EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.850   |   GBP/USD 1.237   |   AUD/USD 0.645   |   Gold 2,316.13/oz   |   Silver 27.29/oz   |   Wall Street 38,460.92   |   Nasdaq 15,696.64   |   IDX 7,174.53   |   Bitcoin 66,837.68   |   Ethereum 3,201.65   |   Litecoin 85.47   |   USD/CAD pertahankan pemulihan moderat, tetap di bawah level 1.3700 Jelang data AS, 13 jam lalu, #Forex Teknikal   |   NZD/USD menembus ke segitiga simetris, naik ke dekat level 0.5950, 13 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Bank Indonesia menaikkan suku bunga bulan April ke 6.25%, 13 jam lalu, #Forex Fundamental   |   USD/CHF bertahan stabil di sekitar 0.9150, sejalan dengan level tertinggi enam bulan, 13 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Dow Jones Industrial Average naik 0.69% menjadi 38,503. Indeks S&P 500 naik 1.20% menjadi 5,070. Nasdaq Composite naik 1.59% menjadi 15,696, 18 jam lalu, #Saham AS   |   PT Bumi Resources Tbk (BUMI) membukukan kenaikan laba bersih, mengantongi pendapatan senilai $311.01 juta hingga Maret 2024, 18 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA) mencetak pendapatan sebesar Rp994.15 miliar dengan laba bersih Rp129.11 miliar, 18 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) menyiapkan dana Rp800 miliar yang bersumber dari kas internal untuk mengeksekusi rencana buyback 396.50 juta saham, 18 jam lalu, #Saham Indonesia

Aksi Beli Oportunis Mengatrol Harga Minyak

Penulis

Harga minyak naik lebih dari satu persen dibanding harga penutupannya hari Jumat lalu. Namun, kondisi fundamental dinilai masih lemah.

Seputarforex.com - Harga minyak naik lebih dari satu persen pada perdagangan sesi Asia hari Senin ini (7/November) dibanding harga penutupannya hari Jumat lalu. Penyebabnya disinyalir adalah aksi beli oportunistik setelah harga minyak merosot tajam minggu lalu hingga mencapai level terendahnya sejak awal Agustus. Namun, kondisi fundamental dinilai masih lemah.

Aksi Beli Oportunis Mengatrol Harga Minyak

Harga minyak mentah berjangka Brent diperdagangkan pada $46.34 saat berita ini diturunkan, sedangkan WTI menjangkau $44.80 per barel, di tengah aksi beli kini.

Sepanjang pekan lalu, harga minyak merosot paling tajam sejak bulan Januari. Brent sempat ambruk hingga $45.08 (harga terendah sejak 11 Agustus) dan WTI melorot sampai $43.37 (terendah sejak 20 September).

Keraguan akan tercapainya pemangkasan produksi yang cukup bermakna bagi stabilisasi pasar minyak kian menguat, sehubungan dengan absensi kesediaan masing-masing negara untuk menyusutkan output mereka secara sukarela. Dalam sebuah catatan untuk klien, Bank multinasional Barclays menuliskan, "Irak menggenjot produksi sementara Arab Saudi meminta pengecualian. Rusia masih menunggu di pinggiran (melihat perkembangan keadaan) dan tak ada satu pun dari negara non-OPEC yang telah diajak diskusi menyatakan niat untuk memangkas (produksi minyak)."

Sementara itu, ada risiko limpahan surplus minyak berlanjut, karena Arab Saudi mengancam akan meningkatkan produksi lagi bila pertemuan formal OPEC berikutnya tak membuahkan hasil. Dan sekalipun seandainya itu hanyalah ancaman kosong, tetap ada risiko peningkatan ekspor karena permintaan minyak domestik Saudi kian menurun, sehingga perlu dilakukan ekspor untuk mempertahankan laju output saat ini.

Sebagaimana diketahui, OPEC akan mengadakan pertemuan di Wina, Austria, pada 30 November mendatang untuk membahas rencana pembatasan output.

Di sisi lain, Amerika Serikat pun menunjukkan tanda-tanda peningkatan output di masa depan dengan naiknya lagi jumlah sumur pengeboran minyak (oil drilling rigs) sebanyak 9 ke total 450 dalam waktu sepekan yang berakhir pada tanggal 4 November. Itu adalah peningkatan terbesar sejak bulan Februari.

276072
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.