Menu

Melihat Lebih Dalam Kinerja Sektor Barang Konsumsi

Aditya Putra

Tepat di bulan ini, umat muslim menjalankan ibadah puasa dan tentunya akan dilanjutkan dengan perayaan hari besar Idul Fitri, iklan-iklan mulai bertebaran di televisi, dari jenis minuman hingga makanan dijajakan di televisi.

Tepat di bulan ini, umat muslim menjalankan ibadah puasa dan tentunya akan dilanjutkan dengan perayaan hari besar Idul Fitri, iklan-iklan mulai bertebaran di televisi, dari jenis minuman hingga makanan dijajakan di televisi. Dari sisi penonton, potensi penonton TV biasa-nya meningkat 8% di bulan Ramadhan (hasil riset Nielsen). Menelisik lebih dalam, perusahaan consumer goods, semisal perusahaan rokok cukup banyak menghabiskan operating expense untuk kegiatan marketing. Adapun untuk brand yang melakukan belanja (spending) terbesar, tercatat Sampoerna Mild dengan spending sekitar Rp 223,8 miliar, diikuti Pond’s Acne Clear Rp 192,8 miliar, Frisian Flag Rp 187,6 miliar, Mie Sedaap Rp 157,8 miliar, dan Dettol Rp 121,7 miliar. Kita tidak akan berbicara banyak mengenai iklan, (karena saya bukan ingin membahas mengenai perusahaan media) melainkan prospek dan kinerja perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam sektor barang konsumsi.



Penurunan Daya Beli Menyurutkan Pertumbuhan Ekonomi

Berbicara angka konsumsi di Indonesia, alangkah baiknya kita pakai grafik pertumbuhan ekonomi untuk lebih memudahkannya, sejak kuartal IV tahun lalu, terlihat jelas penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh melemahnya daya beli konsumen akibat kenaikan inflasi dan lesuhnya bisnis, ditambah lagi rupiah yang terus melemah, jadilah sudah saat ini Indonesia memasuki masa perlambatan ekonomi. Kemarin saya juga baru baca di koran ekonomi untuk melihat daya beli konsumen selama bulan ramadhan ini, dan saya menemukan bahwa stok uang tunai yang disiapkan oleh Bank Indonesia (BI) juga stagnan atau maksimal hanya tumbuh 5.48%, dari lebaran tahun lalu yang mencapai Rp 14.8 triliun. Seretnya kebutuhan dana tunai menjadi indikasi awal bahwa memang ekonomi kita sedang tidak sehat


Kinerja Sektor Barang Konsumsi di 2015

Return (imbal hasil) saham sektor barang konsumsi di pasar modal Indonesia, tidaklah buruk-buruk amat, jika dibandingkan dengan IHSG sebagai aktor utama, sektor barang konsumsi masih dapat bertumbuh positif sebesar 1.11% (year-to-date). Lalu bagaimanakah dengan kinerja emiten/perusahaan di dalamnya? Yuk mari kita lihat…

Sebelumnya, untuk mendapatkan saham-saham yang berkualitas dibutuhkan skill yang cukup tinggi, hasil pengamatan yang jeli baik dari sisi keuangan maupun perubahan industri itu sendiri.. dalam pembahasan kali ini, saya hanya akan menggunakan rasio yang cukup umum dan banyak dikenal oleh praktisi dan masyarakat, yakni operating profit (rasio profitabilitas), yang merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasional-ya, untuk kasus disini saya lebih menyukai penggunaan operating profit setelah menghitung hasil dari kinerja operasionalnya yang berdasarkan beban umum dan administrasi. (seperti diketahui, umumnya sektor konsumsi semisal unilever menggunakan biaya yang cukup besar pada pos marketing expense).


Hasil Kajian

Dari total 30 lebih perusahaan yang tergabung pada sektor barang konsumsi, hanya terdapat 6 perusahaan yang memiliki pertumbuhan OPM di atas 20%, di sisi lain kami juga memasukan pertumbuhan perusahaan berdasarkan laba bersih yang meningkat di atas 20% selama 3(tiga) tahun terakhir dan mendapatkan sedikitnya 7 (tujuh) perusahaan yang mampu bertumbuh di atas 20% dalam 3(tiga) tahun terakhir.

Saham seperti ADES, DLTA, dalam pengamatan kami memiliki hasil laba bersih dan operating profit yang cukup tinggi dan stabil, hal ini dikarenakan perusahaan bergerak di bisnis yang tidak terlalu banyak pesaingnya, ADES (memproduksi air mineral dan minuman ringan) – pesaing utama tentu AQUA, serta DLTA (memproduksi bir). Namun jika ingin berinvestasi di pasar modal kami sarankan tidak, karena saham DLTA saat ini tidak likuid dan memiliki volume yang tidak likuid di pasar. Memang tetap yang terbaik dari sektor ini adalah saham unilever (UNVR), stabil dalam membagikan dividen serta cukup kuat dalam penetrasi bisnis di pasar, serta memilki kinerja OPM yang cukup baik di atas 20%. Secara valuasi saham UNVR memang memiliki PE di atas 50x (premium) , jika anda memang ingin berinvestasi dalam jangka panjang saya sarankan bisa memilih saham ULTJ (PE 32x) dan INDF (PE 17.78x), ULTJ sendiri memiliki pertumbuhan laba bersih yang cukup stabil dan di atas 35% dalam 3 tahun terakhir. Mengingat memang sektor barang konsumsi yang cukup defensive (dividen+capital gain) secara langsung memang cukup berpengaruh dengan valuasi sektoral yang memasuki area premium.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE