iklan |
iklan |
Sepanjang tahun 2018 ini, sejumlah emiten melakukan aksi buyback saham. Buyback saham artinya perusahaan emiten membeli kembali saham yang sudah beredar di publik. Mengapa perusahaan yang sudah menawarkan saham-sahamnya untuk dibeli oleh publik tiba-tiba menyatakan akan membeli saham-saham itu kembali?
Perlu diketahui bahwa ketika perusahaan melakukan buyback, maka saham tersebut akan dinyatakan sebagai saham treasury. Saham treasury bukanlah saham biasa yang dipegang oleh investor, masyarakat publik, ataupun pendiri (founder). Saham treasury nantinya disimpan dalam kas treasury sebagai cadangan modal. Saham treasury tidak memiliki hak suara dalam RUPS dan tidak berhak mendapatkan dividen, sehingga tidak diikutkan dalam perhitungan laba bersih per saham. Maka apabila saham treasury membesar, otomatis jumlah saham beredar di publik (free float) berkurang, sehingga laba per lembar saham (EPS) akan terlihat membesar (saham terdilusi akan semakin besar) dan menimbulkan kesan seolah-olah laba emiten naik drastis.
Kenaikan tersebut nantinya akan mengundang investor untuk masuk, sehingga harga saham bisa naik. Dengan EPS yang membesar, dividen (DPS) akan tampak kecil. Maka dari itu, perlu dicermati ulang bagi investor yang melakukan investasi jangka panjang pada emiten yang melakukan buyback saham: DPS mengecil bukan berarti memburuk. Bisa jadi fundamental tak berubah, tetapi karena ada buyback saham, maka dividen tampak mengecil.
Perlu dicatat bahwa saham treasury yang dipegang emiten, suatu saat bisa dilepas kembali ke publik saat harga sudah dinilai cukup tinggi dan nanti keuntungannya akan dicatat sebagai agio saham.
Jadi mengapa suatu emiten melakukan buyback saham?
- Untuk mencegah penurunan harga yang terlalu dalam.
- Menaikkan laba bersih per saham (Earning Per Share atau EPS).
- Dijual kembali ke karyawan atau diberikan begitu saja kepada karyawan sebagai program MESOP. Dalam hal ini, saham treasury tidak dapat dilepas kembali begitu saja kepada publik.
- Mengurangi jumlah pemegang saham.
- Ditukar dengan surat berharga perusahaan lain.
- Sebagai cadangan modal. Apabila diperlukan, suatu saat nanti saham treasury bisa dilepas, dan perusahaan akan memperoleh capital gain darinya.
Misalnya, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang sudah mendapat restu untuk melakukan buyback. TBIG akan memulai buyback saham secara bertahap sejak 30 April 2018 hingga 30 Oktober 2019 atas 204,000,000 saham dengan anggaran Rp 1.2 triliun.
Adapun daftar emiten yang telah dan tengah melakukan buyback saham adalah sebagai berikut:
- TBIG : Periode Buyback 25 Okt 2016 – 25 April 2018
- TRIS : Periode Buyback 3 Nov 2016 – 2 Mei 2018
- HRUM : Periode Buyback 13 Des 2016-12 Juni 2018
- KKGI : Periode Buyback 2 Maret 2017 – 1 September 2018
- BNGA : Periode Buyback 18 Bulan Sejak Persetujuan Rups 25 April 2017
- SRTG : Periode Buyback sampai 31 Desember 2017
- SSIA : Periode Buyback 5 Mei 2017 – 4 November 2018, buy-back pada harga tidak lebih dari Rp1,000/saham
- SMMA : 2 Juni 2017 – 1 Desember 2018
- GPRA : Periode Buyback 19 Juni 2017 – 18 Desember 2018 di harga Rp200/saham.
- MDLN : Periode Buyback sampai 12 Bulan setelah Rups 19 Juni 2017
- MPMX : Periode Buyback 27 Juli 2017 – 31 Desember 2017
- WSBP : Periode Buyback 27 Juli 2017 – 27 Januari 2019
- BJTM : Periode Buyback 7 Desember 2017 – 1 April 2018
- BRPT : Periode Buyback 15 Desember 2017 – 14 Juni 2018
- ENRG : Pembelian kembali 2 (dua) sisa saham Seri B dengan nilai nominal Rp. 100, per saham yang timbul dari hasil pelaksanaan reverse stock (18 Bulan Setelah Persetujuan RUPSLB)
- MIKA : Maksimal 5% dari modal yang disetor perseroan atau maksimal sebanyak 727,54 juta saham (RUPSLB 28 Feb 2018)
Periode buyback saham akan dilaksanakan pada harga tertentu. Umpama Anda mendengar suatu emiten akan melakukan buyback, maka apabila harga saat ini masih di bawah harga buyback, saham emiten tersebut cocok untuk dikoleksi dengan target harga buyback-nya.