Menu

Ulasan Saham 16 Desember: Implikasi Hasil The Fed Terhadap IHSG

Aditya Putra

Bagaimana IHSG akan bergerak, terutama dengan asumsi kenaikan suku bunga The Fed yang cukup agresif di tahun depan? Lalu, dari sisi teknikal, di level berapakah IHSG akan bertahan?

Technical Story

IHSG terhalang oleh RSI yang sudah jenuh beli (>70%). Di sisi lain, harga bergerak di bawah MA5 dan patut diwaspadai jika garis MA5 memotong ke bawah MA50 maka trend pasar akan bearish (jangka pendek). Penguatan yang terjadi dalam sepekan lalu belum membuat IHSG mampu bertahan di level 5,300, dan saat ini saya melihat justru level 5,200 dijadikan support kuat untuk IHSG.

Seperti yang pernah saya ulas sebelumnya, IHSG akan mencoba bertahan di level support psikologisnya. Namun jika terkoreksi dalam, target akhir tahun di 5,500 memang sangat sulit digapai; level 5,300 adalah target yang cukup masuk akal. Trend mingguan dan bulanan saat ini bullish dan bearish, kesimpulan-nya: IHSG saat ini akan cenderung bergerak sideways.

 

Economy Update

AS: Federal Reserve AS, sesuai dengan perkiraan banyak pihak, menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0.75%. Federal Open Market Committee menaikkan suku bunga dari 0.25%-0.5% menjadi 0.5%-0.75%. Selain dari itu, FOMC juga mengindikasikan akan terjadi lebih banyak kenaikan daripada yang diprediksikan di bulan September lalu. Komite saat ini memperkirakan adanya 3 kenaikan di tahun 2017, dua atau tiga lagi di tahun 2018 dan 3 kali di tahun 2019.


What Market Says

Bank Indonesia mempertahankan BI 7 days repo rate di level 4.75%, sementara seperti kita ketahui The Fed telah menaikkan basis range FFR dari sebelumnya 0.25-0.5 menjadi 0.5-0.75. Di sisi lain, pada tahun depan The Fed juga berencana untuk menaikkan suku bunga-nya 3 kali, dan diharapkan sudah berada di level 1%. Bagaimana dampaknya bagi pasar saham Indonesia?

Pertama, dengan kenaikan suku bunga The Fed, maka akan membuat mata uang negara tersebut menguat dan mendorong capital outflow (net sell di domestik makin tinggi). Implikasinya, rupiah melemah dan likuiditas mengetat. Ini akan menyebabkan koreksi di pasar saham Indonesia. Sementara dengan imbal hasil yang semakin tipis, tentu menjadi resiko untuk pasar modal Indonesia kedepannya.

Yield obligasi AS yang meningkat akan membuat asing menjual sebagian besar aset obligasi di negara yang yield-nya cenderung tetap atau menurun. Dengan potensi imbal hasil yield yang meningkat hal ini dikhawatirkan akan menggangu stabilitas likuiditas di pasar uang, dan resiko-nya tentu saja rupiah yang akan semakin melemah. Efek pelemahan rupiah akan memicu inflasi dan biaya operasional perusahaan yang meningkat dan pada akhirnya laba perusahaan akan turun. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) cukup sulit untuk menaikkan dan menurunkan suku bunga karena harus melihat kondisi ekonomi terkini, sedangkan penurunan suku bunga tidak serta merta membuat pertumbuhan kredit melesat.

Untuk saat ini kenaikan FFR sudah di price-in oleh pasar saham. Namun untuk outlook kedepannya masih suram, karena potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terhalang oleh kebijakan moneter yang hawkish.






KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE