Angka penjualan retail di Jepang mengalami kemajuan yang fantastis dalam 17 tahun terakhir. Persentase penjualan retail Jepang meroket 11% selama bulan ini, dibandingkan dengan penjualan retail pada tahun lalu. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Maret 1997.
Pada bulan Maret lalu, masyarakat Jepang berbondong-bondong untuk berbelanja. Alasan mereka tentu saja karena pajak akan dinaikkan dari 5% menjadi 8% pada awal April 2014 ini. Kenaikan pajak konsumen tersebut merupakan kenaikan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang untuk pertama kalinya sejak 17 tahun yang lalu.
Kenaikan pajak tersebut dilakukan lantaran Pemerintah Jepang ingin mengendalikan utang publik yang kemungkinan dapat timbul seiring dengan meningkatnya harga-harga barang. Utang publik Jepang tecatat di kisaran 230% terhadap angka GDP-nya. Dan angka tersebut merupakan yang paling besar dalam dunia industri.
Jepang Mengejar Inflasi
Kenaikan pajak penjualan tersebut juga dianggap sebagai langkah Jepang untuk meraih target inflasi 2%. Jepang merupakan salah satu negara ekonomi terkemuka yang mengalami masa deflasi paling lama. Negara ini berjuang keras untuk keluar dari cengkeraman deflasi dalam dua dekade.
Deflasi berdampak buruk pada konsumsi domestik karena para konsumen dan pebisnis cenderung untuk melakukan penundaan pembelian dengan harapan harga akan turun lagi. Dengan demikian, kenaikan pajak diambil oleh pemerintah Jepang demi menaikkan minat para konsumen untuk melakukan konsumsi.
Upaya pemerintah Jepang ini tampak mulai menunjukkan hasil. Data preliminary yang dirilis minggu lalu menunjukkan bahwa harga konsumen di Tokyo mengalami kenaikan sebanyak 2.7% pada bulan April. Dibandingkan dengan perolehan bulan lalu, perolehan bulan ini adalah yang terpesat dalam 22 tahun. Diperkirakan, tingkat inflasi Tokyo, sebagai kota yang paling menentukan trend di Jepang, akan mengalami kenaikan pada bulan depan.