iklan | iklan |
Bank Sentral Jepang (BoJ), sebelum awal tahun 2016, dikenal sebagai bank sentral yang kalem dan selalu berpandangan optimis bisa mencapai target inflasi 2 persen demi mengentaskan negara dari deflasi berkepanjangan, meski realitanya, CPI Jepang sulit sekali naik.
Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk bulan Desember saja hanya naik 1.0 persen dalam basis bulanan, di bawah prediksi 2.0 persen, serta merosot 4.4 persen dalam basis tahunan dibandingkan eskpektasi penurunan 2.4 persen. Sementara itu, CPI Inti Jepang tidak berubah di kisaran 0.1 pada bulan Desember 2015.
BoJ juga tak terlalu sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berpotensi mengejutkan pasar. Akibatnya, para analis dan pengamat pasar pun terlena dengan memprediksi bahwa dalam rapat kebijakan moneter BoJ Januari 2016, bank sentral tersebut diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan longgarnya dan tak memberi tambahan stimulus.
Namun, Jumat 29 Januari 2016 menjadi hari bersejarah bagi Bank Sentral Jepang, Gubernur Haruhiko Kuroda memang tidak menambah jumlah penggelontoran stimulus, akan tetapi, ia dan rekan-rekannya memutuskan untuk mencari cara lain dalam menggeliatkan inflasi konsumen Jepang, yakni dengan cara mengadopsi penerapan suku bunga negatif.
Dengan demikian, "resmi"-lah bank sentral ini bergabung ke dalam "klub bank sentral bersuku bunga negatif" menyusul Bank Sentral Eropa (ECB). Pasar pun tersentak. USD/JPY langsung reli hingga 2 persen dari level 118-an ke level 121-an setelah pengumuman kebijakan.
Di balik keputusan ini, ada 3 Fakta tentang Suku Bunga Negatif Bank Sentral Jepang.
1. Bank Sentral Mayor Kedua Yang Mengadopsi Suku Bunga Negatif
Kebijakan suku bunga negatif mengantarkan Bank Sentral Jepang menjadi bank sentral mayor kedua setelah ECB yang bereksperimen menggunakan suku bunga negatif. Alasannya, suku bunga negatif merupakan penalti yang dipandang suku efektif bagi bank-bank komersial yang kurang agresif dalam meminjamkan uang mereka.
Sebenarnya, bank-bank sentral lain di Eropa juga ada yang sudah pernah menerapkan kebijakan ini, Bank Sentral Swiss (SNB) misalnya, tercatat mematok suku bunga negatif akibat tumpahnya likuiditas di bank-bank Swiss akibat krisis Rusia yang menghancurkan Rubel dan membuat investor memindahkan dananya ke Swiss. Bank Sentral Swedia dan Bank Sentral Denmark pun turut mengisi jajaran bank sentral yang pernah menegatifkan suku bunga.
Bank-bank sentral dengan suku bunga negatif
Pengertian Suku Bunga Negatif Bank Sentral
Suku bunga negatif diterapkan dengan tujuan agar bank-bank komersial enggan menyimpan uangnya di bank sentral, karena bukannya mendapat bunga, namun simpanan mereka malah akan berkurang. Sehingga, suku bunga negatif ini dapat memacu bank-bank agar mengedarkan uang mereka ke masyarakat melalui program kredit. Suku bunga Jepang saat ini minus 0.1 persen.
2. Suku Bunga Negatif BoJ Bisa Saja Dinegatifkan Lagi
Dalam pernyataan resminya, Bank Sentral Jepang bahkan menyebutkan kemungkinan memotong suku bunganya lebih dalam lagi apabila memang diperlukan. Hal ini memang mungkin, jika bercermin kepada bank-bank sentral bersuku bunga negatif lainnya, suku bunga negatif 0.1 BoJ masih terbilang tinggi. Suku bunga negatif Swiss minus 0.75 persen, suku bunga Swedia -1.1 persen, dan suku bunga Denmark 0.65 persen.
Lambatnya pertumbuhan ekonomi China turut menjadi sorotan BoJ. "Pasar finansial global masih sangat volatil akibat masih lemahnya harga minyak, negara-negara berkembang juga masih dilanda ketidakpastian ekonomi, utamanya perekonomian China, yang dapat mempengaruhi sektor ekspor komoditas," tulis BoJ dalam rilis pers-nya.
3. Kebijakan Moneter Jepang Yang Paling Kontradiktif
Dewan BoJ menghasilkan selisih suara yang cukup tajam dalam memutuskan suku bunga negatif ini, dengan hasil 5:4. Hal ini mengindikasikan bahwa ada keengganan yang tersirat dari para pejabat bank untuk mengaplikasikan kebijakan yang baru untuk mengatur sistem moneter mereka.
Takahide Kiuchi, Sayuri Shirai, Koji Ishida, dan Takehiro Sato adalah 4 suara yang kontra pada kebijakan bank sentral kali ini. Menurut mereka, suku bunga negatif dapat membahayakan sistem perbankan dan bahkan dapat menyebabkan penurunan yang tajam dalam pendapatan perusahaan-perusahaan di Jepang. Di samping itu, mereka juga mengaku sangsi kebijakan ini akan efek yang signifikan pada bank-bank komersial untuk menggelontorkan uangnya ke kredit.
Hal ini menandai perubahan "rezim" pemikiran bank sentral Jepang. Menurut ekonom UBS Securities di Tokyo, Daiju Aoki, kebijakan moneter Jepang ini menandai perubahan pola pikir BoJ karena mereka sudah berani menggunakan suku bunga negatif.
Komentar : 1