Menu

Analisa Peluang BBTN Setelah Rilis Kinerja Kuartal II Tahun Ini

Aditya Putra

Secara umum, gambaran keuangan BBTN tidak terlalu positif dikarenakan angka laba bersih turun -8.24% di semester-I tahun ini, Lalu bagaimana nasib harga saham BBTN selanjutnya?

BBTN telah merilis hasil kinerja keuangan untuk periode semester-I tahun 2019 pada tanggal 26 Juli. Secara umum, gambaran keuangan BBTN tidak terlalu positif. Angka laba bersih turun 8.24% di semester-I tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari Rp 1,42 triliun menjadi Rp 1,3 trilun.

Beberapa faktor yang membuat kinerja BBTN underperform antara lain:

  1. Beban bunga yang meningkat, ditengah kenaikan basis suku bunga lainnya dan memicu kenaikan likuiditas
  2. penerapan PSAK 71 mengharuskan bank untuk melakukan pencadangan aset yang lebih besar untuk mengcover kredit macet yang sekiranya akan terjadi, hal ini berbeda dari sebelumnya, dengan pencadangan baru dibentuk ketika kredit macet telah ada.

Dari beberapa faktor penyebab yang telah dijabarkan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa faktor makro sangat berpengaruh terhadap bisnis perbankan. Kajian Bloomberg Intelegence juga memperlihatkan, masalah penurunan profit bukan hanya dirasakan oleh perbankan di Indonesia, melainkan juga di kawasan Asia. Penurunan suku bunga The Fed (Dovish) berpotensi menyebabkan margin perbankan di China, Jepang, Korea serta Australia bisa flat atau turun.

Sejatinya, penurunan margin bunga bersih (NIM) sudah terlihat sejak tahun 2017 hingga saat ini. Kala itu valuasi saham BBTN masih sekitar 0.96x P/BV, dan setahun kemudian mencapai puncaknya di 1.84x P/BV. Mahalnya valuasi BBTN mulai bertolak belakang dengan kondisi makro domestik dan eksternal, dimana suku bunga domestik perlahan mulai turun, namun tidak dibarengi oleh perbaikan nilai tukar rupiah. Alhasil, rupiah jeblok dan defisit perdagangan membuat masalah baru di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, margin bank sangat sensitif terhadap suku bunga. Jika suku bunga turun, maka bank akan dirugikan dengan spread margin bunga (earning/bearing), dan perbankan tanah air juga mengalami kenaikan biaya provisi karena adanya indikasi kredit macet di sektor kredit perbankan.

Sebagai bank plat merah, BBTN tidak bisa dengan mudah menaikkan bunga kredit ketika BI Rate naik. Di sini ada intervensi dari pemerintah dan credit channeling yang akan menciptakan jeda. Pada akhirnya, BBTN mengalami mismatch spread yang berdampak pada laba bersihnya. Setelah kenaikan valuasi yang cukup mahal hingga kuartal-I 2018, perlahan harga saham BBTN terus turun. Jika kita melihat dua tahun kebelakang dimana peak laba bersih BBTN ada di tahun 2017 sebesar Rp 3.03 triliun dan setelahnya terus turun, manajemen mengisyaratkan bahwa target laba bersih BBTN 'hanya' akan ada di angka Rp 2.6 triliun pada tahun ini.

 

P/BV Standar Deviasi (SD) Bank Tabungan Negara (BBTN)

sumber: Stockbit

Konsensus Analis Bank Tabungan Negara (BBTN)

sumber: Bloomberg

Outlook Kinerja Bank BTN

Kami melihat angka laba bersih sebesar Rp 2.6 triliun merupakan angka ekspektasi terendah dari manajemen BBTN. Jika kita mengambil angka konsensus analis, market mengekspektasikan raihan laba bersih BBTN berada di level Rp 2.9 triliun dengan target harga Rp 2,727/saham. Maka kita bisa simpulkan, angka Rp 2.6 triliun adalah angka 'pesimis'. Jika angka pesimis saja tidak tercapai, maka sangat mungkin rating BBTN akan diturunkan dan berimbas pada target harga dari saham BBTN.

Dengan valuasi yang saat ini masih berada di angka 1.06x P/BV, valuasi BBTN sangat mungkin akan turun di bawah P/BV 1x, mendekati SD 5 tahun disekitar (0.96x-0.97x). Bagi investor yang saat ini masih memegang saham BBTN maka masih harus bersabar dan menunggu, karena jika Fed Rate Cut terjadi, lalu disusul oleh BI Rate Cut, efeknya adalah margin bank turun, sehingga laba bersih bank juga akan ikutan turun. Belum lagi likuiditas yang masih cukup ketat hingga saat ini, sehingga kenaikan harga saham belum akan terjadi di jangka pendek.

Namun investor jangan terlalu pesimis, mengapa? Karena BBTN adalah bank yang cukup mumpuni dengan segmen kredit yang fokus di pembiayaan perumahaan. kita ketahui juga backlog perumahaan di Indonesia mencapai 11juta unit dan hal ini masih akan terus diupayakan untuk dikurangi. Nah, siapa lagi kalau bukan BBTN yang akan berpartisipasi?

Tapi, perbaikan kinerja industri memang tidak mudah, kita harus melihat dari sisi demand consumernya sudah membaik atau tidak. Faktor-faktor makro ekonomi lainnya yang mesti dipertimbangkan seperti kondisi rupiah dan hutang pemerintah juga bisa mempengaruhi kebijakan moneter (suku bunga).

Jadi disini sebaiknya investor bisa bersabar dan mulai cicil beli ketika valuasi BBTN mulai mendekati level (0.96x-0.97x ) P/BV-nya. View investor akan diarahkan lebih ke jangka menengah untuk tipe saham BBTN saat ini.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE