EUR/USD 1.081   |   USD/JPY 151.210   |   GBP/USD 1.264   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,210.98/oz   |   Silver 24.99/oz   |   Wall Street 39,771.66   |   Nasdaq 16,401.21   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 69,455.34   |   Ethereum 3,500.12   |   Litecoin 93.68   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 6 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 6 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 6 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 6 jam lalu, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 13 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 13 jam lalu, #Saham Indonesia

7 Perang Dagang Yang Melibatkan Amerika Serikat

Penulis

Perang dagang Amerika Serikat dengan China dan Meksiko yang sedang memanas saat ini menimbulkan tanya, apakah sebelumnya AS juga pernah terlibat perang dagang?

Perang dagang Amerika Serikat dengan China dan negara lain di era kepemimpinan Donald Trump, bukanlah yang pertama kalinya terjadi. Sepanjang sejarah negara adidaya tersebut, sekurang-kurangnya telah terjadi tujuh perang dagang yang melibatkan AS. Konsekuensinya pun beragam. Ada yang berujung pada revolusi, tapi ada pula yang gagal total sehingga harus dibatalkan. Berikut ini adalah 7 perang dagang Amerika Serikat yang pernah terjadi sebelum konflik tarif impor dengan China.

 

1. Pesta Teh Boston (1773)

Pihak Terlibat: Koloni Amerika, Parlemen Inggris.
Objek Perang: Teh.

Boston_Tea_Party

Saat itu, rakyat kolonial Amerika masih di bawah jajahan Inggris. Mereka memprotes keras Tea Act yang diberlakukan Inggris pada tahun 1773. Pasalnya, Undang-Undang tersebut memberi hak kepada perusaahan East India Company (EIC) milik Inggris, untuk mengekspor teh langsung ke koloni Amerika tanpa harus membayar pajak. Namun sebaliknya, para pedagang koloni Amerika justru masih terkena pajak penjualan teh.

Artinya, EIC punya peluang besar untuk menjual teh dengan harga lebih murah daripada teh pedagang koloni. Rakyat koloni Amerika tentu terancam merugi. Oleh sebab itu, mereka memboikot teh EIC dan mencegat tiga kapal pengangkut teh yang berlabuh di Wharf Griffin, Boston. Massa protes terdiri dari serombongan laki-laki berdandan Mohawk yang membajak kapal dan membuang 342 peti berisi teh ke laut.

 

Konsekuensi Pesta Teh Boston

Parlemen Inggris dan King George III memberlakukan Undang-Undang Paksaan (Coercive Acts) yang mengharuskan Pelabuhan Boston ditutup sampai teh-teh yang dibuang itu dibayar oleh Amerika. Selain itu, Inggris juga menghentikan Pemilu Bebas di Massachusetts, serta menyuruh rakyat koloni Amerika menampung pasukan Inggris yang mereka tugaskan.

Namun, Undang-Undang tersebut tak lantas menciutkan nyali koloni Amerika untuk melanjutkan perlawanan. Mereka malah mendesak Parlemen Inggris untuk mendeklarasikan kedaulatan Amerika, sehingga berujung pada meletusnya Perang Revolusi pada April 1775.

 

2. Undang-Undang Smoot-Hawley (1930)

Pihak Terlibat: AS, Kanada, Eropa, dan beberapa negara lain.
Objek Perang: Ribuan barang-barang impor.

smoothawley

Kebijakan proteksi perdagangan AS sejatinya sudah memiliki preseden. Tujuh bulan setelah dilantik menjadi Presiden pada bulan Maret 1929, Herbert Hoover harus menghadapi kenyataan bahwa negara yang dipimpinnya jatuh ke resesi ekonomi. Hal itu terjadi tepatnya setelah tragedi Black Tuesday, yakni runtuhnya saham-saham Wall Street yang merupakan cikal bakal masa Great Depression.

Untuk menanggulangi masalah ini, Hoover mencari kambing hitam. Ia menuduh bahwa imigran Amerika Latin dan Meksiko adalah penyebab resesi ekonomi. Akhirnya, sekitar dua juta imigran Hispanik dideportasi dari AS.

Hoover juga menetapkan tarif terhadap produk-produk pertanian impor dengan alasan untuk melindungi petani dalam negeri AS. Tak berhenti sampai di situ, Hoover meloloskan pula proposal Senator Reed Smoot dan Willis C. Hawley (Smoot-Hawley Act) untuk mengenakan bea impor pada produk-produk industri. Petisi ribuan ekonom AS yang menuntut pembatalan Smoot-Hawley Act pun tak digubrisnya.

