EUR/USD 1.081   |   USD/JPY 151.210   |   GBP/USD 1.264   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,222.50/oz   |   Silver 25.10/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 70,744.95   |   Ethereum 3,561.29   |   Litecoin 94.22   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 15 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 15 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 15 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 16 jam lalu, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 22 jam lalu, #Saham Indonesia

Potensi Resiko Ekonomi Global Meningkat, Dimana Posisi Indonesia?

Penulis

Perekonomian global diprediksi hanya akan tumbuh sebesar 2.9% pada tahun depan, sementara ekonomi emerging markets juga mengalami kenaikan resiko hutang terhadap PDB yang cukup masif, lalu bagaimana dengan posisi Indonesia sendiri?

Sekedar update: Kamis (12/11) lalu, International Monetary Fund (IMF) sebagai lembaga finansial dunia telah mewanti-wanti mengenai perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang sedang dan akan terjadi ke-depannya. Sementara majalah The Economist (13/11) menjelaskan bagaimana emerging markets tengah mengalami kondisi kenaikan tingkat hutang terhadap PDB atau debt to GDP ratio di atas 195% atau melonjak 40% sejak tahun 2009 lalu di level 150% (level yang mesti diwaspadai). Sebagai contoh, China sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia mengalami kenaikan utang terhadap PDB 50% lebih dalam empat tahun terakhir. Hampir 10 tahun berlalu sejak Amerika Serikat (AS) mengalami krisis kredit finansial, 5 tahun berlalu sejak Yunani pertama kalinya default, saat ini giliran emerging markets memasuki babak baru krisis finansial.

Potensi Resiko Ekonomi Global Meningkat, Dimana

Ada beberapa negara yang masuk kategori satu (zona darurat), yakni: Korea Selatan, Singapura dan China, Kategori dua yakni; Brazil, Malaysia dan Turki. Ke-semuanya itu gabungan dari permasalahan defisit neraca perdagangan, inflasi tinggi, serta depresiasi nilai tukar yang tengah terjadi belakangan ini.

Sementara IMF memandang saat ini, perekonomian global tengah menghadapi 3 (tiga) permasalahan utama; suku bunga The Fed, penurunan harga komoditas dunia dan perlambatan ekonomi China.

Dimana posisi Indonesia? Sebenanya posisi Indonesia di tengah-tengah, saat ini kita tetap mencatatkan pertumbuhan tahunan di atas 4% namun terjebak oleh instabilitas politik dan ekonomi melalui tersendatnya dana pembangunan infrastruktur, sementara untuk posisi debt to GDP ratio kita masih di level 26% saat ini (relatif aman)

Bagaimana untuk mempertahankan posisi? Indonesia membutuhkan pasar untuk mendorong ekspor, soal pemasukan dari komoditas kita lupakan dulu, begitupula dari jasa, maka satu-satunya peluang yang bisa dilakukan oleh Indonesia saat ini dan kedepannya adalah tetap memperkuat pembangunan infrastruktur dengan memberikan return yang kompettif agar investor asing dapat tetap tertarik menempatkan modalnya di Indonesia, selain itu tentunya stabilitas politik juga patut terus dijaga.

Tabel Posisi Hutang Pemerintah Terhadap PDB

Potensi Resiko Ekonomi Global Meningkat, Dimana


Grafik Aliran Modal Asing di Pasar Reguler

Potensi Resiko Ekonomi Global Meningkat, Dimana

Sebenarnya asing sudah mulai keluar dari pasar saham Indonesia, terlihat sejak bulan Oktober-November asing terus mencatatkan posisi net sell (jual bersih), resiko ekonomi domestik yang meningkat dan imbal hasil pasar saham yang menurun, membuat asing mengalihkan dana-nya dari Indonesia ke luar. Secara umum investor asing lebih banyak antisipasi dan hold untuk masuk ke pasar saham Indonesia, dengan minimnya aliran dana, otomatis pasar saham juga sulit untuk melaju kencang. Ditambah dengan analisa IMF dan The Economist terkait kerentanan ekonomi dunia saat ini.

Grafik IHSG Vs Dow Jones

Potensi Resiko Ekonomi Global Meningkat, Dimana

Kenaikan suku bunga The Fed yang telah menjadi spekulasi selama tahunan, membuat dow jones terhempas, begitu pula dengan IHSG, namun penurunan indeks Dow Jones masih lebih kecil dibandingkan dengan IHSG. Dari sini terlihat bahwa kenaikan suku bunga The Fed tidak menyebabkan indeks Dow Jones tertekan terlalu jauh, karena fundamental ekonomi AS menuju perbaikan. Sedangkan di Indonesia, pelemahan IHSG bukan saja disebabkan oleh kecemasan kenaikan suku bunga The Fed namun secara fundamental ekonomi kita tengah bermasalah dan itu yang menyebabkan indeks kita turun jauh.

Data non-farm payroll (NPF) yang membaik di AS, membuat skala kenaikan suku bunga The Fed menguat, perlahan IHSG tertahan di level 4,500 selama akhir bulan lalu dan awal bulan ini dan sulit untuk meningkat. Jika menghitung dana asing yang keluar dan bobot resiko maka pelemahan indeks masih akan terjadi dan mendekati level 4,200-an jika memang benar-benar The Fed melakukan penyesuaian suku bunga acuannya. Memang posisi terbaik saat ini bagi investor adalah tetap mempertahankan portofolio di sektor-sektor unggulan seperti barang konsumsi dan infrastruktur hingga akhir tahun jika anda memang ingin tetap ber-investasi di pasar saham.


Grafik Indeks Consumer Vs IHSG Vs Indeks Infrastruktur

Potensi Resiko Ekonomi Global Meningkat, Dimana

Arsip Analisa By : Aditya Putra
253462
Penulis

Aditya Putra telah aktif di dunia saham selama lebih dari 6 tahun dan hingga saat ini masih menjadi seorang Equity Analyst di perusahaan sekuritas. Aditya menyukai Value Investing, selalu berhasrat menemukan Hidden Gems di saham-saham Small Caps Indonesia, dan terus mengamati saham-saham yang salah harga.