Ada 3 pilar penting yang sering diabaikan pengembang ICO hingga menyebabkan kegagalan masif ini. Apa sajakah itu?
Dalam tulisan kali ini, kita akan mempelajari alasan mengapa kebanyakan ICO yang diadakan oleh berbagai developer di dunia mengalami kegagalan. Statistik dari Tokentops mengungkapkan, 99% ICO telah menjadi SCAM dan terkonfirmasi gagal. Tidak sedikit ICO yang menawarkan iming-iming ROI (Return Of Investment / Pengembalian Investasi) dengan level terlalu tinggi.
Baca Juga: 5 Kasus Penyalahgunaan Kripto Yang Menggegerkan Dunia
Bayangkan saja, ICO (Ininitial Coins Offering) yang baru-baru ini diadakan seperti Dent menawarkan ROI 57,659% atau 576 kali lipat dari investasi awal. Bagi yang berpikiran logis dan normal, tentu saja sudah mengetahui bahwa investasi semacam ini sangat berpotensi SCAM atau mengarah pada penipuan, yang kemudian bisa berakhir pada lenyapnya dana investasi.
Pada tanggal 12 Juni 2017, sebuah ICO berbasis Ethereum yang disebut Bancor menghasilkan 153 USD juta dalam 3 jam saja. BAT ICO menghasilkan 35 juta USD dalam 30 detik, atau sekitar 1.2 USD juta per detik. Kemudian, pernahkah Anda mendengar tentang UET? UET memiliki ICO yang menghasilkan 40,000 USD hanya dalam waktu 3 hari. Kenapa kita membahas Bancor, BAT, dan UET?
Ketiga ICO tersebut sudah terbukti sebagai sebuah ICO atau Token Lelucon. Bayangkan saja, token yang tidak jelas penggunaannya dan tidak memiliki fungsi ekonomis sama sekali, justru menghasilkan pengumpulan dana yang super besar hanya dalam waktu singkat. Mereka hanya berfokus pada bentuk koin "kripto" saja, tanpa memperhatikan bahwa fungsi dan manfaatnya haruslah bisa bersaing dengan Top Kripto yang bertengger di papan atas saat ini.
Faktanya, sekitar 99% dari semua ICO yang sudah meluncur telah menemui kegagalan. Tentu angka mengejutkan tersebut bukan hanya tebak-tebakan belaka, karena ribuan kripto atau token baru telah diciptakan selama beberapa tahun terakhir, dan lebih dari 90% diantaranya telah gagal. Bahkan jika kita mengunjungi situs Coinmarketcap, ada sekitar 1,540 koin yang sudah tercipta dan melantai di pasar, tetapi lebih dari 50% di antaranya cuma memiliki valuasi pasar kurang dari 1 juta USD. Artinya, adopsi yang terjadi pada koin-koin tersebut bisa dikatakan gagal.
Sebelum kita melanjutkan ke pembahasan inti, ada sesuatu yang perlu diluruskan: saya secara pribadi tidak membenci ICO. Saya percaya bahwa ICO adalah sesuatu yang benar-benar revolusioner dan akan terus berkembang sebagai kendaraan masa depan. Apalagi, pengusaha dan investor yang ingin berinovasi hanya membutuhkan konsep Whitepaper untuk mengadakan penggalangan dana proyek. Tentu saja hal ini saya anggap benar-benar "brilian", tapi di saat bersamaan juga "tidak masuk akal".
Jadi, Bagaimana Sebuah ICO Bekerja?
Pada intinya, pengembang menerbitkan sejumlah token terbatas. Dengan menyimpan sejumlah token terbatas, mereka memastikan bahwa token itu sendiri memiliki sebuah nilai, sekaligus menunjukkan bahwa ICO memiliki tujuan yang ingin dicapai. Token dapat memiliki harga yang ditentukan sebelumnya, atau mungkin meningkat dan menurun tergantung pada seberapa besar pembelian dan penjualan yang terjadi (konsensus).
Token pada dasarnya adalah sebuah mata uang asli yang hanya dapat digunakan di lingkupnya. Ibarat koin spesial yang Anda peroleh di pusat permainan arkade di Mall, Anda hanya dapat menggunakan koin tersebut pada device permainannya saja. Token tersebut hanya dapat berfungsi ketika si pemilik menggunakannya di area asalnya, seperti gelang penanda yang dipakai suatu tempat wisata. Ketika Anda mengenakannya, gelang tersebut hanya berlaku di tempat wisata yang mengeluarkannya, dan tidak berlaku di tempat wisata lain.
Transaksi ICO cukup sederhana. Jika seseorang ingin membeli token, mereka hanya perlu mengirim sejumlah dana ke alamat pelaku ICO. Ketika transaksi selesai dilakukan, maka pembeli mendapatkan jumlah token yang sesuai. Jadi, sesederhana itulah gagasan utama tentang bagaimana ICO bekerja. Jika mudah dilakukan, lantas mengapa sebagian besar ICO gagal?
