EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,317.32/oz   |   Silver 27.31/oz   |   Wall Street 38,460.92   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,162.95   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 6 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 6 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 6 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 6 jam lalu, #Saham AS

Kesampingkan Politik, Rupiah Masih Menguat?

Penulis

Dalam satu bulan terakhir, nilai tukar Rupiah menurut data kurs Bank Indonesia telah menguat 394 poin, menyusul laporan neraca perdagangan yang kembali surplus di awal bulan ini. Selain itu, investor nampaknya terpikat akan daya tarik Indonesia dibanding negara-negara tetangga yang sedang dilanda kemelut seperti Thailand dan Vietnam.

Dalam satu bulan terakhir, nilai tukar Rupiah menurut data kurs Bank Indonesia telah menguat 394 poin, menyusul laporan neraca perdagangan yang kembali surplus di awal bulan ini. Selain itu, investor nampaknya terpikat akan daya tarik Indonesia dibanding negara-negara tetangga yang sedang dilanda kemelut seperti Thailand dan Vietnam.


RupiahKurs Tengah Rupiah BI 23 Juni-21 Juli 2014


Data Ekonomi Indonesia Membaik

Pada transaksi antarbank di Jakarta, Rupiah diperdagangkan 11,590 per Dollar AS, menguat 20 poin dibanding penutupan minggu lalu. Kurs tengah BI USD/IDR juga tercatat menguat pada 11,577 hari ini (21/7). Penguatan didukung oleh kondisi pasca pemilu yang relatif kondusif, dan antisipasi pasar bahwa pengumuman hasil Pemilu oleh KPU pada 22 Juli 2014 akan berlangsung lancar.

Data ekonomi Indonesia yang cenderung prima diyakini sebagai penopang nilai tukar Rupiah. Disamping neraca perdagangan yang mencatat surplus, inflasi bulan ini pun diperkirakan takkan melonjak terlalu tinggi. Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, minggu lalu memperkirakan bahwa inflasi bulanan untuk bulan Juli 2014 akan berada di kisaran 0.80-1.20 persen, cenderung meningkat dibanding inflasi Juni yang hanya 0.43%, tetapi jauh lebih rendah dibanding inflasi Juli 2013 yang mencapai 3.29%. Peningkatan inflasi kali ini kemungkinan didorong oleh siklus musiman bulan Ramadhan dan kenaikan tarif listrik awal bulan ini.

Faktor lain yang menunjang penguatan Rupiah adalah panasnya situasi politik-ekonomi di Vietnam dan Thailand. Aksi-aksi anti-Tiongkok di Vietnam memiliki dampak yang cukup luas, dan konflik politik Thailand belum menemukan titik cerah. Akibatnya, Indonesia dianggap sebagai lokasi investasi potensial di Asia Tenggara, khususnya di sektor manufaktur. Bulan lalu, CNBC telah melaporkan bahwa General Electric sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk mejadikan Indonesia sebagai penghubung bisnisnya di Asia Tenggara. Toyota juga kabarnya tengah menimbang kemungkinan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi ekspor, seiring dengan penambahan investasi sebesar 337juta USD untuk membuat pabrik baru.

Kemunduran Di Depan Mata

Akan tetapi pemulihan pasar Indonesia ini kemungkinan takkan bertahan lama. Kenaikan harga-harga komoditas bulan ini yang diakibatkan oleh meningkatnya ketegangan di Gaza dan Ukraina, membahayakan neraca perdagangan. Disamping itu, data neraca perdagangan mendatang juga diperkirakan akan menunjukkan peningkatan impor musiman bulan Ramadhan yang bisa jadi berujung pada defisit lagi.

Ketidakpastian politik juga telah membuat banyak Investor cenderung 'wait and see', dan menunda keputusan final hingga hasil akhir Pemilu keluar dalam situasi yang damai. Namun sebagian pelaku pasar nampaknya lebih memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia ketimbang ketidakpastian politik.

CNBC hari ini mengutip Ryan Huang dari IG, bahwa "Seiring euforia (pemilu) memudar, investor akan mulai melihat bahwa belum ada tanda-tanda konkrit kalau pertumbuhan di Indonesia akan pulih dalam jangka pendek, dan mereka (para investor) bisa jadi akan (melakukan aksi) ambil untung. Kemunduran juga bisa jadi diakibatkan oleh tapering QE3 (Amerika Serikat) yang dijadwalkan berakhir pada Oktober, di saat yang bersamaan dengan serah terima pemerintahan baru Indonesia."

Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.