Pada hari Selasa (10/September), Departemen Statistik China merilis data Consumer Price Index (CPI) yang melaju 2.8 persen secara tahunan di bulan Agustus, lebih baik ketimbang konsensus ekonom Reuters yang sebelumnya memprediksi perlambatan ke 2.6 persen. Jika dibandingkan dengan data periode sebelumnya yang 2.8 persen, maka rilis CPI China kali ini tidak menunjukkan perubahan apapun.
Inflasi Konsumen di China sukses bertahan di level tinggi dalam beberapa bulan terakhir, karena dipicu oleh kenaikan harga bahan makanan seperti daging babi dan buah-buahan. Sementara itu, harga barang di luar makanan juga tercatat menguat meski tidak setajam kenaikan harga makanan. Kondisi inilah yang mendasari angka CPI bulan Agustus mengungguli ekspektasi.
Indeks Harga Produsen China Terbenam Di Zona Deflasi
Sementara itu, Departemen Statistik China juga merilis data inflasi di tingkat produsen (PPI) yang merosot ke level (-0.8 persen) dalam basis tahunan, turun semakin jauh setelah pada periode sebelumnya mencatat pelemahan di -0.3 persen.
Rilis data PPI China di atas sekaligus menorehkan rekor kontraksi tahunan terburuk sejak Agustus 2016. Meski demikian, perolehan angka PPI tersebut setidaknya masih lebih baik ketimbang forecast penurunan di -0.9 persen.
Kemerosotan data Inflasi Produsen sudah berlangsung selama empat bulan terakhir. Sejak Juli, PPI China bahkan sudah berada di zona deflasi. Hal ini disinyalir terjadi akibat dampak perang dagang dengan AS yang memicu lemahnya permintaan ekspor.
Yuan Berusaha Menguat Versus Dolar AS
Rilis data CPI dan PPI China pagi ini tidak begitu berkontribusi terhadap pergerakan mata uang Yuan terhadap Dolar AS. Pada pukul 10:30 WIB, pair USD/CNY diperdagangkan pada kisaran 7.1146. Setelah menguat 0.98 persen sepanjang pekan lalu, pair ini tampak terkonsolidasi. Yuan China berusaha menunjukkan penguatan pasca merebaknya optimisme pasar atas negosiasi dagang AS-China di Washington pada bulan Oktober mendatang.