EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,331.99/oz   |   Silver 27.43/oz   |   Wall Street 38,085.80   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 20 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 20 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 20 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 20 jam lalu, #Saham AS

Kisah Nick Leeson, Trader Nakal Yang Meruntuhkan Barings Bank

Penulis

Mengalami kerugian terus menerus tidak membuat Nick Leeson belajar dari kesalahan. Ia justru menutupi dan memanipulasinya menjadi laporan keuntungan hingga Barings Bank mengalami kebangkrutan. Seperti apa kisahnya?

Nick Leeson adalah mantan trader derivatif yang menjadi terkenal karena membangkrutkan Barings Bank, bank dagang tertua Inggris Raya pada tahun 1995. Setelah membuka kantor Future and Options di Singapura, Leeson menjadi trader nakal yang merugikan Barings Bank lebih dari $1 miliar saat menjabat sebagai kepala cabangnya di Singapore Exchange (SGX).

Nick Leeson

 

Awal Karir Nick Leeson

Pada tahun 1985, Nick Leeson bekerja sebagai juru tulis di Coutts & Co, yaitu bank swasta dan manajer kekayaan yang berkantor pusat di London. Salah satu bank tertua ini merupakan anak perusahaan atau divisi manajemen kekayaan milik National Westminster Group. Pada masa itu, pasar saham sedang mengalami peningkatan selama beberapa tahun dan bank berkembang menjadi instrumen keuangan baru dengan permintaan tenaga kerja yang tinggi.

Setelah dua tahun di Coutts & Co, Nick Leeson pindah ke Morgan Stanley, salah satu bank investasi di Amerika Serikat, bekerja sebagai seorang akuntan. Di sana, Leeson mendapatkan banyak pengetahuan baru mengenai pasar derivatif. Pada tahun 1989, Nick Leeson melamar pekerjaan di Baring Securities berbekal pengetahuannya mengenai perdagangan di indeks saham Jepang. Saat itu, Barings Bank juga baru memulai memperdagangkan Kontrak Berjangka Jepang.

Tak lama setelah bergabung dengan Barings Bank, ia diberi kesempatan untuk mengatasi masalah settlement yang parah di Jakarta. Di waktu yang sama, Baring Securities sedang terancam kerugian jutaan dolar dan mengirimkan tim beranggotakan empat orang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu anggota tim tersebut adalah Lisa, kekasih Nick Leeson. Saat itu, Leeson merasa tidak puas dengan pekerjaannya yang memilah-milah sertifikat saham.

Baca Juga: 10 Pemain Utama Dalam Industri Forex

Tak lama kemudian, pimpinan Baring Securities, Peter Norris, menunjuk Nick Leeson untuk membantu menyelidiki masalah tersebut. Dalam penyelidikannya, Leeson menemukan bahwa penasihat keuangan telah menggunakan uang klien untuk melakukan perdagangan sendiri. Kagum dengan kinerja Leeson, akhirnya Norris memberikan kepercayaan dan wewenang untuk melakukan transaksi di bursa SIMEX dan Osaka Jepang, meski tidak memiliki kualifikasi untuk mengikuti ujian profesional.

 

Awal Mula Penipuan Nick Leeson

Nick Leeson dan timnya menghapus sistem pengawasan dan kontrol yang diperlukan dalam perdagangan. Selain itu, tim manajemen senior Barings Bank diisi oleh orang-orang dengan latar belakang yang tidak begitu paham akan risiko perdagangan derivatif. Mereka melebih-lebihkan kemampuan trading Leeson. Tanpa pengawasan, Leeson mulai melakukan spekulasi derivatif tidak sah pada indeks Nikkei 225 dan obligasi pemerintah Jepang. Spekulasi tidak sah ini bisa mendatangkan keuntungan atau kerugian yang sangat tinggi.

