EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.280   |   GBP/USD 1.245   |   AUD/USD 0.644   |   Gold 2,368.46/oz   |   Silver 28.45/oz   |   Wall Street 37,753.31   |   Nasdaq 15,683.37   |   IDX 7,160.85   |   Bitcoin 61,276.69   |   Ethereum 2,984.73   |   Litecoin 80.17   |   PT XL Axiata Tbk (EXCL) mencatat peningkatan trafik penggunaan data sebesar 16% sepanjang masa libur Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2024, 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham-saham di Wall Street AS ditutup lebih rendah pada hari Rabu karena harga minyak mentah anjlok dan investor mempertimbangkan komentar The Fed, 2 jam lalu, #Saham AS   |   RUPST emiten batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) akan dilaksanakan pada 15 Mei 2024, 2 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Perusahaan pemasaran digital Ibotta yang didukung oleh Walmart, kemungkinan akan mengumpulkan dana sebesar $577.3 juta dengan valuasi $2.67 miliar, setelah menetapkan harga penawaran saham perdananya pada hari Rabu, 2 jam lalu, #Saham Indonesia

Inilah Cara Twitter Mengacaukan Harga Komoditas

Penulis

Gara-gara era sosial media, berita yang muncul bisa langsung mengacaukan pasar biarpun belum terkonfirmasi. Inilah cara sosial media seperti Twitter mengacaukan harga komoditas.

Sebagaimana gosip negatif mudah menyebar, di era sosial media kini, volatilitas pun bisa makin viral. Insiden kritis di Asia yang belum terkonfirmasi bisa dengan cepat menyebar ke Barat dan berdampak pada naik-turun harga di pasar. Inilah cara sosial media seperti Twitter mengacaukan harga komoditas.

ilustrasi

 

Ledakan Di Saudi: Iran Tahu Bagaimana Mengacaukan Pasar

Pada Maret 2012, media Iran Press TV melaporkan ada ledakan di pipa minyak jalur penting kota Awamiyah yang berada di provinsi sebelah timur Saudi Arabia. Berita itu bertepatan dengan momen Arab Spring (kebangkitan dunia Arab) dimana Muammar Qaddafi terbunuh di Libya dan Mesir juga sedang bergolak. Di provinsi sebelah timur Saudi pun saat itu ada sejumlah demonstrasi kecil-kecilan. Latar yang seperti itu membuat berita Press TV memicu kenaikan harga minyak hingga lebih dari 5 USD per barel, atau sekitar 4 persen, ke level tertinggi dalam empat tahunnya di harga 128 USD.

Berikut ini 'kicauan' dari akun Twitter media ekonomi terkemuka Financial Times pada kejadian tersebut:

Financial Times - Twitter

Harga minyak langsung balik ke rata-rata mingguan segera setelah pejabat Saudi membantah berita tersebut. Perlu dicatat juga disini bahwa walau rumor itu sempat viral di Twitter, tetapi sejatinya hanya Press TV yang memberitakannya.

Lebih jauh lagi, media juga punya pengetahuan real-time tentang kapan lembaga apa akan merilis laporan apa, dan ketika ekspektasi tidak terpenuhi maka reaksinya langsung besar di sosial media. Contoh nyata sudah terjadi saat laporan OPEC terlambat dirilis pada Mei 2015 lalu.

Bagi komoditas dengan volatilitas tinggi seperti minyak, ini berarti sosial media turut menyumbang peningkatan volatilitas jangka pendek. Apalagi karena sebagian besar produsen minyak berada di lokasi-lokasi rentan konflik. Apa yang bisa dilakukan pelaku pasar dalam situasi seperti ini?

 

Laporan Instan (Tidak) Menuntut Reaksi Instan

Bagi trader institusional maupun ritel yang ingin selalu 'update' berita, sosmed menjadi wahana yang banyak dicermati. Namun dengan semakin banyak data tersedia secara online dan real time, pasar dan trader bisa jadi juga makin rentan untuk bereaksi berlebihan terhadap suatu kabar. Akibatnya, berita-berita yang mungkin cuma percikan kembang api pun bisa direspon seakan ada ledakan. Data yang tersebar real-time via Twitter mengakibatkan reaksi instan, dan tidak memberi kesempatan untuk menimbang keputusan investasi yang lebih matang.

Di satu sisi, ini positif karena semua orang bisa mendapatkan akses yang setara ke berita-berita penting. Tidak cuma pejabat dan trader institusional yang bisa dapat berita, tetapi juga trader kecil-kecilan yang tak punya akses 'orang dalam'. Tetapi di sisi lain, cepatnya berita menjadi viral membuat sebagian muatannya jadi luput dari perhatian. Akibatnya, seringkali orang bereaksi tanpa mengecek lebih dahulu apakah berita itu tepat atau hoax, dan tanpa menelaah keseluruhan isi berita itu.

Padahal, tren harga jangka panjang biasanya mengabaikan volatilitas sesaat. Segera setelah masa viral di media berakhir, harga pun seringkali kembali ke level sebelumnya. Fluktuasi harga bisa kelihatan ekstrim dan kadangkala mengakibatkan kepanikan, tetapi semua itu bisa jadi cuma temporer.

Bagi trader dan investor yang bermain di pasar komoditas, ada baiknya mengacuhkan saja info-info viral. Cukup mawas dan fokus ke tren jangka panjang. Karakteristik pasar komoditas adalah peran tren jangka panjang-nya, berbeda dengan pasar forex misalnya dimana tren jangka pendek memiliki andil dalam pembentukan keseimbangan harga. Volatilitas jangka pendek harga komoditas bisa tenang dan bisa liar, tetapi yang terpenting adalah melihat kerangka besar dalam tren jangka panjang.

250592
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.


Ronny
yang terpenting adalah melihat kerangka besar dalam tren jangka panjang dan memiliki balance yang cukup
Reziki Amal
menurut saya sih yang paling cepat bereaksi dengan berita2 temporer seperti ini yah para trader ritel dan scalper. Soalnya kan mereka memang mencari volatilitas sesaat. Kalau investor dengan modal super besar sih rata2 posisinya relatif stabil, walaupun berita gonjang ganjing sana sini. Amannya sih selama ada berita2 sperti ini ya pasang posisi lot kecil2an aja, jd biarpun loss pun ga terlalu besar.