 

Konsekuensi Undang-Undang Smoot-Hawley

Smoot-Hawley Act memicu pembalasan dari negara-negara lain termasuk Kanada dan Eropa. Akibatnya, ekspor AS terjungkal hingga 61% menjadi $1.7 miliar di tahun 1933. Impor AS turut terseret turun hingga 66% dari $4.4 miliar di tahun 1929, menjadi hanya $1.5 miliar di tahun 1933. Tingkat Pengangguran bahkan meroket, dari 8.9% di tahun 1930, menjadi 24.9% di tahun 1932.

Kegagalan Smoot-Hawley Act membuat reputasi Hoover hancur. Ia kalah di Pemilu Presiden berikutnya, dan digantikan oleh Franklin D. Roosevelt. Roosevelt menghapus Smoot-Hawley Act lalu mengesahkan Undang-Undang baru untuk menegosiasikan bea impor.

 

3. Perang Ayam (1960-an)

Pihak Terlibat: AS, Prancis, Jerman Barat.
Objek Perang: Ayam, Brandy, Truk, dll.

Perang dagang Amerika Serikat

Bangkitnya peternakan dan produksi massal daging ayam di Amerika Serikat membuat ekspor ayam negara tersebut tumbuh pesat. Konsumen Eropa, khususnya Prancis dan Jerman Barat, bahkan lebih menyukai produk ayam impor dari AS ketimbang di wilayah mereka sendiri karena harganya lebih murah.

Akibat merosotnya permintaan ayam dalam negeri, Prancis dan Jerman pun melakukan penyelamatan dengan cara mengenakan tarif ayam impor dari AS. Industri Peternakan Ayam AS menjadi rugi besar setelah kebijakan tersebut. AS pun membalas. Presiden AS saat itu, Lyndon Johnson mematok 25% bea impor terhadap Anggur (Brandy) Prancis, produk truk keluaran Volkswagen, tepung kentang, dan dekstrin.

 

Konsekuensi Perang Ayam

Perang Ayam yang merembet ke sektor industri ini, tidak lantas membuat Prancis dan Jerman menyerah pada AS. Meski kalah, mereka tetap mempertahankan kebijakan tersebut untuk beberapa waktu. Selain itu, perang dagang Amerika Serikat gara-gara ayam ini juga dirasakan pula oleh Jepang, meski yang terkena pajak hanya produk truk kecil. Sejumlah merk dagang seperti Toyota dan Isuzu akhirnya mengambil jalan tengah dengan cara membangun pabrik perakitannya di wilayah AS agar tak terkena pajak impor.

 

4. Perang Kayu Gelondongan (1982)

Pihak Terlibat: AS dan Kanada.
Objek Perang: Gelondongan kayu lunak (semacam kayu pinus, cedar, atau cemara).

us-ca-lumber

Kanada memanen kayu dari tanah milik pemerintah, dengan harga pasar yang diatur oleh pemerintah pula. Di sisi lain, Amerika Serikat mengambil sebagian besar kayu dari tanah milik swasta atau pribadi, dengan harga yang ditentukan oleh pasar.

Pada tahun 1982, AS menuding bahwa Kanada berbuat curang dengan mensubsidi kayu gelondongannya, sehingga kayu AS kalah dalam persaingan harga. Kanada membantah, dan mengatakan bahwa mereka memang memiliki aturan sendiri mengenai penjualan kayu. Pada akhirnya, kesepakatan tak dicapai dan berlanjut menjadi perang tarif untuk kayu gelondongan selama bertahun-tahun hingga 2018.

 

Konsekuensi Perang Kayu Gelondongan

Bea impor kayu lunak yang dipatok AS untuk Kanada merupakan sebuah ironi. Pasalnya, industri konstruksi perumahan AS sudah mengalami boom. Menurut data yang dirilis oleh Random Lengths pada tahun 2018, harga kayu Kanada sebelum bea impor saja sudah naik sekitar 40 persen. Jika ditambah bea impor, maka harga kayu gelondongan akan sulit dijangkau.

 

5. Perang Dagang Dengan Jepang (1987)

Pihak Terlibat: AS dan Jepang.
Objek Perang: Mobil, Barang Elektronik, Sepeda Motor.

america-vs-japan-trade-wars

Pada tahun 1987, Presiden Ronald Reagan melipatgandakan tarif terhadap barang impor Jepang senilai $300 juta; yang terdiri dari komputer, perangkat daya, dan televisi. Pemerintahan Reagan beralasan bahwa kebijakan tersebut diambil sebagai tanggapan atas tidak tercapainya kesepakatan antar kedua negara.

Kala itu, AS ingin memasukkan lebih banyak barang ke pasar Jepang dan ingin menghentikan kemerosotan harga chips komputer semi konduktornya yang dijual di Jepang. Akan tetapi, Jepang tidak meloloskan proposal tersebut. Reagan pun berinisiatif untuk mengatrol tarif impor sampai 100%, bahkan meski sektor otomotif Jepang sudah dikenai pajak yang tinggi saat itu.