Pada tahun 1992, Baring Securities membuka kantor cabang di Singapura untuk perdagangan berjangka dan options. Nick Leeson diberi kesempatan untuk mengambil alih cabang tersebut. Setelah Leeson dan Lisa menikah di tahun tersebut, mereka berdua pergi ke Singapura untuk memulai perjalanan baru.

Empat bulan setelah tiba di Singapura, Nick Leeson mendaftar sebagai anggota asosiasi SIMEX dan disetujui pada 12 Agustus 1992. Pada 3 Juli 1992, dia membuka akun error dengan nomor 88888. Akun error adalah jenis akun yang digunakan sebagai penyimpanan jejak audit atas kekalahan trading, sehingga memudahkan trader dalam menyusun strategi untuk kompensasi kekalahan sebelumnya.

Risikonya, jika Leeson terlalu banyak melakukan kesalahan spekulasi, pihak FCA akan langsung mencurigai akun tersebut. Kasus ini menunjukkan bahwa pihak otoritas Singapura di SIMEX kurang kompeten.

Ia mulai trading dan kehilangan uang karena tidak melakukan lindung nilai atas kontraknya. Akun 88888 mencatat kerugian pertamanya sebesar £40,000 dan dalam dua bulan, kerugian tersebut bertambah mencapai £320,000. Ia berusaha menyembunyikan kerugiannya dengan menulis laporan palsu ke kantor pusat Baring Sekurities hari demi hari. Mereka tidak mengetahui tentang akun error 88888 dalam sistem pelaporan internalnya.

Seharusnya ketika kerugian terus meningkat dan membengkak, Nick Leeson melaporkan hal tersebut ke SIMEX. Tapi dia justru menghapus kata-kata "akun error" dalam laporannya untuk menghindari pengawasan dari SIMEX. Ia berhasil meyakinkan Baring Securities untuk mengirim lebih banyak dana ke cabang Singapura yang diperuntukkan menutupi margin call klien. Namun Baring Securities di London tidak tahu bahwa ternyata mereka mentransfer dana ke Singapura digunakan Leeson untuk menutupi kerugian pada akun 88888.

Pada Oktober 1992, Leeson melakukan penjualan options dan tidak melakukan lindung nilai atau hedging. Tindakan tersebut membuatnya menghadapi kerugian besar. Setelah trading selama enam bulan, dia sudah mengalami kerugian sebesar £2 juta dan masih terus menyembunyikan kerugiannya dengan laporan palsu. Hingga pada akhir tahun 1993, kerugian yang dibuat Nick Leeson sudah mencapai sekitar £24 juta.

Barings Bank

Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan Leeson dalam aktivitas tradingnya. Ini dapat dilihat dari direktur Barings Bank yang menganggap bahwa bank berjalan dengan baik, apalagi Bank of England juga telah memberikan izin khusus bagi Barings Bank untuk mengirim lebih dari 25% modalnya ke luar negeri. Pada tahun 1994, Nick Leeson terus mengalami kerugian.

Tetapi, Barings Bank masih mengakuinya sebagai seorang trader kompeten dan mengizinkan Leeson untuk mengambil posisi tanpa lindung nilai secara resmi. Bahkan ketika kerugian Leeson mencapai £50 juta, ia masih menerima dana dari kantor pusat dengan melaporkan keuntungannya ke London. Saat Ron Baker mengaudit cabang Singapura, dia merekomendasikan agar Nick Leeson mengundurkan diri dari jabatannya tetapi ditolak oleh Leeson.

Tak lama kemudian, Tony Hawes dari Barings Investment Bank (BIB) mulai mengkhawatirkan aktivitas trading Nick Leeson. Sayang, Tony Hawes tidak dapat menemukan bukti apapun atas kecurigaannya terhadap Leeson. Pada saat yang sama, Nick Leeson mencoba menipu para tradernya dengan laporan keuntungan palsu dan menjelaskan kepada mereka bahwa dia melakukan strategi arbitrase.

