EUR/USD 1.081   |   USD/JPY 151.210   |   GBP/USD 1.264   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,222.50/oz   |   Silver 25.10/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 69,455.34   |   Ethereum 3,500.12   |   Litecoin 93.68   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 14 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 21 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 21 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 21 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 21 jam lalu, #Saham Indonesia

Antara Suku Bunga China, Potensi Resesi Eropa, Dan Jatuhnya Harga Minyak Dunia

Penulis

Pekan ini tergolong minggu yang ramai oleh berbagai rilisan fundamental dari seluruh dunia. Rilis GDP AS, GDP Inggris, data inflasi Jepang dan zona Euro, sumber volatilitas pekan ini seakan tiada akhir. Namun, ada tiga event yang mungkin berpengaruh besar, tetapi luput dari pengamatan karena biasanya tak berpengaruh signifikan. Apa saja itu?

Pekan ini tergolong minggu yang ramai oleh berbagai rilisan fundamental dari seluruh dunia. Rilis GDP AS, GDP Inggris, data inflasi Jepang dan zona Euro, sumber volatilitas pekan ini seakan tiada akhir. Namun, ada tiga event yang mungkin berpengaruh besar, tetapi luput dari pengamatan karena biasanya tak berpengaruh signifikan. Apa saja itu?

China Akan Potong Suku Bunga Lagi

Pemotongan suku bunga China akhir pekan lalu nampaknya agak luput dari perhatian para trader forex karena event itu terjadi menjelang penutupan pasar. Padahal, dampaknya cukup besar terhadap pergerakan AUDUSD yang menunjukkan anomali pasca putusan People's Bank of China tersebut. Anomali ini perlu dipahami karena PBOC kabarnya akan memangkas suku bunga lagi atau meluncurkan stimulus.

China - ilustrasi
Kita sudah biasa melihat bagaimana sinyal pelonggaran moneter, baik dalam bentuk pemangkasan suku bunga maupun peluncuran stimulus, berdampak negatif dengan melemahnya nilai tukar negara yang bersangkutan. Alasannya, pertama, pasar memandang kebijakan pelonggaran moneter sebagai suatu sinyal bahwa perekonomian dalam kondisi melemah; dan kedua, kebijakan itu sendiri akan menaikkan jumlah uang beredar di pasar (suplai uang). Jadi, wajar sekali ketika bank sentral Jepang menambah paket stimulus-nya lalu Yen melemah (USDJPY bullish), atapun ketika bank sentral Eropa memotong suku bunga lantas Euro terjun bebas (EURUSD bearish).

Namun, ketika akhir pekan lalu China memutuskan memangkas suku bunga, Dolar Australia yang biasanya terkena imbas data-data China, bukannya melemah tapi malah sempat menguat. Mengapa?

Ini karena perekonomian Australia hanya berhubungan secara tidak langsung dengan ekonomi China, dan bukan merupakan negara pengguna mata uang Yuan. Ketika China mengurangi stimulus atau memangkas suku bunga, maka ini diharapkan akan menopang industri-industri besar yang merupakan konsumen utama komoditas impor dari Australia. Dengan demikian, pelonggaran moneter China malah berpengaruh positif bagi Aussie. Walaupun imbasnya secara aktual kecil, tetapi reaksi spontan pasar cukup memberikan gambaran.

Kerisauan di kalangan ekonom dan pemerintah China mengenai risiko perlambatan ekonominya kini membuka peluang akan adanya lebih banyak pergolakan bagi AUD yang bersumber dari China. Laporan eksklusif Reuters pagi ini menyebutkan wawancara dengan "orang dalam" yang menyebutkan bahwa China siap memotong suku bunga lagi dan melonggarkan persyaratan kredit. Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai perlu karena kekhawatiran kalau-kalau inflasi yang menurun bisa mengakibatkan kredit macet besar-besaran, bisnis yang gulung tikar, dan maraknya pengangguran.

Dalam hal ini, trader perlu memperhatikan adanya risiko bullish AUD dari potensi pelonggaran kebijakan China, sekaligus risiko bearish AUD apabila pelonggaran kebijakan berantai ternyata gagal memulihkan ekonomi China.

Potensi Resesi Triple-Dip Zona Euro

Lembaga rating dunia, Standard & Poor's (S&P), pekan lalu menyebutkan bahwa Eropa berada di ambang resesi ketiga berturut-turut (Triple-Dip Recession), walaupun data-data ekonomi keluar lebih baik daripada ekspektasi.

