Mata uang Yen Jepang mempertahankan penguatan terhadap mata uang mayor lain pada perdagangan hari Kamis (15/Agustus) pagi, setelah menguat cukup signifikan pada sesi perdagangan sebelumnya. Penguatan Yen ini didukung oleh tingginya kekhawatiran di kalangan pelaku pasar terhadap risiko resesi ekonomi global akibat perang dagang.
Pada saat berita ini ditulis, pair USD/JPY berada di level 105.93, berada tidak jauh dari harga Open harian. Pada sesi sebelumnya, Yen memang mampu membalik penguatan Dolar AS yang terjadi setelah pengumuman AS mengenai penundaan tarif 10 persen atas sejumlah barang China.
Yen Jepang juga terpantau menguat signifikan versus Euro, tercermin pada pergerakan pair EUR/JPY yang saat ini berada di dekat level terendah sejak bulan April 2017. Di samping itu, pair GBP/JPY telah melemah 1.87 persen dalam dua pekan terakhir. Gejolak Brexit masih terus menekan Sterling, sehingga cukup beralasan apabila investor mengalihkan dananya menuju aset safe haven seperti Yen.
Inversi Kurva Yield AS Kembali Terbentuk
Satu lagi faktor yang mendukung penguatan aset safe haven seperti Emas dan mata uang Yen adalah terbentuknya Inversi Kurva Yield Obligasi AS bertenor 2-tahun (US02Y) dan 10-tahun (US10Y). Inversi ini merupakan yang pertama kalinya dalam 12 tahun. Terakhir kali terjadi, inversi kurva US02Y dan US10Y terbentuk pada tahun 2007, hanya beberapa bulan sebelum krisis ekonomi global melanda.
Inversi Kurva Yield Obligasi seringkali dijadikan alarm yang menunjukkan peringatan dini terhadap potensi terjadinya resesi. Probabilitas ini cukup tinggi dan telah teruji dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir.
"Ketika Volatilitas naik, USD/JPY menjadi sangat berkorelasi dengan US Yields Treasury, sehingga saya memprediksi pasangan mata uang ini memiliki banyak ruang untuk kembali jatuh lebih dalam," kata Junichi Ishikawa, ahli strategi FX senior IG Securities di Tokyo.
Ishikawa kembali menambahkan, "Saya melihat aset safe haven lainnya juga akan meningkat di tengah suramnya sentimen pasar global akibat data China yang memburuk karena perang dagang."