Situasi terus memburuk, namun Nick Leeson masih terus menjual untuk menyeimbangkan pembukuannya. Pada tanggal 12 Januari 1995, auditor Cooper & Lybrand dan Pang Mui Mui, akuntan Singapura mendeteksi kejanggalan dan meminta penjelasan pada Leeson. Leeson mencoba berbohong dan menyalahkan sistem yang mengganggu temuan Pang Mui Mui. Dia tidak percaya dengan penjelasan Leeson, akhirnya ia menginformasikan hal tersebut kepada manajer auditnya, Seet Wee Teong.

Saat pasar sedang tidak stabil akibat gempa bumi di Kobe pada 17 Januari, Nick Leeson masih mencoba melakukan pembelian indeks saham Nikkei. Itu adalah pertaruhan yang luar biasa, komite aset dan liabilitas bank memberi tahu Nick Leeson agar tidak menaikkan posisinya dan mencoba menguranginya, tetapi sudah terlambat. Baring Securities di London semakin khawatir.

Menghadapi kerugian besar, Leeson berusaha mengimbangi kerugian tersebut dengan serangkaian perdagangan yang semakin berisiko. Tanggal audit sudah dekat dan Leeson mencoba melakukan pemalsuan pembukuan dengan mencatat keuntungan. Tony Hawes dari BIB mulai curiga kembali dan menanyai Nick Leeson tentang aktivitas ilegal yang dilakukannya.

Baca Juga: 7 Skandal Kerugian Trader Bank Yang Berujung Bencana

 

Berakhirnya Karir Nick Leeson

Setelah audit selesai dilakukan pada tanggal 3 Februari 1995, SIMEX menjadi lebih waspada terhadap akun error 88888. Sebab dari margin sebesar $342 juta yang diperlukan untuk akun tersebut, Nick Leeson hanya menyetor S$242 juta kepada SIMEX. Leeson tahu bahwa permainannya sudah berakhir dan dia berencana untuk kabur dari sana.

Dia dan istrinya, Lisa meninggalkan Singapura pada 23 Februari 1995. Total kerugiannya mencapai £827 juta (atau $1.4 miliar), dua kali lipat dari modal trading Barings Bank secara keseluruhan. Akhirnya, Leeson ditangkap di Jerman dan Barings Bank bangkrut pada 26 Februari 1995 setelah upaya bailout mereka gagal.

Leeson didakwa melakukan penipuan terhadap pimpinan Barings Bank mengenai trading berisiko tinggi dan laporan keuntungan fiktifnya. Dia dijatuhi hukuman enam setengah tahun penjara di Singapura. Saat berada di penjara, Leeson menulis buku berjudul "Rogue Trader". Pada tahun 1999, buku tersebut dibuat menjadi film dengan judul yang sama dan dibintangi oleh Ewan McGregor dan Anna Friel.

Baca Juga: Russell Erxleben, Pemain American Football Yang Jadi Penipu Ponzi

Hingga tahun 2008, Nick Leeson masih memegang rekor sebagai trader nakal yang memanipulasi dana perusahaan dengan kerugian terbesar. Rekor 13 tahun tersebut baru tergeser setelah bank Prancis Société Générale mengumumkan kerugian lebih dari $7 miliar oleh ulah trader serupa bernama Jerome Kerviel.

 

Selain Nick Leeson, ada seorang trader yang secara tidak sengaja menjadi rogue trader dan merugikan Bank Merill Lynch hampir $500 juta, namanya adalah Alexis Stenfors. Bagaimana kisahnya? Dan pelajaran penting apa yang bisa dapatkan dari kisah tersebut? Baca selengkapnya di artikel berikut ini.

298615
Penulis

Lulusan Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Menggeluti dunia penulisan sejak bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa tahun 2009. Mulai tertarik dengan dunia forex dan kripto, setelah lulus kuliah hingga sekarang sembari trading.