Seputarforex.com - Memasuki sesi Eropa Jumat (03/Agustus) siang, Dolar AS menguat terhadap Yuan Offshore (CNH). Hal ini dilatarbelakangi oleh perkembangan isu konflik perdagangan China, yang dikabarkan kembali memanas karena Donald Trump berencana menaikkan tarif impor. Tidak hanya itu, pasar memprediksikan kemenangan AS meski China melakukan pembalasan dan memicu eskalasi perang dagang.
China Akan Kalah Dari Amerika Dalam Perang Dagang
Kamis kemarin, China menyatakan bersumpah akan melakukan pembalasan jika Amerika Serikat benar menaikkan lagi bea impornya. Presiden Donald Trump mengisntruksikan pemerintahannya untuk menambah bea impor yang semula 10 persen, menjadi 25 persen terhadap barang-barang impor China senilai $200 miliar.
Perlu diketahui bahwa impor AS dari China sebetulnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan impor China dari AS. Oleh sebab itu, para investor menilai bahwa perang dagang akan lebih merugikan ke ekonomi China dibandingkan AS.
"Tampaknya pasar memberikan respon dengan asumsi bahwa Amerika akan memenangi perang dagang versus China. Jadi, Amerika pemenang, sedangkan China pecundang," kata Masafumi Yamamoto, Kepala Forex di Mizuho Securities."Pasar China secara umum lemah. Itulah mengapa pelemahan Renminbi menjadi penguat Dolar AS," lanjutnya.
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Yukio Ishizuki dari Daiwa Securities, "AS mulai memetik hasil (dari konflik dagang) dengan China". Ishizuki menambahkan, bahwa tujuan diadakannya konsultasi perdagangan antara AS dan Jepang adalah untuk menemukan kesamaan jika tatap muka dengan China.
USD/CNH Naik Terus, China Kesulitan Rekayasa Yuan
Yuan Offshore (CNH) yang tertekan selama beberapa bulan terakhir gara-gara ricuh masalah perdagangan ini, melemah ke 6.8957 per dolar. Level tersebut adalah level terendah sejak tanggal 15 Mei 2017. Saat berita ini ditulis, USD/CNH terus menunjukkan Uptrend dengan diperdagangkan di 6.8931. Itu artinya, Yuan terus melemah dibandingkan dengan Dolar AS:
"Otoritas China ingin melakukan rekayasa pelemahan mata uang secara moderat, dengan memperlambat depresiasi Renminbi. Namun ternyata hal itu sangat sulit," kata Yamamoto.