Menu

IHSG Turun Tajam: Bear Trap Atau Bull Trap?

Aditya Putra

Penurunan IHSG dalam tiga hari terakhir kemarin membuat investor kalang kabut. Sebetulnya apa yang terjadi di market Indonesia saat ini?

Teknikal IHSG

 

 

 

Dalam valuasi, dikenal beberapa paradigma berinvestasi. Ada yang dikenal sebagai Smart Money, investor institusi, dan masyarakat. Seperti yang sudah-sudah, si Smart Money paling diuntungkan dalam siklus valuasi (dia yang biasanya membeli di harga murah dan menjual di timing yang tepat). Investor institusi pun begitu, tidak lebih rugi dibandingkan si Smart Money. Dengan data yang beragam dan pintar membaca situasi pasar, kedua investor tersebut sering kali diuntungkan dengan kondisi market.

Nah, lain halnya dengan masyarakat (ritel). Saya tidak ingin mengatakan paling dirugikan, tapi biasanya keadaan memang begitu. Masyarakat membeli di saat harga tinggi dan menjual ketika market sedang crash (rugi).

Saat ini, market sedang memasuki kondisi yang dikenal dengan fase bear (lebih banyak turun dibanding naik). Penurunan pasar sudah mulai terjadi sejak pertengahan bulan Februari lalu, mengakhiri fase bullish IHSG sejak awal 2016, yang sudah berlangsung 2.5 tahun.

Flash back sedikit, kejadian market sebenarnya dihentakkan oleh ketakutan akan perang mata uang dunia (currency war). Jika tidak ada itu, market bisa saja terus menguat sejak 2014. Di tahun 2018 ini, banyak yang mengatakan krisis akan kembali menghampiri market, karena sudah memasuki siklus 10 tahunan: 1998, 2008, dan 2018. Namun benarkah hal itu akan terjadi?

Sampai di awal bulan Februari, market adem ayem saja. Tidak tampak terjadi sesuatu yang cukup mengkhawatirkan. Memang sempat ada cerita trade war yang menyebabkan market correction, tetapi harga kemudian balik lagi ketika China mulai menurunkan 'ego'-nya, dan Amerika Serikat (AS) lebih terbuka. Semuanya seakan-akan kembali normal.

Sampai di bulan Maret, investor akhirnya terhentak dengan kisah kenaikan yield AS yang bertenor 10 tahun. Sampai di titik ini, market seakan masih tak percaya dengan keadaan dan masih menganggap penurunan sebagai koreksi. Ini merupakan Bull Trap (jebakan optimis), yang menunjukkan bahwa market seolah-olah kembali normal di pertengahan April, tapi sejak itu ternyata pergerakan market kembali jatuh dan masuk dalam kisah 'fear'; dalam tiga hari kemarin, market turun mendekati 6%.

Naik turunya pasar saham merupakan hal yang biasa, dan dalam konteks ini, justru investor akan sangat diuntungkan jika saham-saham berkinerja bagus turut ikut dalam aksi jual masif. Ibaratnya, investor mendapatkan saham dengan harga murah, tapi didukung oleh fundamental yang ciamik. Inilah yang kemudian disebut dengan peluang.

Kinerja Rupiah vs USD

U.S Yield 10 Tahun

 

Koreksi Pasar Saham

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kondisi market kemarin adalah gabungan tekanan dari sisi eksternal dan domestik yang membentuk psikologis investor, serta mendorong aksi jual di posar saham.

Seperti halnya jika kita sakit, pertama-tama kita mesti mengetahui dulu penyebab penyakit tersebut.

Beberapa penyebab market terkana penurunan tajam saat ini adalah:


Kesulitan Akses Seputarforex?
Buka melalui
https://bit.ly/seputarforex

Atau akses dengan cara:
PC | Smartphone

WASPADAI PENIPUAN
Mengatasnamakan Seputarforex!

