EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,326.50/oz   |   Silver 27.31/oz   |   Wall Street 38,460.92   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 34 menit lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 6 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 6 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 6 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 7 jam lalu, #Saham AS

Goldman Sachs: Pasar Salah Mengartikan Pidato Powell

Penulis

Pidato Powell di simposium Jackson Hole diasumsi dovish, akan tetapi Goldman Sachs tak setuju. Menurut mereka, ada satu hal yang luput dari pertimbangan pasar.

Seputarforex.com - Pidato Ketua The Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole akhir pekan lalu (26/Agustus), disimpulkan sebagai sinyal bahwa Powell cenderung pada kenaikan suku bunga secara gradual alias tidak agresif. Powell dinilai tidak menganggap inflasi atau ekses finansial Amerika Serikat sebagai potensi ancaman. Oleh sebab itulah, interpretasi pasar menyimpulkan bahwa Powell menggunakan pendekatan dovish, dengan klausa "lebih jauh dan gradual" dalam kenaikan suku bunga.

 

goldman-sachs

 

Namun, para ekonom Goldman Sachs rupanya tak sependapat dengan konsensus tersebut. Berdasarkan studi yang telah mereka lakukan, pidato Powell agak mengabaikan rendahnya tingkat pengangguran AS. Padahal hal itu justru dapat menjadi sinyal kenaikan suku bunga secara lebih agresif.

 

Rendahnya Tingkat Pengangguran AS Luput Dari Pertimbangan

Dalam sebuah makalah yang ditulis oleh lima ekonom Goldman Sachs berjudul Some Implications of Uncertainty and Misperception for Monetary Policy, lembaga finansial raksasa tersebut menyimpulkan bahwa seharusnya The Fed juga memerhatikan tingkat pengangguran AS yang menurun.

Para pembuat kebijakan di bank sentral, menurut makalah tersebut, seharusnya lebih mempertimbangkan turunnya jumlah pengangguran sebagai tolak ukur inflasi, dalam menaikkan suku bunga. Tingkat Pengangguran AS saat ini sudah 3.9 persen, hampir mendekati level terendah selama 50 tahun.

Jika dipertimbangkan kembali, maka alasan itu sebetulnya cukup bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga secara agresif di tahun 2019 mendatang. Bahkan bisa jadi lebih agresif daripada perkiraan.

 

Goldman Sachs Prediksi Rate Hike Tahun Depan Tetap Agresif

"Kami menduga studi (yang digunakan oleh Powell) sangat berpengaruh karena dua alasan. Pertama, studi yang cermat itu sangat relevan untuk Outlook saat ini. Kedua, penyusunannya melibatkan ekonom-ekonom The Fed yang paling senior," kata Daan Struvyen, ekonom Goldman Sachs.

"Kami telah berulang kali memberikan pendapat bahwa kekhawatiran tentang overshooting pasar tenaga kerja akan cenderung mendorong pengetatan moneter secara stabil, sampai pertumbuhan upah melambat dalam laju yang berkelanjutan," tambah Struvyen.

Ia menyimpulkan, untuk saat ini Goldman Sachs tetap pada perkiraan dua kali kenaikan suku bunga di paruh kedua 2018, dan empat Rate Hike untuk tahun 2019. Alasannya, ke depan, FOMC akan terus memperhatikan ekses yang terjadi dalam inflasi inti dan tingkat pengangguran.

285086
Penulis

Sudah aktif berkecimpung di dunia jurnalistik online dan content writer sejak tahun 2011. Mengenal dunia forex dan ekonomi untuk kemudian aktif sebagai jurnalis berita di Seputarforex.com sejak tahun 2013. Hingga kini masih aktif pula menulis di berbagai website di luar bidang forex serta sebagai penerjemah lepas.