iklan |
iklan |
Seputarforex - Kurs dolar Australia kemarin sempat menguat sesaat karena terimbas oleh langkah intervensi China untuk menanggulangi pelemahan yuan. Namun, AUD/USD longsor lagi hingga menyentuh level terendah 0.6619 pada sesi Asia hari ini (28/Juni). Pasalnya, data inflasi Australia tadi pagi menunjukkan penurunan yang dapat menjadi alasan bagi Bank Sentral Australia (RBA) untuk tidak menaikkan suku bunga lagi.
Australian Bureau of Statistics (ABS) melaporkan pertumbuhan Indeks Harga Konsumen (CPI) per Mei 2023 hanya mencapai 5.6% (year-over-year). Angka tersebut lebih lambat daripada kenaikan 6.8% pada periode sebelumnya, maupun laju 6.1% yang diperkirakan oleh konsensus untuk periode ini. Perlambatan laju inflasi terutama disebabkan oleh jatuhnya harga BBM serta berkurangnya biaya akomodasi dan perjalanan liburan.
Pasar langsung menanggapi kabar tersebut dengan mengurangi ekspektasi suku bunga Australia. Apalagi, notulen rapat RBA bulan Juni menunjukkan keraguan sejumlah pejabatnya untuk menaikkan bunga. Data pasar kini menunjukkan peluang kurang dari 20% untuk kenaikan suku bunga Australia sebesar 25 basis poin dalam rapat RBA pekan depan.
"AUD/USD jatuh sebesar 0.9% sampai 0.6619 setelah indikator CPI Australia untuk Mei lebih lemah daripada perkiraan," kata Joseph Capurso, pakar strategi di Commonwealth Bank of Australia, "Kami setuju ada peluang kecil untuk kenaikan suku bunga pada Juli. Dengan sedikitnya berita tambahan tentang paket stimulus ekonomi pemerintah China, jalur dengan rintangan paling sedikit bagi AUD/USD adalah ke bawah. AUD/USD dapat menguji 0.6547 pekan ini."
Beberapa analis lain memiliki opini berbeda. Data inflasi Australia di luar biaya liburan dan harga BBM tercatat naik 6.4% pada Mei 2023, atau hanya turun sedikit dibandingkan kenaikan 6.5% pada periode sebelumnya. Apabila RBA ingin benar-benar gigih "memerangi inflasi", mereka semestinya tetap menaikkan bunga lagi. Dalam skenario ini, pengumuman RBA pekan depan berpotensi memicu gejolak di pasar uang.