Biro Stastistik Jepang pada hari Jumat (21/9) merilis data inflasi inti yang meningkat 0.9 persen YoY, lebih tinggi dari hasil periode sebelumnya yang berada di 0.8%. Secara bersamaan, badan terkait juga mengumumkan inflasi total yang meningkat sebesar 1.3, menguat dari data periode sebelumnya yang sebesar 0.9 persen.
Bank of Japan (BoJ) menggunakan data inflasi inti sebagai salah satu acuan dalam mengambil kebijakan moneter. Dengan rilis inflasi yang terus-menerus di bawah target 2 persen, BoJ kemungkinan besar akan kembali mempertahankan kebijakan moneter ultra longgar.
Bank Sentral Jepang selama ini telah berusaha untuk menaikkan tingkat inflasi menuju target. Namun, pola pikir deflasi yang telah mengakar di masyarakat Jepang, sehingga banyak perusahaan enggan menaikkan harga karena tidak ingin kehilangan konsumen yang sangat peka terhadap harga.
Yen Gagal Memanfaatkan Pelemahan Dolar AS
Membaiknya data inflasi Jepang yang masih di bawah target tak membantu posisi mata uang Yen terhadap Dolar AS. Pasangan mata uang USD/JPTY melanjutkan pelemahan yang sudah terjadi sejak sesi New York kemarin (20/9). Pada saat berita ini sedang ditulis, pair USD/JPY berada di kisaran 112.67, naik signifikan dari harga pembukaan harian di 112.47.
Yen tampaknya tidak mampu mengambil kesempatan dari pelemahan Dolar AS yang sedang terjadi. USD secara umum melemah terhadap hampir seluruh mata uang utama, karena sentimen pasar tak lagi terlalu mengkhawatirkan dampak perang tarif antara AS dan China. Hal tersebut mendorong tumbuhnya minat risiko, sehingga mata uang komoditas menguat signifikan terhadap Greenback.
"Pasar menyadari jika setidaknya untuk jangka pendek, tidak akan ada keuntungan yang bisa diambil dari posisi Long Dolar AS, sehingga para investor beralih ke aset lain," kata Shaun Osborne, kepala strategi FX di Scotiabank di Toronto.