Greenback terjun bebas dalam perdagangan sesi New York akhir pekan lalu, dilanjutkan hingga sesi Asia hari ini (30/Desember). Saat berita ditulis, indeks Dolar AS (DXY) telah mencetak penurunan harian 0.25 persen pada kisaran 96.78. Pelemahan paling parah diderita Dolar AS versus Poundsterling dan Yen Jepang. Trio Dolar Komoditas juga sukses mengungguli Greenback, karena sentimen risiko pasar didongkrak oleh cemerlangnya prospek kesepakatan dagang AS-China.
Sedikit sekali jadwal rilis data ekonomi berdampak tinggi, sehingga besarnya fluktuasi Dolar AS bisa jadi lebih dikarenakan minimnya likuiditas menjelang akhir tahun. Fluktuasi berbagai pair mata uang pun cenderung lambat dan sebagian besar masih ranging. Hanya ada segelintir kabar dari perundingan dagang AS-China dan isu brexit.
Beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan akan segera menandatangani kesepakatan dagang dengan Presiden Chin Xi Jinping, Beijing mengatakan sedang berkomunikasi dengan Washington untuk mempersiapkan upacara penandatanganan terkait. Hal itu disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang. Meski tak dijelaskan lebih lanjut kapan upacara akan diadakan, konfirmasi itu cukup memadai untuk mendongkrak nilai tukar beraneka aset high-risk versus Greenback.
Sementara itu, Euro dan Pound menguat meski kondisi ekonomi domestik cenderung lesu, khususnya dipicu oleh surat terbuka yang ditulis oleh Wakil Presiden European Commission, Frans Timmermans. Dalam surat tersebut, Timmermans mengatakan Inggris "akan selalu bisa kembali lagi (ke dalam Uni Eropa)". Presiden European Commission yang baru, Ursula von der Leyen, juga mengatakan bahwa Uni Eropa bisa memperpanjang deadline untuk perundingan dagang baru dengan Inggris, meskipun RUU Brexit yang dibahas di Parlemen Inggris ingin membatasinya sampai Desember 2020 saja.