Baca Selengkapnya Di Sini
×
  • Pasang Ekstensi VPN Di Browser
    • Search kata kunci "vpn" atau "proxy" di Mozilla AddOns atau Chrome Webstore.
    • Setelah menemukan salah satu vpn (contoh: browsec), klik "pasang" atau "tambahkan".
    • Aktifkan ekstensi.
Anda juga bisa mendapatkan info lebih detail di:
@seputarforex
@seputarforex.fanspage
@seputarforex
×

Cara Utama:
Unduh Aplikasi Seputarforex di Playstore.

Cara Alternatif:
Anda juga bisa mendapatkan info lebih detail di:
@seputarforex
@seputarforex.fanspage
@seputarforex

1. Kenaikan suku bunga AS.

Kenaikan suku bunga akan membuat imbal hasil di pasar saham jadi kurang menarik bagi investor, karena investor pasti mengharapkan return yang lebih besar. Atas dasar ini, maka aset berisiko seperti saham menjadi tertekan karena valuasi yang lebih tinggi.

2. Pertumbuhan laba perusahaan bisa tergerus.

Investor saham pasti ingin mengharapkan pertumbuhan laba yang terus meningkat. Namun karena satu dan lain hal bisa saja target tersebut tidak tercapa. Jika suku bunga AS naik, maka akan memicu kenaikan suku bunga global, dan si perusahaan akan tertekan oleh tingginya pembayaran pinjaman bunga yang sedang berjalan. Pada akhirnya, hal ini dapat menggerus laba bersih perusahaan.

3. Banyaknya perhelatan di domestik.

Suka tidak suka, investor akan mencari keuntungan dan posisi likuditas yang lebih baik. Jika dirasa kondisi pasar penuh dengan ketidakpastian, maka mereka akan menahan diri untuk melakukan investasi atas aset yang dinilai berisiko seperti saham. Dalam konteks ini, secara domestik akan ada pesta Asean Games, Pilkada, Pembayaran pajak, tahap awal Pilpres, dan Piala Dunia. Begitu banyaknya event bisa saja membuat kebutuhan akan uang cash, sehingga terjadi perpindahan dari pasar modal ke hal yang lain.

Sejalan dengan beberapa alasan di atas, pengaruh pelemahan Rupiah dan kenaikan yield di AS dan Indonesia juga sangat mempengaruhi IHSG.

 

 

Saham vs Obligasi

 

Keterangan gambar: merah: obligasi, biru: saham.

 

 

Perpindahan dana dari saham ke obligasi sudah terlihat sejak awal tahun 2018. Ketika itu, investor mulai melihat peluang kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif di tahun ini. Dana asing sebenarnya tidak keluar dari Indonesia, melainkan berpindah tempat dari saham ke obligasi, dan itu memang terlihat jelas pada gambar di atas.

 

 

Capaian Laba Emiten

 

 

 

Gambar di atas dapat memberikan gambaran ketika market sedang terkena crash di tahun 1998 dan 2008. Ketika itu, dari total emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya sekitar 33.9% yang melaporkan hasil kinerja positif di tahun 1998. Di tahun 2008, ada sekitar 73.4% emiten yang melaporkan hasil laba bersih positif, sehingga kinerjanya bisa dikatakan lebih baik dibanding tahun 1998.

Hingga tahun lalu, ada sekitar 74.4% emiten yang melaporkan kinerja laba bersih positif dan angka-nya semakin tinggi. Hal ini dapat dijadikan referensi bahwa fundamental emiten tidaklah begitu buruk.

Berinvestasi di pasar saham memang membutuhkan kejelian, kesabaran, dan ketekunan. Dengan begitu, maka Anda sebagai investor akan meraih kesuksesaan yang berlimpah.

Memang harus di akui, kondisi pasar saham Indonesia saat ini masih banyak terjadi asimetris informasi, yang membuat investor menjadi kurang teliti dan cermat dalam menganalisa suatu gejolak di pasar.

Namun pada prosesnya, kunci dari keberhasilan di pasar saham tetaplah melihat suatu berlian dari model bisnis dan fundamental perusahaan yang memang bernilai. Meski market sedang bergejolak dan naik turun, jika kita mendapatkan saham dengan kategori tersebut, kita akan tetap tenang dan justru akan terus menambah modal kita di perusahaan tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh Warren Buffet,"We simply attempt to be fearful when others are greedy, and to be greedy only when others are fearful".






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE