EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.850   |   GBP/USD 1.237   |   AUD/USD 0.645   |   Gold 2,323.59/oz   |   Silver 27.29/oz   |   Wall Street 38,406.42   |   Nasdaq 15,696.64   |   IDX 7,174.53   |   Bitcoin 66,837.68   |   Ethereum 3,201.65   |   Litecoin 85.47   |   USD/CAD pertahankan pemulihan moderat, tetap di bawah level 1.3700 Jelang data AS, 9 jam lalu, #Forex Teknikal   |   NZD/USD menembus ke segitiga simetris, naik ke dekat level 0.5950, 9 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Bank Indonesia menaikkan suku bunga bulan April ke 6.25%, 9 jam lalu, #Forex Fundamental   |   USD/CHF bertahan stabil di sekitar 0.9150, sejalan dengan level tertinggi enam bulan, 9 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Dow Jones Industrial Average naik 0.69% menjadi 38,503. Indeks S&P 500 naik 1.20% menjadi 5,070. Nasdaq Composite naik 1.59% menjadi 15,696, 15 jam lalu, #Saham AS   |   PT Bumi Resources Tbk (BUMI) membukukan kenaikan laba bersih, mengantongi pendapatan senilai $311.01 juta hingga Maret 2024, 15 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA) mencetak pendapatan sebesar Rp994.15 miliar dengan laba bersih Rp129.11 miliar, 15 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) menyiapkan dana Rp800 miliar yang bersumber dari kas internal untuk mengeksekusi rencana buyback 396.50 juta saham, 15 jam lalu, #Saham Indonesia

Pasokan Masih Berlebihan, Reli Harga Minyak Meragukan

Penulis

Kondisi pasar minyak masih sangat tidak menentu, dan reli harga minyak yang berlangsung selama beberapa waktu terakhir belum merubah fakta itu. Malah, sebagian analis memperkirakan reli bakal berumur pendek, alias harga minyak akan kembali merosot.

Kondisi pasar minyak masih sangat tidak menentu, dan reli harga minyak yang berlangsung selama beberapa waktu terakhir belum merubah fakta itu. Malah, sebagian analis memperkirakan reli bakal berumur pendek, alias harga minyak akan kembali merosot.

ilustrasi

 

Reli Berumur Pendek

Beberapa pekan yang lalu, minyak nampaknya sudah menyentuh level harga terendahnya. Karenanya, setelah harga 'nyemplung' sedikit dibawah 40 USD per barel, spekulator mulai ambil posisi bullish terhadap minyak, dan harga pun beranjak naik pada bulan September. Seiring dengan makin banyak data muncul yang mengindikasikan perlambatan produksi minyak AS, pasar makin percaya diri kalau 'rebound' sudah tiba.

Apalagi, ada beberapa faktor eksternal lain yang seakan berkonspirasi mendorong harga minyak naik. Perkiraan bahwa the Fed akan menunda kenaikan suku bunga-nya, membuat Dolar AS melemah dan mendorong harga minyak. Sedangkan serangan udara Rusia di Syria membawa prospek konflik geopolitik kembali ke pantauan pelaku pasar.

Ditunjang oleh faktor-faktor tersebut, harga minyak melejit. Pada 9 Oktober, WTI yang jadi patokan harga minyak AS meloncat diatas 50 USD per barel untuk pertama kalinya dalam tiga bulan. Minyak Brent pun akhirnya diperdagangkan diatas 53 USD per barel.

Namun demikian, gain sebesar lebih dari 10 persen hanya dalam beberapa hari, dipandang terlalu besar dan terlalu cepat. Harga pun balik jatuh lagi di awal pekan ini. Salah satu faktor fundamental yang menyebabkannya adalah karena oversupply, atau kelebihan pasokan, masih berlangsung.

 

Masih Berusaha Mencapai Keseimbangan

Beberapa faktor mengingatkan kita bahwa bisa jadi masih butuh setahun lagi atau lebih untuk menghabiskan kelebihan pasokan di pasar minyak. Supply dan demand akan terus bergerak, dan proses untuk mencapai harga keseimbangan masih berlanjut.

Laporan bulanan OPEC untuk bulan Oktober kembali mencatat peningkatan produksi sebesar lebih dari 100 ribu barel per hari. Data itu secara otomatis mengimbangi surutnya produksi minyak AS.

Sementara laporan bulanan International Energy Agency (IEA) untuk bulan Oktober tidak menyebutkan banyak perubahan dibanding bulan lalu. Bahkan, lembaga yang berbasis di Paris itu masih memperkirakan kelebihan pasokan untuk berlangsung hingga 2016. Sebabnya: pertumbuhan konsumsi kemungkinan masih melambat, padahal Iran bisa jadi akan meluncurkan minyak produksinya ke pasar dunia tahun depan. Hal ini membuat pasar perlu lebih banyak waktu untuk menyeimbangkan supply dan demand.

Kondisi tidak menentu ini pun membuat para analis berbeda pendapat dalam memperkirakan bagaimana nasib minyak di tahun 2016 kelak. Analis dari konglomerasi finansial kawakan dunia seperti Goldman Sachs, Deutsche Bank, dan Citigroup memperingatkan bahwa masih ada risiko harga minyak jatuh lebih rendah lagi. Meski begitu, CEO dari perusahaan minyak Belanda Royal Dutch Shell memprediksi ada rebound. UBS, perusahaan finansial asal Swiss, juga berpendapat serupa dengan memproyeksikan kenaikan hingga 70 USD pada tahun depan.


Sumber:

  • "Midweek Sector Update: Not Everyone Is Convinced By The Current Oil Price Rally" oleh Evan Kelly di OilPrice.com
  • "Current Oil Price Rally Will Fizzle Out Say Analysts" oleh Nick Cunningham di OilPrice.com

 

Arsip Analisa By : Aisha
250056
Penulis

Aisha telah melanglang buana di dunia perbrokeran selama nyaris 10 tahun sebagai Copywriter. Saat ini aktif sebagai trader sekaligus penulis paruh waktu di Seputarforex, secara khusus membahas topik-topik seputar broker dan layanan trading terkini.