Sebelumnya, zona Euro telah mengalami resesi di periode 2009 dan 2012-2013. Ekonom dari S&P lebih lanjut lagi mengatakan bahwa rebound yang berlangsung pada kuartal kedua tahun 2013 sudah mencapai puncaknya, dan sekarang perekonomian akan terstabilisasi di kisaran stagnan.


Pertumbuhan GDP Zona EuroData pertumbuhan GDP Zona Euro terlihat dibawah 0% pada tahun 2009 dan 2013-2014

Pernyataan S&P ini selaras dengan pesimisme presiden ECB, Mario Draghi, yang diungkapkannya di Frankfurt akhir pekan lalu. Orang nomor satu di lembaga pemegang otoritas kebijakan moneter zona Euro tersebut secara eksplisit mengatakan tak akan ada peningkatan yang berarti dalam beberapa bulan kedepan. Pesimisme ini mengakibatkan kegemparan di pasar, mendorong EURUSD ke level rendah hingga pagi ini.

Pesimisme Draghi mengindikasikan bahwa ECB mungkin akan mengambil langkah drastis seperti mendeklarasikan paket Quantitative Easing di masa depan. Masalahnya, tindakan itu tentunya akan mendapatkan perlawanan dari gubernur bank sentral nasional dibawah ECB, khususnya Jerman. Terbukti, dalam wawancara di Bloomber kemarin, Benoit Coeure mengatakan, "Kami tidak membuat komitmen untuk satu waktu tertentu. Kami akan berdiskusi di bulan Desember, melihat angka-angka, melihat bagaimana kondisi perekonomian, dan apa saja yang telah berhasil dicapai di pasar ABS dan pasar obligasi beragunan. Kami akan melakukan diskusi itu, dan bila tidak di Desember maka setelahnya."

Disini, trader Euro perlu berhati-hati menyikapi sinyal yang beragam, baik dari data-data fundamental ekonomi Eropa maupun pernyataan-pernyataan anggota dewan bank sentralnya. Namun demikian, jelas sekali bahwa hingga saat ini Euro dalam jangka panjang masih tetap dalam sentimen bearish. Sehingga trader perlu selalu siaga untuk mencari peluang "menjual" Euro di level-level yang lebih tinggi.

Pertemuan OPEC Kemungkinan Pangkas Suplai Minyak

Harga komoditas minyak telah jatuh 28% dalam beberapa bulan terakhir, hingga negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC mulai menyuarakan kekhawatiran dan buru-buru mempersiapkan pertemuan dalam pekan ini. Negara-negara tersebut mengandalkan income dari minyak saja; sehingga ketika harga minyak jatuh, maka keberlangsungan perekonomian dan program-program pemerintah jadi terancam. Guna mencegah hal itu, sejumlah negara telah mengopinikan untuk memangkas produksi minyak.

OPEC
Masalahnya, penyebab kejatuhan harga minyak kali ini masih misterius. Sebagian menyalahkan Amerika Serikat, dimana produksi minyak shale telah meningkatkan kompetisi diantara negara produsen minyak. Sebagian yang lain menuduh Saudi Arabia menjalankan perang harga untuk melindungi pangsa pasarnya. Ada juga yang berspekulasi bahwa kejatuhan harga minyak ini adalah akibat ISIS menggelontorkan minyak murah di pasar gelap.

Entah apa penyebab sesungguhnya masih belum bisa dipastikan, sehingga apakah pengurangan produksi minyak OPEC saja akan mengerem penurunan harga minyak atau tidak, masih menjadi tanda tanya. Secara teori, seharusnya penurunan suplai barang akan mendorong harga makin mahal. Tetapi bila penyebab penurunan harga bukanlah karena kelebihan suplai, maka meski suplai dikurangi, harga akan tetap rendah. Apalagi, produksi minyak oleh negara non-OPEC pun terhitung cukup besar.

Harga komoditas minyak ini layak diperhatikan karena indikator ekonomi Amerika Serikat secara umum memiliki hubungan terbalik dengan harga minyak; biasanya bila harga minyak naik maka ekonomi AS turun, dan sebaliknya. Di sisi lain, apabila OPEC memutuskan memangkas suplai sehingga harga minyak menanjak, maka itu akan mengatrol inflasi di Inggris dan negara-negara yang sekarang terancam deflasi, seperti zona Euro dan Jepang.

212724

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.