EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,328.78/oz   |   Silver 27.41/oz   |   Wall Street 37,921.83   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 4 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 11 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 11 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 11 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 11 jam lalu, #Saham AS

Gara-Gara Kondominium dan Residensial, Pendapatan Ciputra Property Turun

Penulis

Sepanjang tahun 2013, Rupiah mengalami pelemahan hingga 26%. Situasi ini membuat bank sentral Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan. Properti menjadi sektor yang paling terkena imbas dari kebijakan bank sentral yang diterapkan tersebut, salah satunya adalah Ciputra Property (kode saham CTRP).

Tahun 2013 mungkin saja menjadi tahun awal perekonomian negara berkembang ikut terkena imbas dari pelemahan ekonomi dunia. Seperti yang diketahui bahwa, sepanjang tahun 2013, situasi perekonomian di Eropa masih dalam upaya melepaskan diri dari krisis. Disamping itu, ditahun tersebut Bank Sentral Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan pengetatan stimulus moneter. Kebijakan tersebut membuat modal asing yang sebelumnya masuk ke negara-negara berkembang, keluar kembali ke negara-negara asal mereka. Inilah yang kemudian menyebabkan perekonomian negara-negara berkembang mengalami guncangan, yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sepanjang tahun 2013, Rupiah mengalami pelemahan hingga 26%. Situasi ini membuat bank sentral Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan. Ditariknya modal asing dan kenaikkan suku bunga acuan inilah yang membuat investasi domestik mengalami hambatan, termasuk investasi dibidang properti.

Properti menjadi sektor yang paling terkena imbas dari kebijakan bank sentral yang diterapkan tersebut. Apalagi BI juga mengeluarkan kebijakan besaran kredit atau Loan to Value (LTV) secara lebih ketat. Sehingga, daya beli terhadap produk properti sedikit terkoreksi.

Pamor Kondominium Dan Residensial Turun

Laporan keuangan Semester pertama tahun 2014 yang dikeluarkan Ciputra Property (Kode saham: CTRP) sedikit memberikan gambaran bahwa daya beli produk properti mengalami penurunan. Seperti yang diketahui, bahwa pendapatan Group Ciputra ini ditopang dari hasil penjualan perkantoran, pusat niaga, penjualan kondominium dan residensial, hotel dan sewa perkantoran. Secara keseluruhan, kinerja selama satu semester ini mengalami penurunan. Tercatat, pendapatan perseroan mengalami penurunan sebesar 18% dari tahun sebelumnya dengan periode yang sama. Dengan turunnya pendapatan tersebut, laba perseroan pun ikut tergerus 49%.

Ciputra
Namun menariknya, penurunan pendapatan perseroan lebih disebabkan dari turunnya hasil penjualan kondominium dan residensial. Sedangkan segmen usaha perseroan lainnya mengalami pertumbuhan. Tercatat, perseroan hanya mampu menghasilkan 120 M dari hasil penjualan kondominium dan residensial. Sedangkan, di semester pertama tahun sebelumnya, perseroan mampu menghasilkan 423 M. Penjualan kondominium dan residensial turun 72% inilah yang membuat pendapatan perseroan ikut tergerus.

Penjualan Residensial dan Kondominium perseroan memiliki kontribusi sebesar 41% dari total pendapatan perseroan di tahun 2013. Sedangkan, dari segmen usaha yang lain, misalkan penjualan perkantoran yang memiliki kontribusi sebesar 23%, pusat niaga 24%, hotel 10%, dan sewa perkantoran 2%.

Perkantoran Berkontribusi Signifikan

Meskipun pendapatan perseroan turun, namun sejak dimulainya operasional Ciputra World 1 Jakarta tahun 2013, perseroan mengalami penambahan pendapatan, yaitu dari penjualan perkantoran, sewa perkantoran dan pusat niaga. Sebelumnya, perseroan hanya mengandalkan penjualan kondominium dan residensial, pusat niaga dan hotel. Sehingga, dengan penambahan pendapatan ini, perseroan makin memperbesar porsi pendapatan berulangnya.

Pendapatan dari penjualan perkantoran mengalami kenaikan sepanjang semester pertama tahun ini. Begitu pula dengan sewa perkantoran dimana sepanjang semester pertama tahun 2014 ini, sewa perkantoran mendistribusikan sebanyak 48 M, atau lebih tinggi dari tahun 2013 yaitu sebesar 33 M.

Proyek Ciputra World 1 Jakarta mulai memberikan kontribusi terhadap pendapatan perseroan. Apalagi proyek ciputra world 2 jakarta juga mencapai kemajuan pembangunan yang cukup signifikan. Sementara itu, proyek Ciputra Internasional telah selesai dalam tahap desain dan memperoleh izin tahap awal. Pembangunan 4 buah hotel yang tengah dalam penyelesaian tahap konstruksi pun diharapkan akan segera beroperasi. Dengan demikian, portofolio bisnis perseroan akan semakin bertambah. Dan, ini akan menjadi kontribusi bagi perusahaan yang cukup signifikan.

Peluang dan tantangan bisnis properti kedepan akan semakin berat. Apalagi, perekonomian domestik semakin menunjukan pelemahannya dan Bank sentral Indonesia masih mempertahankan kebijakan suku bunga yang tinggi. Kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan kebijakan LTV juga menyebabkan pertumbuhan daya beli properti tertekan. Namun, apabila pendapatan berulang perseroan semakin memberikan kontribusi, fundamental usaha perseroan akan semakin kuat.

Arsip Analisa By : Royan Aziz
192838
Penulis

Alumni jurusan Manajemen Universitas Negeri Semarang yang aktif di bidang saham sejak masa kuliah. Royan berfokus pada analisa fundamental dalam memilih investasi potensial, khususnya valuasi emiten.