian dunia saat ini mengalami pelambatan.

"Mengekspor masalah" ke luar negeri bukanlah jawaban yang tepat untuk memecahkan masalah ekonomi negara manapun. Aliran modal dan ekspor-impor menghubungkan semua negara di Dunia ini, sehingga jika suatu negara menderita, yang lain akan terkena dampaknya. Dengan demikian, currency war malah bisa menyebabkan siklus pelambatan ekonomi tiada akhir yang "dikirim" dari satu negara ke negara berikutnya, lalu ke negara berikutnya lagi, hingga kembali ke negara asal, dan terus berlanjut tanpa henti. Mungkinkah Jepang dan zona Euro akan mampu melepaskan diri dari "takdir" ini? Kita tak dapat melihat masa depan, tetapi sepertinya, saat ini Jepang dan zona Euro masih bergerak kebawah.

209880

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.