Menu

Membedah Potensi IPO Adaro Minerals Indonesia (AMI)

Aditya Putra

Anak usaha Adaro Energy akan segera listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bagaimana kondisi dan prospek perusahaan ini sebenarnya?

Perseroan ini merupakan anak usaha dari Adaro Energy (AE). Sebelum IPO, AE memiliki sekitar 81% kepemilikan di Adaro Minerals Indonesia (AMI). Setelah IPO, kepemilikan AE akan turun menjadi 69.5%.

Struktur Perusahaan

Sumber: Perseroan

 

Kondisi Bisnis

Sebagian besar pendapatan perseroan dan perusahaan anak diperolah dari penjualan batu bara. Pada akhir 2020, permintaan akan batu bara mulai meningkat karena pemulihan ekonomi di beberapa negara di Asia. Pembatasan impor batu bara Australia juga menjadi katalis karena hal ini meningkatkan permintaan China terhadap batu bara dari Indonesia, Rusia, Amerika Serikat, dan Kanada.

AMI saat ini telah mengoperasikan dua PKP2B, yaitu Lahai Coal dan Maruwai Coal. Lahai Coal telah memproduksi batu bara sejak tahun 2015 dan batu bara green coal. Maruwai Coal telah memproduksi batu bara HCC serta green coal sejak tahun 2019. Dalam konteks ini, kami melihat kesadaran berbagai pihak untuk mengurangi emisi karbon yang diwujudkan dalam Perjanjian Paris 2015. Perjanjian tersebut disepakati oleh lebih dari 196 negara pada Konvensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCC) dan akan sangat krusial bagi bisnis perseroan ke depan.

Kesadaran untuk mengurangi emisi gas (decarbonization) menuntut berbagai industri menggunakan dan mengembangkan teknologi energi baru terbarukan (renewable energy) yang lebih ramah lingkungan. Pergeseran penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan akan membuat pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan minyak bumi, gas, dan batu bara sebagai bahan bakar utama menghadapi tantangan dan terancam digantikan di kemudian hari oleh teknologi tersebut, sehingga fokus pada sumber energi terbarukan akan menjadi strong point bagi perseroan.

Sumber: Diolah

Kenaikan utang pada periode Agustus 2021 disebabkan oleh peningkatan aktivitas operasi MC di tahun 2021. Kenaikan juga terlihat di pinjaman pada pihak berelasi di 2021 (Adaro Energy).

Sumber: Diolah

Dari sisi ini, pada Agustus 2021, peningkatan pada pos laba bersih terutama disebabkan oleh kenaikan harga dan volume penjualan MC selama periode berjalan. Selebihnya pada tiga tahun terakhir, perseroan selalu membukukan rugi bersih.

Sumber: Diolah

Pendapatan usaha perseroan dan perusahaan anak sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga, karena batu bara merupakan produk komoditas yang dipengaruhi oleh harga pasar.

Untuk periode delapan bulan yang berakhir pada tanggal 31 Agustus 2021, harga jual rata-rata batu bara sebesar USD143.9 per metrik ton, meningkat sebesar 74.7% dibandingkan harga jual tahun sebelumnya yang sebesar USD82.4 per metrik ton.

Selain itu, volume penjualan batu bara selama delapan bulan 2021 adalah sebanyak 1.43 juta metrik ton, meningkat sebesar 59.3% dibanding volume penjualan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 0.89 juta metrik ton.

Sumber: Perseroan

 

Keunggulan Kompetitif

Perseroan memiliki produk batu bara berkualitas dengan kadar abu dan fosfor yang sangat rendah. Kadar abu yang sangat rendah menguntungkan bagi pelanggan karena mengurangi waste dan emisi karbon dalam proses produksi pig iron atau besi baja.

Diantara proyek greenfield batu bara metalurgi yang certain, probable, dan possible, tambang area Barat milik perusahaan anak KC, SBC, dan JC merupakan salah satu proyek greenfield terbesar di dunia dengan asumsi kapasitas mencapai 10 juta ton per tahun.

Lembaga Pemeringkat MSCI yang mengukur ketahanan perusahaan terhadap risiko jangka panjang, lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social and Governance atau ESG) telah meningkatkan rating PT Adaro Energy Tbk menjadi BB, dengan alasan peningkatan yang signifikan dalam praktik tata kelola. PT Adaro Energy Tbk saat ini sedang mengeksplorasi berbagai cara untuk mencapai netral karbon (net-zero carbon emission).

Peers Comparison

Sumber: Diolah

 

Kesimpulan

Dengan melihat berbagai aspek di atas, kinerja bisnis perseroan baru positif di tahun ini, sebagaimana tercermin dari net profitnya. Penggunaan modal 60% dari dana IPO akan digunakan oleh anak usaha Maruwai Coal (MC) yang memiliki luas lahan setengah kali lebih kecil dari Lahai Coal (LC), namun memiliki cadangan terbukti sekitar 81.2 juta ton, atau hampir 50% dari total cadangan batu bara yang dimiliki AMI.

Di site MC ini, produk yang dikelola termasuk jenis batu bara metalurgi, hard cooking coal (HCC), dan green coal (GC). Untuk diketahui, Batu bara metalurgi dijual ke produsen baja untuk digunakan dalam pembuatan pig iron/baja. Permintaan baja sendiri akan tumbuh sebesar 4.5% pada tahun 2021 ini atau sebesar 1885.4 Mt, melanjutkan pertumbuhan 0.1% yang tercatat di tahun 2020. Pada tahun 2022, permintaan baja diperkirakan terus naik mencapai 2.2% dan menjadi 1896.4 Mt.

Kami menilai AMI telah memiliki jenis batubara green yang menjadi isu besar dalam satu dekade mendatang, khususnya berkaitan dengan ESG dan carbon tax; poin plus untuk AMI di sisi ini. Namun, fluktuatifnya harga batu bara tidak bisa menjadi risiko yang perlu dipertimbangkan, karena hal ini dapat berakibat pada kinerja finansial perseroan ke depan.

Bagi investor, bisa jadi pembagian dividen belum akan terjadi di 2021, melainkan di 2022 atau bahkan 2023. Namun berkaca pada Adaro Energy (AE) yang selalu loyal membagikan dividen, hal itu bisa saja terjadi pada AMI.

Kunjungi juga: Jadwal Dividen Saham

Secara umum, kinerja finansial tidak terlalu mengkilap. Hal ini akan bisa mempengaruhi harga saham perseroan, namun yang jelas diuntungkan ialah AE karena mendapatkan bagian 40% dari dana IPO. Lantas kenapa tidak tetap invest di AE saja dan sedikit masuk di AMI kalau begitu? Sambil menunggu kinerja finansial terus positif dan stabil, maka cicil beli merupakan pilihan yang bijak. Tentu bagi investor butuh waktu lebih untuk bersabar dalam memetik hasilnya.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE