Poundsterling terkoreksi lagi hingga lebih dari 0.4 persen ke kisaran 1.2227 terhadap Dolar AS pada awal sesi Eropa (8/Oktober), setelah dipublikasikannya laporan yang menyebutkan "Hard Brexit" atau "No-Deal Brexit" dapat menimbulkan kenaikan defisit anggaran hingga 100 Miliar Pound. Meski demikian, fluktuasi Pound versus mata uang mayor cenderung terbatas karena pelaku pasar terus memantau perkembangan negosiasi brexit antara Inggris dan Uni Eropa.
Grafik GBP/USD Daily via Tradingview.com
Sebuah laporan dari lembaga think-thank Institute for Fiscal Studies menyimpulkan bahwa defisit anggaran Inggris bisa meningkat hingga 4 persen dari Gross Domestic Product (GDP) atau sekitar 100 Miliar Pound, apabila Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa perjanjian transisi apapun. Padahal, saat ini terdapat risiko besar bagi terjadinya skenario terburuk tersebut.
Uni Eropa masih mengisyaratkan penolakan terhadap proposal brexit terbaru yang diajukan oleh PM Boris Johnson. Di sisi lain, Johnson bersikeras menyatakan proposal itu merupakan tawaran terakhirnya bagi Uni Eropa. Belum ada draft apapun yang disetujui untuk diajukan secara resmi dalam pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa tanggal 17-18 Oktober mendatang.
Laporan media massa menyebutkan bahwa Uni Eropa telah memberikan waktu kepada Inggris hingga hari Jumat pekan ini untuk menunjukkan sebuah proposal yang dapat disepakati bersama. Negosiasi masih terus berlanjut dan PM Boris Johnson dijadwalkan terbang ke berbagai kota di Uni Eropa untuk mendapatkan dukungan para petinggi negara-negara anggota.
"GBP/USD akan terus diperdagangkan dalam kisaran yang choppy selama proses negosiasi Inggris-Uni Eropa yang berlanjut di Brussels hari ini," kata Kim Mundy dari CBA, "Meskipun risiko Hard Brexit pada 31 Oktober itu rendah, tetapi (probabilitasnya) tidak bisa dihapus, dan ini akan terus menjadi beban penting bagi GBP."
Mundy menilai apabila Johnson gagal mendapatkan deal hingga 19 Oktober, maka deadline brexit kemungkinan ditunda dari 31 Oktober 2019 ke 31 Januari 2020, sesuai dengan provisi legislasi yang telah disahkan oleh parlemen Inggris. Bilamana skenario ini benar terjadi, maka Inggris akan segera disibukkan kembali oleh pemilu dini yang kemungkinan diadakan pada bulan November.