Alasan utama di balik fenomena tersebut bisa ditelusuri kembali pada kurangnya kesadaran para pengembang atau pengusaha akan tiga pilar yang harus di miliki sebuah Token:
- Cryptoeconomics atau Kriptoekonomi
- Utilitas
- Keamanan
Tanpa pemahaman tentang ketiga komponen tersebut, sebuah Token bakal kesulitan untuk bersaing dengan ribuan koin lainnya. Untuk membantu pemahaman Anda, berikut ini uraian tentang masing-masing pilar penting di atas:
1. Kriptoekonomi
Adalah sebuah fakta yang lucu ketika kebanyakan pengembang melupakan pilar pertama ini dalam ICO mereka. Perlu diingat, ada 2 kata yang menyusun kata Kriptoekonomi: Kriptografi dan Ekonomi. Kebanyakan pengembang hanya memperhatikan bagian Kriptografi saja, tanpa benar-benar memperhatikan bagian Ekonomi. Sebagai akibatnya, sangat jarang ditemukan Token hasil ICO yang kerangka ekonominya dipetakan dengan baik sebelum membuat Whitepaper-nya.
Agar Token hasil ICO dapat berharga dalam jangka panjang, tentu saja sisi ekonomisnya harus tetap diperhatikan, karena yang menciptakan sebuah kesepakatan harga di dunia kripto adalah konsensus; kesadaran penuh antara sisi supply dan demand. Sedangkan yang terlihat saat ini, kebanyakan Token hanya berupa inflasi dengan model ekonomi yang cacat sehingga tidak dapat berkelanjutan untuk jangka panjang. Tidak jarang ICO menawarkan keuntungan yang cukup tinggi dan hanya berujung pada Skema Ponzi, yang tak diragukan lagi akan runtuh dalam waktu singkat.
Salah satu keuntungan terbesar ICO adalah setiap orang bisa mengajukan proposal (Whitepaper) untuk konsep mereka agar didanai oleh publik. Namun yang perlu diingat di sini adalah, hal itu bukanlah produk jadi, melainkan hanya sebuah konsep. Masih ada jalan panjang sebelum konsep tersebut dapat menjadi produk jadi, sehingga ada kemungkinan 90 sampai 95% bahwa konsep dapat berujung gagal.
2. Utilitas
Sebagian besar ICO tidak memaksimalkan pilar ini pada Token mereka. Padahal, bukti otentik bahwa individu membutuhkan Token di masa depan harus disediakan, agar nilai keseluruhan dari produk ICO benar-benar bagus. Contohnya, jika Anda ingin menjadi seorang pengembang ICO, tanyakan pada diri Anda sendiri: jika Anda tidak mengambil Token, apakah bisnis Anda akan bangkrut? Jika jawabannya tidak, berarti Anda tidak memerlukan Token ataupun mengadakan ICO. Kebanyakan orang "mentokenkan" bisnis mereka hanya agar bisa "HODL" (Hold On For Dear Life) dan memiliki kripto yang lebih banyak di masa depan.
Jika Anda ingin menggunakan Token untuk bisnis, Anda harus benar-benar memahami perannya dan memaksimalkan kegunaannya, bukan hanya Follow The Crowd tanpa tahu seluk-beluk Token dan ICO. Anda harus mengerti bahwa "tokenisasi" dapat menjadi alat serbaguna untuk memberikan keuntungan lebih besar pada bisnis.
Untuk memaksimalkan Utilitas sebuah Token atau ICO, ada beberapa hal yang harus benar-benar dipahami oleh pengembang maupun investor, di antaranya adalah Hak dan Kewajiban, Penentuan Nilai Tukar, Toll (syarat mendapatkan fasilitas), Fungsi, Jenis Mata Uang, dan Keuntungan.
3. Keamanan
Data dari Chainanalysis menunjukkan bahwa lebih dari 30,000 orang telah menjadi korban kejahatan cyber terkait kripto. Masing-masing dari mereka sudah kehilangan hingga 7,500 USD. Sementara itu, kejahatan penipuan ICO selama tahun 2017 menimbun kerugian hingga 1.6 miliar USD.
Para pengembang atau perusahaan yang akan mengadakan ICO tentu harus benar-benar memperhatikan masalah keamanan. Sekali platform terkena hacking yang entah disebabkan oleh kesalahan kode, phising, maupun alasan lain, maka kepercayaan dari pembeli Token akan memudar. Akibatnya, demand (permintaan) akan langsung drop dan menyebabkan berkurangnya minat terhadap Token. Hal ini lantas bisa membuat Token cepat hilang dari peredaran, karena tidak ada yang berminat lagi untuk memilikinya.