Menu

Ekonomi Indonesia Tahun 1998 vs 2018, Perlukah Khawatir Karena Kurs Anjlok?

Shanti Putri

Kecemasan investor menjadi-jadi setelah kurs Rupiah anjlok ke level terendah sejak krisis 97/98. Padahal, kondisi ekonomi Indonesia tahun 1998 vs 2018 tak sama.

Kurs Rupiah terhadap Dollar sudah menembus Rp15,000 per USD, sehingga kecemasan menjangkiti para investor dan menyebabkan IHSG tergelincir 4.50 persen ke Rp5,630. Sebagian investor bahkan sempat bernostalgia mengingat saat-saat kejatuhan IHSG di tahun 1998 silam dan menghubung-hubungkan kisah politik yang ada. Padahal, nyatanya keadaan kini jauh berbeda dengan keadaan tahun 1998 dimana kisruh politik terjadi saat itu.

Menurut penulis, membandingkan tahun 1998 dengan 2018 kurang pas, karena tahun 2018 ini perpolitikan Indonesia cenderung masih dalam level terkendali (tidak seperti halnya di tahun 1998). Kondisi ekonomi Indonesia tahun 1998 vs 2018 pun memiliki banyak perbedaan.

Hal yang berbeda lainnya adalah Neraca Perdagangan. Pada tahun 1998, Indonesia memiliki neraca perdagangan positif USD21.6 Miliar (Ekspor lebih besar dari Impor), sehingga kenaikan dollar saat itu sebenarnya memberikan imbas positif juga kepada kas negara. Kini di tahun 2018, neraca perdagangan kita negatif USD3.1 Miliar (lebih banyak Impor daripada Ekspor). Hal ini lah yang turut menambah cemas kalangan usahawan lokal.

Namun, pemerintah tidak tinggal diam dalam mengatasi masalah tersebut. Berbagai upaya dilakukan untuk memperbesar ekspor, utamanya pada lima hal ini:

  1. Mewajibkan komponen bahan bakar nabati biodiesel dari dalam negeri sebesar 20% (B20) untuk kurangi impor minyak.
  2. Memundurkan target dan jadwal operasional proyek pembangkit listrik 15.200 Megawatt.
  3. Presiden Joko Widodo memerintahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meningkatkan komponen dalam negeri (TKDN) pada produk-produk impor seperti ponsel dan gadget. Biasanya di proyek kelistrikan, komposisi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atau bisa sampai 50% lebih di beberapa proyek, tapi secara rerata ada di 20% sampai 40%.
  4. Pemberlakuan insentif pajak bagi perusahaan yang mengekspor minimal 30% produknya.

Sebagaimana halnya tubuh yang menerima asupan obat, proses penyembuhan tentu tidaklah instan. Usaha yang dilakukan sekarang akan dituai keesokan harinya, demikian juga dengan usaha pemerintah yang wajib kita apresiasi. Pemerintah bergerak cepat membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan negara dengan memperbesar ekspor, sehingga Indonesia tidak jatuh sebagaimana Venezuela dan negara-negara lainnya yang terkena efek ekonomi yang parah saat ini. Semoga hasilnya dapat kita lihat di kuartal berikutnya, terutama perbaikan di tahun mendatang.


Tilik Mulya

Keren. UMR naek 20 kali lipat. Hidup Jokowi the MArket Maker.





KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE