EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,329.23/oz   |   Silver 27.43/oz   |   Wall Street 38,085.80   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 11 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 17 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 17 jam lalu, #Saham AS

Ancaman China Yang Bikin Dolar AS Pontang-Panting

Penulis

Kemarin, China mengancam akan berhenti membeli Obligasi AS. Kenapa hal ini berdampak besar di pasar forex dan membuat Dolar AS anjlok?

Seputarforex.com - Pada pertengahan sesi Eropa hari Rabu kemarin, semua pasangan mata uang mayor mendadak bergolak dan Dolar AS menderita penurunan harian paling tajam dalam delapan bulan, menyusul laporan Bloomberg bahwa seorang pejabat China merekomendasikan agar menghentikan pembelian Obligasi AS. Akibatnya, meski yield Obligasi AS (10-year Treasury) melonjak hingga level tertinggi dalam 10 bulan, tetapi Dolar AS anjlok sekitar 1 persen dan melemah terhadap mayoritas mata uang mayor lainnya. Indeks Dolar AS (DXY) masih tertekan hingga awal sesi perdagangan Asia hari Kamis ini (11/Januari), dengan posisi minus 0.04% di 92.30.

Kenapa isu akan dihentikannya pembelian Obligasi AS oleh China ini bisa berdampak sedemikian besar di pasar forex?

 

Ancaman China - Obligasi AS

 

Awal Perang Dagang AS - China?

Dalam sebuah pernyataan, otoritas China menyampaikan, "Strategi investasi tidak berkaitan dengan pembelian atau penjualan harian. Ada faktor-faktor yang diamati dengan cermat, seperti outlook suplai utang pemerintah AS, bersama dengan perkembangan politik, termasuk perselisihan antara kedua negara dengan ekonomi terbesar dunia, ketika memutuskan untuk memangkas sejumlah kepemilikan obligasi (Treasury)."

Pernyataan tersebut dianggap sebagai upaya pemerintah China untuk memaksa Presiden Donald Trump mempertimbangkan kembali sanksi dagang yang berulangkali diancamkannya akan diterapkan atas China. Salah satunya baru-baru ini, Departemen Perdagangan AS diekspektasikan akan merekomendasikan untuk mengimplementasikan bea impor atas Besi dan Aluminium, sebuah langkah yang jelas diarahkan untuk melumpuhkan keunggulan dagang China.

Meskipun tidak disampaikan secara resmi oleh Beijing, tetapi tak ada pejabat tinggi yang menepis pernyataan tadi, sehingga pasar menganggap bahwa ancaman balik China tersebut disetujui oleh pemerintah pusatnya.

 

Periode Bullish Obligasi AS Tamat

China selama ini merupakan salah satu pemborong Obligasi AS terbesar. Menurut data yang dikutip oleh Investopedia, China dan Jepang berada dalam jajaran puncak investor Asing pembeli obligasi AS, dengan masing-masing memiliki 5.5% dari total utang publik negeri Paman Sam.

Kekhawatiran mengenai dominasi kepemilikan China atas Obligasi AS agak berkurang dalam beberapa tahun terakhir karena Federal Reserve melakukan pembelian obligasi masif dalam program Quantitative Easing; dan meskipun QE sudah diakhiri, hingga kini pun belum menjual kembali obligasi-obligasi yang telah terhimpun sebelumnya. Akan tetapi, tahun ini Fed diekspektasikan akan "menormalisasi Balance Sheet (Neraca Keuangan)" yang dalam bahasa awam secara kasarnya bisa dikatakan bahwa Fed akan "menjual kembali" obligasi yang tersimpan tersebut.

Lebih buruk lagi, pemangkasan pajak yang baru diumumkan Amerika Serikat pada akhir tahun lalu akan berdampak pada membengkaknya defisit negara hingga 1 triliun Dolar dalam setahun ke depan. Guna menalangi defisit tersebut, AS diekspektasikan akan merilis lebih banyak lagi surat utang (Obligasi) dalam tahun 2018 ini.

Mengenai ini, Kathy Lien dari BK Asset Management mencatat, "Karena Departemen Keuangan AS akan menaikkan suplai utang (publikasi Obligasi) pada 2018, (maka) jika China berhenti membeli Obligasi AS (Treasury), (berarti) pasar bullish dalam obligasi sudah resmi berakhir. Harga Obligasi akan kolaps, yield akan meroket, dan Dolar akan jatuh."

281895
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.