Seputarforex.com - Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, mengonfirmasi bahwa AS dan China sedang melakukan pembicaraan kembali mengenai hubungan perdagangan mereka. Ia bahkan mengatakan jika prosesnya berjalan sangat baik.
"Saya rasa, hal ini sangat, sangat, sangat positif," kata Kudlow dalam telekonferensinya dengan CNBC, Selasa (13/November) malam ini.
Berikut ini adalah video telekonferensi Kudlow dengan news anchor CNBC, David Faber:
Pernyataan Kudlow ini merupakan konfirmasi atas laporan yang menyebutkan bahwa Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, telah memulai kembali diskusi perdagangan dengan China.
Minggu lalu, Presiden AS Donald Trump mencuit bahwa ia telah berbicara secara pribadi dengan Presiden China Xi Jinping. Kedua pimpinan negara yang tengah berseteru tersebut berencana untuk melakukan perundingan secara resmi dalam KTT G-20, yang akan dihelat di Argentina akhir November ini.
Sejauh ini, pembicaraan antara AS dan China selalu menemui kebuntuan. Namun, untuk komunikasi yang tengah dilakukan oleh Menkeu Mnuchin kali ini, Kudlow mengatakan bahwa prosesnya berjalan cukup lancar. Kudlow juga mengutarakan bahwa ia juga sudah berbicara dengan Mnuchin, sembari mempersiapkan materi untuk perundingan di Argentina.
Kemajuan positif pembicaraan perdagangan tak hanya terjalin dengan China. Kudlow menambahkan, komunikasi AS dengan Uni Eropa dan Jepang pun terbilang sangat baik.
Indeks Dolar Turun Terbatas
Indeks Dolar AS (DXY) menurun tipis malam ini, walau secara umum masih bergerak di level tinggi 16 bulan. Saat berita ini ditulis pada pukul 23:30 WIB, DXY berada pada level 97.15, turun tipis dibandingkan dengan level kemarin. Namun, penurunan Dolar AS tampaknya tak akan signifikan, karena mata uang tersebut masih terdukung oleh ekspektasi kenaikan suku bunga AS bulan depan.
"Meningkatnya ketidakpastian global dan melebarnya selisih yield obligasi AS dengan negara-negara lain memang menjadi dukungan (bagi penguatan Dolar AS). Namun, kenaikan valuasi kemungkinan dapat membatasi penguatan lebih lanjut," kata Richard Turnill, analis BlackRock dalam catatan risetnya yang dikutip oleh Reuters.
