EUR/USD 1.081   |   USD/JPY 151.210   |   GBP/USD 1.264   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,222.50/oz   |   Silver 24.97/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 69,455.34   |   Ethereum 3,500.12   |   Litecoin 93.68   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 12 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 12 jam lalu, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 19 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 19 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 19 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 19 jam lalu, #Saham Indonesia

Memahami Chequers Plan, Backstop Plan, Dan Kekalutan Brexit Terkini

Penulis

Pembahasan Backstop Plan yang sekarang ramai diberitakan merupakan imbas dari ditolaknya Chequers Plan oleh Uni Eropa. Bagaimana duduk perkaranya hingga berdampak pada pergerakan Poundsterling saat ini?

Beberapa bulan belakangan, berbagai istilah makin sering disebut-sebut terkait rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Diantaranya Chequers Plan dan Backstop Plan. Apa makna masing-masing Plan, dan rencana Brexit macam apa yang bullish atau bearish bagi Poundsterling?

 

Latar Belakang Keruwetan Rencana Brexit

Uni Eropa memiliki status berbeda dengan asosiasi negara lainnya seperti ASEAN dan African Union. Uni Eropa saat ini merupakan kesatuan ekonomi-politik antara 28 negara di benua Eropa yang setiap negara di dalamnya bukan hanya mengadakan kerjasama dalam proyek tertentu. Berkat adanya sebuah parlemen bersama, Uni Eropa memiliki perundangan, pemerintahan, dan sistem ekonomi yang berlaku umum dalam kawasan. Dengan demikian, Uni Eropa menyerupai sebuah super-country.

Perundangan yang berlaku umum di kawasan Uni Eropa memungkinkan arus perpindahan orang, barang, dan jasa lebih mulus; meskipun melewati perbatasan negara. Sebagai contoh:

  1. orang yang tinggal di Prancis bisa komuter ke kantornya di Inggris setiap hari tanpa membutuhkan visa;
  2. warga Republik Irlandia bisa berbelanja di bakery yang berlokasi di Irlandia Utara (kawasan Inggris) lalu pulang tanpa membayar bea khusus;
  3. daging dari Jerman bisa diolah dan di-packing di Belanda untuk dijual di Inggris tanpa bea impor dan pemeriksaan terinci di dermaga;
  4. sebuah broker forex teregulasi Siprus dapat menawarkan jasanya pada warga Inggris tanpa membutuhkan perijinan tambahan.

Di sisi lain, rencana Brexit menjadi kompleks justru karena kemudahan-kemudahan itu pula. Pasalnya, referendum Juni 2016 memenangkan kelompok pro-Brexit dalam kondisi tak ada rencana matang sama sekali untuk pelaksanaannya.

Hasil Referendum Brexit

Secara umum, ada tiga masalah yang harus diselesaikan sebelum Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa:

  1. Berapa besar "utang" Inggris yang harus dibayarkan ke Uni Eropa?
  2. Bagaimana peraturan perbatasan antara Irlandia dan Inggris?
  3. Bagaimana status warga negara Inggris yang tinggal di negara Uni Eropa lainnya; serta bagaimana status warna negara UE yang tinggal di Inggris.

Selain itu, ada pula pertanyaan mengenai bagaimana model hubungan perdagangan antara Uni Eropa dan Inggris pasca Brexit.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, kedua belah pihak telah sepakat melakukan perundingan sejak Inggris memicu Article 50 pada 29 Maret 2017 hingga 29 Maret 2019 (tanggal yang ditentukan bagi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa). Selain itu, disetujui pula "masa transisi Brexit" antara 29 Maret 2019 hingga 31 Desember 2020 agar perusahaan-perusahaan dan individu bersiap diri dan beradaptasi, apabila Inggris dan Uni Eropa berhasil "deal" dalam rencana Brexit tertentu sebelum 29 Maret 2019. Namun, hingga detik ini (23 Oktober 2018), rencana Brexit awal saja masih tidak jelas.

PM Theresa May yang menerima tanggung jawab untuk memandu proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa telah menyusun rencana Brexit yang dijuluki "Chequers Plan". Akan tetapi, rencana ini mendapatkan kritik keras dari kelompok pro-Uni Eropa maupun pro-Brexit di parlemen Inggris, dan mendapati penolakan keras dari sejumlah pejabat tinggi Uni Eropa.