 

Konsekuensi Perang Dagang Amerika Serikat Dengan Jepang

Jepang tidak membalas. Menteri Perdagangan Luar Negeri Jepang saat itu, Hajume Tamura, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut diambil karena ingin menghindarkan sistem perdagangan global dari kerusakan yang lebih parah.

Namun dalam perspektif yang lebih luas, banyak pengamat yang memperkirakan bahwa Jepang hanya tak mau membalas dengan terburu-buru. Lagipula, penjualan mobil Jepang di Amerika hanya turun 3 persen saja meskipun dikenai bea.

 

6. Perang Pisang (1993)

Pihak Terlibat: AS, Amerika Latin.
Objek Perang: Pisang dan barang-barang mewah Eropa.

banana-war

Di luar wilayah tropis AS seperti Hawaii dan Florida, pohon pisang tidak bisa tumbuh dengan baik. Oleh sebab itu, sejumlah perusahaan agrobisnis Amerika Serikat lantas berekspansi dengan membuka lahan perkebunan pisang di wilayah Amerika Latin.

Pada tahun 1993, Eropa menetapkan bea impor yang tinggi terhadap buah-buahan yang masuk dari Amerika Latin termasuk pisang. Hal itu ditujukan agar buah-buahan Eropa sendiri mendapat keuntungan di pasar.

AS, yang memiliki bisnis perkebunan pisang besar di Amerika Latin, tidak bisa menerima kebijakan Eropa tersebut. Negara yang saat itu dipimpin oleh Bill Clinton pun membalas dengan menerapkan tarif impor pada barang-barang mewah Eropa, antara lain tas wanita keluaran Prancis, kain linen Inggris, dan ham Denmark.

 

Konsekuensi Perang Pisang

Setelah AS memasukkan delapan laporan komplain ke World Trade Organization (WTO), akhirnya Uni Eropa setuju untuk menurunkan tarif impor buah pada tahun 2009. Di tahun 2012, perang dagang gara-gara pisang ini pun resmi berakhir.

Sekretaris Negara AS yang menjabat saat itu, Madeleine Albright, setengah berkelakar dalam deklarasinya. Ia mengatakan, "Saya tidak pernah menyangka bahwa saya menghabiskan sangat banyak waktu untuk memikirkan pisang."

 

7. Perang Tarif Baja (2002)

Pihak Terlibat: AS, Eropa.
Objek Perang: Baja dan Jeruk Florida.

perang-baja

Dalam upayanya untuk menggenjot industri baja AS, Presiden George W. Bush menetapkan tarif impor baja senilai 8-30 persen dari sejumlah negara, kecuali Kanada dan Meksiko karena aturan NAFTA.

Uni Eropa segera membalas kebijakan itu dengan mengenakan tarif untuk impor Jeruk Florida, mobil keluaran Amerika Serikat, dan sejumlah barang lainnya. Tak hanya itu, Uni Eropa juga melayangkan gugatan ke WTO terkait kebijakan impor baja yang diberlakukan AS.

AS pun diputuskan bersalah, dan dikenakan pasal pelanggaran komitmen bea impor. Perang dagang Amerika Serikat karena baja ini akhirnya dihentikan oleh Bush 18 bulan setelah ditetapkan, tiga tahun lebih awal daripada rencana semula.

 

Konsekuensi Perang Tarif Baja

Sebagian ekonom berpendapat bahwa tarif impor baja yang ditetapkan Bush lebih banyak menimbulkan kerugian, bahkan untuk AS sendiri. Berdasarkan data Institute for International Economics, ada 26,000 lapangan kerja yang hilang di industri baja sejak bea dikenakan. Namun, sebagian lainnya justru melihat bahwa bea impor baja Bush justru menambah lapangan kerja di industri baja dan menghasilkan peningkatan keuntungan industri baja AS, meskipun tarafnya kecil.

 

Setelah menyimak uraian mengenai histori perang dagang yang melibatkan AS di atas, bagaimana kira-kira proyeksi dampak perang dagang Amerika Serikat dengan China yang berlangsung sejak pertengahan 2018? Simak informasi selengkapnya di 10 negara yang paling merasakan dampak perang dagang.

288692
Penulis

Sudah aktif berkecimpung di dunia jurnalistik online dan content writer sejak tahun 2011. Mengenal dunia forex dan ekonomi untuk kemudian aktif sebagai jurnalis berita di Seputarforex.com sejak tahun 2013. Hingga kini masih aktif pula menulis di berbagai website di luar bidang forex serta sebagai penerjemah lepas.