Menu

IPO DIVA, Emiten Startups Kelima Di BEI Yang Jadi Incaran Investor

Alia Tarmizi

Tak mudah bagi perusahaan rintisan untuk menjajal lantai pasar saham. Namun, itu tak menyurutkan langkah IPO PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA).

Emiten digital PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk. akhirnya resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meski usianya belum satu abad, emiten dengan sandi DIVA tersebut percaya diri untuk kian berkembang setelah mengantongi dana hasil penawaran umum saham perdana (IPO).

Saat pertama kali diperdagangkan, harga saham DIVA langsung melonjak 13.56% dari harga penawaran perdananya. Emiten ke-614 atau ke-52 pada 2018 tersebut ditawarkan dengan harga Rp2,950 pada saat bookbuilding, dari rentang harga Rp2,800—Rp3,750.

"Kami ingin memberikan ruang pada investor untuk bisa mengeksekusi saham DIVA dengan harga yang baik. Ini karena kami melakukan bookbuilding di saat kondisi pasar sedang rentan," ungkap Komisaris Distribusi Voucher Nusantara, Suryandy Jahja.

Dengan kenaikan 13.56% saat dibuka, harga saham DIVA mencapai Rp3,350. Saat bookbuilding, manajemen pun sebenarnya telah mengantongi kelebihan permintaan sebesar 5.6 kali.

Dengan harga penawaran tersebut, DIVA yang melepas 400 juta saham akan mengantongi Rp632 miliar. Sebesar 55% dana tersebut akan digunakan untuk modal kerja, 40% akan digunakan untuk pengembangan operasi dan teknologi informasi perseroan, sedangkan sisanya untuk operasional perseroan.

Raymond Loho, Direktur Utama Distribusi Voucher Nusantara, menyebut setelah IPO ini DIVA akan kian gencar melakukan pengembangan platform dan infrastruktur. Perseroan fokus pada pengembangan tiga lini digital, yaitu finansial, telekomunikasi, dan pariwisata.

"Kami memiliki visi untuk menjadi perusahaan teknologi yang dapat tumbuh pesat. Dengan memperkuat infrastruktur, kami akan memperluas jaringan bisnis. Visi kami sejalan dengan program pemerintah untuk digitalisasi 8 juta UMKM," kata Raymond.

 

Bisnis UMKM dan Jaringan Internet

Hingga akhir tahun, DIVA menargetkan dapat membentuk ekosistem dengan 18,000 UMKM dari saat ini 17,000 unit. Bisnis perseroan yaitu menyiapkan sistem digital yang akan memudahkan UMKM bertransisi menjadi cashless dan lebih mudah menata keuangannya.

Lini bisnis ini sangat prospektif mengingat pemerintah menargetkan digitalisasi 8 juta UMKM pada 2020. Untuk mencapai target itu, pemerintah menggandeng perusahaan-perusahaan digital dan akselerator seperti DIVA.

DIVA pun telah memiliki fasilitas chat bot digital payment yang memungkinkan individu dapat melakukan pembelian dan pembayaran tagihan seperti voucher pulsa, listrik dan air, serta pembayaran untuk pembelian maskapai.

Baru-baru ini, DIVA juga meluncurkan layanan Intelligent Instant Messaging (IIM) yang memungkinkan pelanggannya membeli paket internet untuk bepergian ke luar negeri. DIVA juga menggandeng sejumlah operator untuk paket bundling internet di luar negeri.

Dengan penetrasi masyarakat cashless yang masih rendah, ambisi pemerintah untuk digitalisasi UMKM, serta tingginya masyarakat yang bepergian ke luar negeri, DIVA sesungguhnya telah memposisikan diri pada titik strategis untuk menggali sumber-sumber pendapatan potensial. Meski telah meningkat cukup tajam, harga saham DIVA masih berpeluang mencapai Rp6,650 pada 2019.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE