EUR/USD 1.065   |   USD/JPY 154.410   |   GBP/USD 1.244   |   AUD/USD 0.642   |   Gold 2,382.71/oz   |   Silver 28.27/oz   |   Wall Street 37,775.38   |   Nasdaq 15,601.50   |   IDX 7,087.32   |   Bitcoin 63,512.75   |   Ethereum 3,066.03   |   Litecoin 80.80   |   XAU/USD bullish efek masih berlanjutnya tensi konflik Israel-Iran, 3 jam lalu, #Emas Fundamental   |   Pasar bergerak dalam mode risk-off di tengah berita utama mengenai serangan Israel ke Iran, 3 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Poundsterling menemukan area support, meskipun sentimen risk-off membuat bias penurunan tetap terjaga, 3 jam lalu, #Forex Fundamental   |   GBP/JPY bertahan di bawah level 192.00 setelah data penjualan ritel Inggris, 3 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) mencatat jumlah pengunjung saat libur lebaran 2024 ini mencapai 432,700 orang, 9 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.2% menjadi 5,039, sementara Nasdaq 100 turun 0.4% menjadi 17,484 pada pukul 20:09 ET (00:09 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 37,950, 9 jam lalu, #Saham AS   |   Netflix turun hampir 5% dalam perdagangan aftermarket setelah prospek pendapatannya pada kuartal kedua meleset dari estimasi, 9 jam lalu, #Saham AS   |   Apple menghapus WhatsApp dan Threads milik Meta Platforms (NASDAQ:META) dari App Store di Cina pada hari Jumat setelah diperintahkan oleh pemerintah Cina, 10 jam lalu, #Saham AS

Tak Ada Kejutan Dari OPEC, Harga Minyak Berpotensi Turun Lagi

Penulis

Sesuai dugaan para analis, rapat OPEC pekan lalu memutuskan untuk tidak merubah target produksinya. Menyusul putusan itu, harga minyak sedikit menurun; tetapi karena pasar sudah memperhitungkan keputusan tersebut, reaksi spontan tidak terlalu signifikan. Namun demikian, pasca rapat tersebut, perhatian pasar masih berpusat pada OPEC dan pesaing pasar utamanya, AS.

Sesuai dugaan para analis, rapat OPEC pekan lalu memutuskan untuk tidak merubah target produksinya. Menyusul putusan itu, harga minyak sedikit menurun; tetapi karena pasar sudah memperhitungkan keputusan tersebut, reaksi spontan tidak terlalu signifikan. Namun demikian, pasca rapat tersebut, perhatian pasar masih berpusat pada OPEC dan pesaing pasar utamanya, AS.

 

ilustrasi



OPEC Bergeming

Para pejabat OPEC mengklaim bahwa strateginya untuk mempertahankan pangsa pasar telah berhasil menekan produksi minyak shale AS dan memaksa AS mengurangi jumlah kilang minyak-nya (rig count). Mereka juga berharap situasi ini akan terus berlanjut seiring dengan terseimbangkannya pasar minyak dalam beberapa bulan kedepan. Acuan harga minyak Brent telah rebound dari level rendah, melompat dari pertengahan 40 USD per barel ke lebih dari 60 USD, dan menurut mereka itu bukan karena campur tangan OPEC, melainkan upaya pasar untuk menyeimbangkan diri yang akan mendorong kenaikan harga sementara kartel minyak dunia ini tetap menggenggam teguh pangsa pasarnya.


Menyusul keputusan OPEC ini, sejumlah analis menilai harga minyak bisa menurun lagi. Menurut Arthur Berman sebagaimana ditulisnya di OilPrice.com, harga minyak bisa jatuh ke kisaran 50 USD per barel karena tidak ada alasan jelas dibalik reli yang berlangsung sejak mencapai level rendah 46 Dolar AS di bulan Januari. Menurutnya, limpahan minyak di pasar saat ini ditopang oleh peningkatan produksi minyak AS dan Kanada sejak Januari 2008, sementara produksi minyak OPEC hingga pertengahan 2014 cenderung flat. Ini berarti, satu-satunya cara bagi OPEC untuk meningkatkan pangsa pasarnya adalah dengan mempertahankan produksi minyak dengan harga rendah hingga setidaknya enam bulan ke depan.


Sejumlah catatan lain dari rapat OPEC pekan lalu juga menjadi perhatian publik, diantaranya soal minyak Iran dan akan bergabung laginya Indonesia. Menurut Evan Kelly dari OilPrice.com, suara Iran kurang didengar di forum tersebut. Mengingat sanksi Barat terhadap Iran terkait masalah nuklir akan segera dicabut, maka Iran telah bersiap-siap untuk memasarkan lagi minyaknya ke pasar Dunia. Oleh karena itu, Iran meminta agar OPEC memperhitungkan peningkatan output negaranya yang akan berkisar antara 400,000 barel per hari dalam beberapa bulan mendatang hingga 1 juta barel per hari mulai tahun depan. Situasi ini akan membutuhkan penyesuaian kebijakan oleh OPEC.


Sementara itu, Indonesia yang telah menjadi importir netto dan berhenti dari keanggotaan OPEC sejak 2008 kini berkehendak untuk kembali bergabung dengan kartel minyak tersebut. Dalam rapat OPEC yang lalu, nampaknya keinginan Indonesia itu mendapatkan dukungan dari Arab Saudi, meski anggota OPEC biasanya adalah eksportir netto minyak, bukan importir.

 

Fracking Tidak Berbahaya?

Terlepas dari isu-isu tersebut, headline berita industri minyak hari ini adalah sebuah hasil studi di AS tentang efek fracking terhadap kontaminasi air tanah. Sebagaimana diketahui, fracking merupakan suatu metode untuk mengebor sumur dengan menginjeksi cairan dengan tekanan tinggi ke formasi bebatuan di dalam bumi dimana gas dan minyak tersimpan dalam jumlah besar, dengan tujuan agar gas dan minyak tersebut mengalir dengan lebih mudah. Metode ini populer di AS untuk mendapatkan minyak dan gas shale. Namun demikian, banyak pihak mengkhawatirkan dampak lingkungan dari pergeseran bebatuan yang diakibatkan maupun cairan kimia yang digunakannya.


Hasil penelitian terbaru yang dirilis Environmental Protection Agency (EPA) AS ini mengklaim bahwa meski ada kasus-kasus dimana terjadi kontaminasi air tanah akibat zat kimia yang digunakan dalam proses fracking, tetapi tidak ada bukti polusi sistemik yang meluas akibat fracking. Menurut Kelly, laporan ini bisa menjadi amunisi bagi para pendukung fracking di wilayah-wilayah yang kaya minyak tetapi menentang fracking seperti di Texas, Kalifornia, Pennsylvania, dan Ohio.


Dalam aspek teknologi juga dilaporkan bahwa sebuah teknologi yang dapat mengeksplor energi dalam jumlah luar biasa besar baru saja ditemukan di Estonia. Teknologi baru ini membuka peluang untuk mengeksplorasi lebih banyak cadangan minyak dunia daripada yang telah diketahui selama ini. Kabarnya, teknologi ini telah direncanakan akan diekspor untuk pertama kalinya ke Yordania.

 

Dengan melihat perkembangan-perkembangan terbaru di sektor perminyakan diatas, maka ada cukup alasan untuk menimbang bahwa harga minyak belum akan menukik dalam waktu dekat. Rebound minyak sejak awal tahun 2015 ini masih kekurangan dukungan untuk reli lebih jauh. Sebaliknya, banyak faktor mengarah pada kemungkinan surplus produksi minyak dalam periode yang lebih lama di masa depan.


-------
Diadaptasi dari artikel "This Week In Energy: No Surprises From OPEC" oleh Evan Kelly dan "OPEC Set To Play The Waiting Game" oleh Arthur Berman

 

Arsip Analisa By : Aisha
235633
Penulis

Aisha telah melanglang buana di dunia perbrokeran selama nyaris 10 tahun sebagai Copywriter. Saat ini aktif sebagai trader sekaligus penulis paruh waktu di Seputarforex, secara khusus membahas topik-topik seputar broker dan layanan trading terkini.