EUR/USD 1.073   |   USD/JPY 153.150   |   GBP/USD 1.254   |   AUD/USD 0.658   |   Gold 2,302.41/oz   |   Silver 26.87/oz   |   Wall Street 38,225.66   |   Nasdaq 15,840.96   |   IDX 7,125.66   |   Bitcoin 59,123.43   |   Ethereum 2,988.17   |   Litecoin 80.12   |   Dow Jones Industrial Average ditutup naik 0.85% ke 38,225, S&P 500 juga menguat 0.91% ke 5,064, dan Nasdaq menanjak 1.51% ke 15,840, 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT United Tractors Tbk. (UNTR) menjadwalkan cum dividen pada hari ini, Jumat (3/Mei), 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   BEI menyetop perdagangan saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) mulai hari ini, 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Shutterstock, Inc (NYSE: NYSE:SSTK) telah merilis laporan keuangan Q1/2024, melampaui ekspektasi pendapatan dan EBITDA dengan angka $214 juta dan $56 juta, 2 jam lalu, #Saham AS

IEA: Permintaan Minyak Akan Naik Hingga 100 Juta Bph

Penulis

Harga minyak di perdagangan sesi Asia hari ini tetap bergeming pasca rilis laporan bulanan International Energy Agency (IEA), sebuah lembaga internasional bidang energi.

Seputarforex.com - Harga minyak di perdagangan sesi Asia hari Selasa pagi ini (7/3) tetap bergeming pasca rilis laporan bulanan International Energy Agency (IEA), sebuah lembaga internasional bidang energi yang berpusat di Paris, Perancis. Namun demikian, laporan mengungkap beberapa proyeksi yang menjadi sorotan pelaku pasar.

 

Permintaan Minyak Akan Naik Hingga 100 Juta Bph

 

Dalam laporan tersebut, IEA memperkirakan output minyak shale AS akan tumbuh dalam laju sekitar 1.4 juta barel per hari (bph) pada tahun 2022. Kenaikan produksi shale itu, menurut EIA, akan tetap terjadi meski harga bertahan di kisaran $60 per barel. Sedangkan bila harga minyak naik ke $80 per barel, maka produksi shale bisa melesat ke 3 juta bph di tahun 2022.

Proyeksi lima tahunan IEA itu kian meningkatkan kekhawatiran kalau-kalau kenaikan produksi shale AS bakal mementahkan upaya pemangkasan output yang tengah digalakkan OPEC dan negara produsen lainnya. Sebagaimana diketahui, tahun lalu disepakati pemangkasan output dan kuota masing-masing negara untuk periode Januari hingga Juni 2017, dengan kemungkinan perpanjangan sedianya diperbincangkan di kemudian hari. Namun, negara-negara yang terlibat dalam kesepakatan itu, kini menolak untuk mendiskusikan kemungkinan perpanjangan masa kuota.

Setelah petinggi Rusia minggu lalu menyatakan terlalu dini untuk mendiskusikan perpanjangan, pada hari Senin giliran Menteri Perminyakan Irak menyampaikan pandangan senada. Jabbar Al-Luaibi mengatakan pada Reuters dalam sebuah konferensi energi di Houston, AS, "(Perpanjangan kesepakatan) akan tergantung pada harga minyak dan stabilitas pasar. Jika OPEC memutuskan akan memangkas, maka Irak akan memangkas (pula)."

Akan tetapi, dalam laporan IEA juga disebutkan bahwa permintaan minyak masih akan terus meningkat; di saat yang sama dengan ketika banyak pihak menilai maraknya penggunaan energi terbarukan di negara-negara maju bakal mengurangi demand. Perkiraan IEA menunjukkan kemungkinan kenaikan permintaan global hingga melampaui level 100 juta bph pada tahun 2019 dan menyentuh 104 juta bph di tahun 2022, semata-mata dengan didorong oleh demand dari negara-negara berkembang.

Menyusul rilis laporan ini, kontrak minyak mentah berjangka Brent ditutup pada harga $56.01 per barel pada perdagangan Senin malam, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) pagi ini diperdagangkan di kisaran $53.18 per barel. Kedua harga minyak acuan internasional tersebut masih berada dalam range terbatas yang dihuni sejak awal tahun ini.

277931
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.