Kurs Tengah BI USD/IDR kemarin ditutup menguat 19% dari 11,969 ke 11,739 setelah laporan ekspor impor Indonesia menunjukkan neraca perdagangan yang kembali surplus. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin (7/1) menyebutkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Bulan Mei 2014 tercatat mengalami surplus 70 juta Dollar AS. Angka tersebut merupakan peningkatan yang cukup signifikan, mengingat neraca perdagangan di bulan sebelumnya defisit 1.96 miliar Dollar AS. Namun, surplus ini dinilai kurang memuaskan.
Ekspor Impor Selisih Tipis
Laporan Neraca Perdagangan Indonesia Bulan Mei 2014 menunjukkan ekspor sebesar 14,292.5 juta USD; meningkat 3.73 persen dibanding bulan sebelumnya, namun turun 8.11 persen bila dibandingkan dengan Bulan Mei 2013. Ekspor nonmigas mengalami kenaikan, sedangkan ekspor migas justru mengalami penurunan gara-gara merosotnya ekspor hasil minyak dan gas walaupun ekspor minyak mentah masih meningkat. Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika Serikat masih menjadi tiga besar wilayah tujuan ekspor utama Indonesia pada periode ini.
Nilai impor Indonesia bulan Mei tercatat mencapai 14.76 miliar USD, atau menurun 9.23 persen dibanding bulan April 2014 dan menurun 11.43 persen daripada impor Mei 2013. Penurunan impor terutama disebabkan oleh penurunan impor nonmigas yang cukup besar. Disisi lain, impor migas justru meningkat.
Surplus Tak Memuaskan
Walaupun neraca perdagangan surplus, namun secara keseluruhan laporan tersebut tidak menandakan perbaikan kondisi ekonomi Indonesia. Ada dua masalah utama dalam laporan tersebut, yaitu peningkatan defisit neraca perdagangan migas, serta impor yang masih mendominasi surplus-defisitnya neraca perdagangan.
Press release Bank Indonesia menyebutkan bahwa "Perbaikan kinerja neraca perdagangan Mei 2014 tertahan oleh peningkatan defisit neraca perdagangan migas yang naik 1,33 miliar Dollar AS dari 1,04 miliar Dollar AS di bulan April 2014". Mengingat harga migas kini dalam posisi terus meningkat, maka peningkatan defisit neraca perdagangan migas bisa jadi pertanda buruk. Migas masih merupakan sumber energi utama Indonesia, padahal harga minyak sangat labil dan mudah dipengaruhi oleh perubahan politik-ekonomi internasional.
Di sisi lain, surplus saat ini terutama dipicu oleh penurunan impor nonmigas yang tidak akan bertahan lama. Menurut Shulli Ren dari Barron's Emerging Markets Daily, surplus neraca perdagangan Indonesia yang didorong oleh penurunan impor mengindikasikan lemahnya profil pertumbuhan dan permintaan domestik. Terlebih lagi, menurut Nomura Securities, surplus ini takkan berlanjut, karena peningkatan impor menjelang Ramadhan belum direfleksikan dalam data bulan Mei. Dengan kata lain, data bulan Juni yang akan dipublikasikan bulan Agustus mendatang kemungkinan menunjukkan defisit lagi.