Scalping merupakan salah satu strategi trading pilihan bagi banyak trader forex. Namun, bukan berarti metode trading ini bebas dari kontroversi. Banyak yang mengatakan bahwa ketimbang Scalping Strategy, Day Trading atau Swing Trading lebih masuk akal dan potensial untuk menimba profit dalam forex. Benarkah demikian?
Strategi scalping dilakukan dengan tujuan mengulik profit dari pergerakan-pergerakan kecil pada harga pair-pair forex. Karenanya, scalper biasanya menggunakan timeframe super kecil, antara 1M hingga 15M saja. Posisi trading yang sudah dibuka hanya dipertahankan open dalam waktu sangat singkat, beberapa menit atau maksimal beberapa jam setelah dibuka. Bahkan ada yang mengatakan, scalper selayaknya menutup posisi maksimal 30 menit setelah OP; jika setelah 30 menit belum di-close, berarti trading-nya bakal gagal.
Karakter khas scalping tersebut pun memunculkan sejumlah kritisi.
Pergerakan Harga Tak Berdasar
Pendeknya timeframe membuat analisa fundamental atau teknikal jangka panjang, juga tentang pengamatan dampak kejadian ini atau itu, akan jarang relevan bagi pengguna Scalping Strategy. Hal ini memunculkan kritik #1 pada strategi scalping, yaitu bahwa analisa pergerakan harga menjadi "tak berdasar", semata karena bantuan sinyal-sinyal indikator atau malah firasat trader saja. Bagi sebagian kalangan, itu dianggap bisa menjadi "kutukan" ketika ada pergerakan drastis yang dipicu oleh suatu perubahan tak terduga, baik itu sudah dijadwalkan di kalender fundamental ataupun belum.
Jika di metode trading lainnya dikatakan "abaikan noise", maka dalam Scalping Strategy seolah-olah justru sebaliknya: "tradingkan noise".
Profit Hanya Bisa Didapat Setelah Berkali-kali Trading
Pip yang bisa dipanen dengan cara scalping seringkali hanya "recehan", sekitar 5, 10, 15 pip, atau malah lebih rendah dari itu. Dengan demikian maka umumnya scalper harus melakukan banyak sekali trading sukses setiap harinya agar bisa balik modal atau mencapai tingkat profit yang lumayan baik, padahal ini jelas sulit untuk dicapai.
Selain itu, rasio risk/reward yang digunakan scalper pun cenderung "mepet". Tak jarang ditemui trader forex menerapkan risk/reward 1:1. Ini memungkinkan level profit lebih tinggi dari biasanya kalau pergerakan sesuai prediksi, tetapi dengan "profit recehan" tadi maka loss sekali saja bisa membabat habis profit dari beberapa kali trading sekaligus.
Tak Semua Broker/Akun Trading Memungkinkan Scalping Strategy
Biarpun strategi scalping ini populer di kalangan trader, tetapi bagi sikap para broker cenderung ambivalen. Ada yang secara terbuka melarang trader melakukan scalping, ada juga yang membolehkan. Namun diantara broker yang membolehkan pun, kondisi trading yang disediakan belum tentu kondusif bagi scalper.
Pasalnya, banyak faktor bisa mempersulit trader untuk menjalankan Scalping Strategy. Misalnya spread yang lebar (atau melebar tiba-tiba), jarak minimal antara harga pembukaan-SL-TP yang tinggi, dan pembatasan tentang seberapa cepat suatu posisi trading boleh ditutup. Lebih menggemaskan lagi adalah tingkah broker yang entah seringkali atau kadang-kadang mengakibatkan terjadinya slippage, requotes, dan sejenisnya. Bagi scalper yang profitnya mengandalkan akurasi harga sangat tajam, faktor-faktor itu tentu menganggu.
Baca juga: Jangan Remehkan Dampak Slippage, Lengah Langsung MC!
Dengan adanya kekurangan-kekurangan Scalping Strategy tersebut, sejumlah trader berpendapat kalau Day Trading atau Swing Trading lebih realistis untuk dilakukan. Namun, pada kenyataannya, ada saja trader yang bisa sukses dengan scalping. Kenapa bisa begitu?
Pertama, posisi open hanya dipertahankan dalam waktu singkat, ini berarti kemungkinan terkena reversal besar akan lebih rendah, khususnya jika scalper cukup jeli untuk menghindari situasi dimana ada rilis berita kritis berdampak besar. Kedua, trader tak perlu menunggu terlalu lama untuk tutup posisi, sehingga mengurangi kemungkinan blunder akibat bimbang atau ketidaksabaran karena adanya perubahan situasi, dan jumlah indikator teknikal yang perlu dipedulikan pun bisa diminimalkan. Apalagi, sukses atau tidaknya trading bukan hanya didukung oleh gaya trading yang dipakai, melainkan juga kemantapan money management dan psikologi trader itu sendiri.
Bagaimana menurut Anda?