Seputarforex.com - Pada hari Rabu (5/Februari), Departemen Statistik Selandia Baru mempublikasikan data Empoyment Change kuartal IV tahun 2019 yang tidak meningkat atau tumbuh 0.0 persen dalam basis kuartalan. Data ini lebih buruk dari ekspektasi sebelumnya yang memprediksi kenaikan pertumbuhan dari 0.2 persen ke 0.3 persen.
Secara keseluruhan, terdapat 2.648 juta orang yang berkerja hingga akhir tahun 2019, tak ada perubahan berarti dari kuartal sebelumnya. Namun apabila dihitung dalam basis tahunan, maka Employment Change Selandia Baru sejatinya mengalami pertumbuhan cukup baik, yakni naik 1.0 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, pasar tenaga kerja Selandia Baru tidaklah seburuk perkiraan selama ini.
Tingkat Pengangguran Turun
Selain Employment Change, Departemen Statistik Selandia Baru juga mempublikasikan laporan Tingkat Pengangguran untuk periode Oktober-Desember 2019. Data tersebut turun 0.1 persen menjadi 4.0 persen, sangat positif karena mengalami penurunan cukup siginifikan dan lebih baik dari estimasi pasar di kisaran 4.2 persen.
Membaiknya Tingkat Pengangguran Selandia Baru sebagian besar dipicu oleh semakin turunnya jumlah penduduk yang tidak bekerja di kalangan wanita; melemah dari 4.5 persen menjadi 4.3 persen. Sementara itu, tingkat pengangguran untuk kalangan pria tidak berubah pada level 3.8 persen.
Data lain menunjukkan, tingkat upah pekerja di Selandia Baru mengalami kenaikan 2.6 persen secara tahunan pada kuartal terakhir 2019. Ini menjadi kenaikan tahunan terbesar sejak kuartal II tahun 2009, yang saat itu naik 2.8 persen. Membaiknya tingkat upah pekerja akan mendorong trend inflasi, sehingga pelaku pasar optimis jika prospek RBNZ untuk kembali memangkas suku bunga dalam waktu dekat akan semakin berkurang.
Dolar NZ Menguat Versus Dolar AS
Rilis data pengangguran yang cukup positif nyatanya berhasil menghalau imbas data Employment Change yang gagal memenuhi ekspektasi. Pair NZD/USD saat ini diperdagangkan pada kisaran 0.6483 berusaha rebound setelah mengalami penurunan tajam selama beberapa sesi terakhir karena merebaknya kekhawatiran investor terhadap dampak Virus Corona.
