Harga-harga acuan minyak tumbang lagi di awal sesi Asia pada hari Kamis (24/3) menyusul perdagangan lesu di hari sebelumnya, setelah persediaan minyak mentah AS mencatat rekor tinggi baru.
Harga minyak mentah AS berjangka CLc1 akhirnya melantai di bawah level $40 dengan turun 23 sen ke $39.56 per barel. Sementara minyak mentah Brent LC0c1 tergelincir 17 sen ke $40.30 per barel. Padahal baru pekan lalu harga-harga yang dijadikan referensi di pasar minyak dunia tersebut mencatat rekor level harga tertinggi tahun ini.
Lembaga Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat tadi malam mempublikasikan data yang menyebutkan bahwa persediaan minyak mentah naik 9.4 juta barel pekan lalu, atau tiga kali lipat lebih besar dari perkiraan analis sebelumnya. Konsensus yang direkam Reuters awalnya hanya memprediksi kenaikan 3.1 juta barel.
Berlanjutnya kenaikan persediaan minyak AS itu otomatis menggilas kenaikan harga yang terutama didorong oleh harapan pasar akan terwujudnya rencana pembatasan produksi di kalangan negara-negara produsen minyak terkemuka. Apalagi, telah beredar kabar bahwa Libya mengikuti jejak Iran dalam menolak rencana pembatasan produksi tersebut, sehingga kian menipiskan kemungkinan akan tercapainya kesepakatan di pertemuan Doha tanggal 17 April mendatang yang cukup memadai untuk menopang harga dalam waktu dekat ini.
Sementara itu, industri perminyakan kini dilanda kekhawatiran sehubungan dengan pemangkasan anggaran modal (capital expenditure/capex) secara massal di perusahaan-perusahaan minyak dan minimnya aliran investasi baru yang ditanamkan di sektor ini. Berbicara tentang industri minyak AS, Kepala Divisi Pasar dan Industri Minyak IEA Neil Atkinson mengatakan, dibutuhkan banyak investasi untuk mempertahankan level produksi saat ini, dan jika investasi tidak kembali pada 2017 dan 2018, maka harga minyak bisa melonjak karena supply kemungkinan tidak bisa memenuhi demand pada saat itu.