EUR/USD 1.078   |   USD/JPY 151.350   |   GBP/USD 1.263   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,233.48/oz   |   Silver 25.10/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 70,744.95   |   Ethereum 3,561.29   |   Litecoin 94.22   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 1 hari, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 1 hari, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 1 hari, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 1 hari, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 1 hari, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 1 hari, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 1 hari, #Saham Indonesia

Bongkar Faktor Dibalik Tergelincirnya Dolar

Penulis

Dolar AS tenggelam ke level terendah dalam tujuh bulan pagi ini (25/8) di tengah tumbangnya berbagai pasar modal dunia dan menyusutnya ekspektasi akan kenaikan suku bunga the Fed. Namun, perlu diingat bahwa Dolar AS biasanya juga digolongkan sebagai safe haven.

Dolar AS tenggelam ke level terendah dalam tujuh bulan pagi ini (25/8) di tengah tumbangnya berbagai pasar modal dunia dan menyusutnya ekspektasi akan kenaikan suku bunga the Fed. Episode yang tayang menyusul tumbangnya bursa ekuitas China dalam event yang banyak disebut sebagai "Black Monday" tersebut turut mengobrak-abrik pasar forex dan komoditas. Bermula dari jatuhnya pasar saham Asia di pembukaan Senin pagi dan kemudian diikuti oleh jatuhnya harga minyak dan ekuitas Amerika Serikat.

Dolar AS - ilustrasi

 

Jatuhnya Ekuitas AS

Kepanikan pasar menjadi headline setelah indeks-indeks saham utama AS anjlok dalam perdagangan dengan volatilitas super tinggi. Indeks S&P500 merosot 3.9 persen, sementara NASDAQ mundur 3.8 persen. Sedangkan Dow Jones sempat merosot 1000 poin setelah pasar dibuka dan kemudian ditutup menurun 588 poin; penurunan terburuk sejak Agustus 2011. Penurunan tersebut masih lebih baik dibanding indeks Gabungan Shanghai yang minus 10 persen, juga Hang Seng dan DAX dalam periode yang sama. Rekor pergerakan 30 hari bahkan menunjukkan penurunan yang lebih tajam lagi.

 

Saham Ambruk

Grafik Yang Menunjukkan Kejatuhan Sejumlah Indeks Saham Dunia


Indeks-indeks tersebut jatuh mengikuti tingginya volatilitas di pasar. Menurut laporan Bloomberg, sekitar 14 milyar saham diperdagangkan di bursa AS, tertinggi dalam lebih dari empat tahun dan merupakan nilai perdagangan tertinggi kedua sepanjang masa.

Seiring dengan itu, Dolar AS jatuh ke posisi terendah tujuh bulan terhadap Euro setelah pasar berspekulasi the Fed tidak akan menaikkan suku bunga pada bulan September. USD/JPY juga tenggelam ke level terendah sejak bulan Mei. Disebutnya masalah ekonomi China dalam notulen FOMC yang dirilis pekan lalu membuat kejatuhan ekuitas China berimbas berat bagi pasar AS dan Dolar. Kekacauan ini memotivasi pelaku pasar untuk beralih ke aset-aset safe haven klasik seperti Emas, Yen Jepang, dan Franc Swiss.

Sulit untuk memperkirakan sampai kapan abnormalitas ini akan berlanjut. Namun, dengan memilah faktor dibalik kepanikan pasar, trader dapat mengungkap faktor apa saja yang bermain dengan sentimen pasar.

 

Keyakinan Pasar China

Ambruknya pasar saham China pada Senin kemarin bukanlah yang pertama kalinya. Sejak Juni, ekuitas di negeri tersebut sudah menunjukkan kelemahan dan sempat mengalami suspensi massal pada tanggal 8 Juli. Otoritas setempat telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah keterpurukan pasar finansial dan pertumbuhan ekonominya, tetapi masih gagal mengatasi permasalahan. Ibarat bumerang, keputusan demi keputusan yang diambil justru membuat pelaku pasar makin panik karena menilai pemerintah telah kehilangan kemampuan untuk mengendalikan situasi.

Menurut Bruce Brittles dari Robert W. Baird & Co. sebagaimana disampaikannya pada Bloomberg, "Para investor di China telah kehilangan kepercayaan kepada bank sentralnya, dan ini merupakan situasi yang sangat sulit dan menggelisahkan bagi pasar. Pada akhirnya ini tergantung pada apakah situasi (di) China (akan) menghasilkan perlambatan ekonomi yang berat. Jika itu terjadi, maka (dampaknya) akan terasa hingga Amerika Serikat."

Sementara itu, notulen FOMC Juli 2015 secara khusus menyinggung keprihatinan anggota rapat terhadap kondisi ekonomi China dan kuatnya Dolar AS. Hal itu ditanggapi pasar bukan hanya sebagai indikasi akan batalnya kenaikan Fed rate pada bulan September, melainkan juga sebagai pernyataan resmi otoritas moneter AS bahwa ada risiko Amerika Serikat akan terimbas pelambatan ekonomi China. Akibatnya, bursa AS dan Dolar ikut terpukul berat saat negeri Tirai Bambu itu nampak "sakit".

 

Sampai Kapan?

Di sisi lain, survei Bloomberg melahirkan angka-angka yang menunjukkan pesimisme pasar terhadap langkah the Fed ke depan. Survei pada 18 Agustus menunjukkan 48 persen trader kawakan memperkirakan kenaikan Fed rate pada September, tetapi pada hasil polling terbaru yang dipublikasikan hari Senin, hanya 22 persen trader berpandangan demikian. Sementara itu, meski sebelumnya 73 persen trader mengira Fed rate akan dinaikkan Desember, tetapi data terbaru menyebutkan hanya 44 persen yang masih berpikir begitu. Faktor ini turut menjatuhkan Dolar AS, dan sebaliknya mendukung penguatan Euro, Yen, dan Franc Swiss.

Namun, meski pelaku pasar saat ini gelisah di tengah ketidakpastian ekonomi China dan kenaikan Fed rate, perlu diingat bahwa Dolar AS biasanya juga digolongkan sebagai safe haven. Pihak yang akan paling "menderita" jika ekonomi China sungguh memburuk juga bukan Amerika Serikat, melainkan pasar komoditas (karena China adalah konsumen terbesar sejumlah komoditas utama) dan negara berkembang (yang menjadikan China sebagai partner dagang utama). Dalam perspektif ini, maka bisa diproyeksikan kondisi bisa berubah jika kepanikan mulai mereda.

David Rodriguez dari DailyFX dalam catatannya memaparkan bahwa pasar forex sepekan kedepan akan mengalami pergerakan mata uang terbesar sejak awal Juni, yang berarti ini bukan peringatan akan terjadi pergolakan besar. Selain itu, lanjutnya, "Ini bisa jadi sebuah pengingat bahwa kepanikan pasar (selama) tiga hari tidak lantas berarti akan terjadi aksi jual (sell-off) berkepanjangan. Namun akan penting untuk bertrading secara defensif hingga kita melihat tanda-tanda signifikan bahwa kondisi pasar normal."

243931

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.