 

Chequers Plan

Chequers Plan disusun di Chequers Court, rumah dinas resmi Perdana Menteri yang berlokasi di Buckinghamshire, Inggris. Isinya antara lain:

  1. Inggris akan meniru standar aturan Uni Eropa untuk barang-barang.
  2. Inggris dan Uni Eropa akan menjadi sebuah "combined customs territory". Artinya, Inggris akan menerapkan kebijakan perdagangan dan bea impor sendiri untuk barang-barang yang masuk, tetapi menerapkan tarif sesuai standar Uni Eropa untuk barang-barang yang diekspor ke kawasan UE. Ekspektasinya, apabila ini diterapkan maka tak dibutuhkan perbatasan fisik antara Inggris dan Irlandia.
  3. Inggris akan bebas membuat kesepakatan dagang sendiri dengan negara lain di dunia (ini tak bisa dilakukan jika Inggris masih tergabung dalam Uni Eropa).
  4. Inggris akan mengakhiri arus bebas perorangan antar negara. Namun, sebuah kerangka mobilitas akan disusun untuk memungkinkan warga Uni Eropa dan warga Inggris tetap dapat bepergian, belajar, dan bekerja antar wilayah.

Chequers Plan merupakan buah dari upaya PM Theresa May untuk menggabungkan ide-ide kelompok pro-Brexit dan kelompok anti-Brexit dalam parlemen Inggris. Namun, hasilnya justru ramai-ramai ditolak oleh semua pihak. Menteri Luar Negeri Boris Johnson (yang pro-Brexit) mengundurkan diri dalam hitungan hari setelah Chequers Plan dikemukakan. Namun, kelompok anti-Brexit juga bergolak dan bahkan menggalang demonstrasi menuntut diadakannya referendum kedua.

Uni Eropa pun menyatakan bahwa bagian hubungan dagang dalam proposal itu tak dapat diterima. Pada pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa di Salzburg, Austria, bulan September lalu, Presiden European Council Donald Tusk telah secara resmi menolak Chequers Plan.

 

Masalah Perbatasan Irlandia

Salah satu masalah paling krusial yang belum menemui titik terang adalah soal perbatasan darat sepanjang 310 mil antara Inggris (negara bagian Irlandia Utara) dengan Republik Irlandia. Perbatasan fisik antara kedua wilayah sudah ditiadakan sejak Inggris dan Irlandia sama-sama bergabung dengan Uni Eropa. Namun, karena Inggris akan keluar, maka peraturan di perbatasan perlu dirundingkan ulang.

Masalah Perbatasan Irlandia

Uni Eropa menginginkan sebuah "common regulatory area" di Irlandia setelah Brexit. Implikasinya, Irlandia Utara (salah satu negara bagian Inggris) akan tetap menjadi bagian dari Uni Eropa. PM May dan Democratic Unionist Party (DUP) menolaknya karena dengan demikian maka Irlandia Utara akan terpisah dari Inggris.

Alih-alih, PM May menawarkan solusi yang telah disampaikan dalam Chequers Plan-nya. Solusi ini berupa pembentukan "common rulebook" untuk arus barang hasil manufaktur dan makanan antara Uni Eropa dan Inggris, tanpa diperlukan pengecekan reguler di perbatasan. Deklarasi impor/ekspor dan penerapan bea dilakukan secara elektronik di perbatasan, meski tanpa adanya perbatasan fisik (hard border). Uni Eropa sepakat akan dipertahankannya perbatasan terbuka (open border) di Irlandia; tetapi, sebagaimana telah disebutkan di atas: Uni Eropa juga menolak Chequers Plan. Kegagalan dalam mencapai kesepakatan soal ini kemudian mengantarkan pada perdebatan soal Backstop Plan.

 

Backstop Plan

Sebagai alternatif terakhir, Inggris dan Uni Eropa sebenarnya sudah menyiapkan rencana khusus apabila terjadi "No-deal Brexit". Rencana yang disebut Backstop Proposal atau Backstop Plan ini pada dasarnya hanya membahas soal "safety net" yang akan diterapkan jika kesepakatan Brexit final tak tercapai bahkan hingga tiba tanggal keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada Maret 2019. Namun, rincian isinya belum jelas.

Berdasarkan perkembangan terakhir, terdapat sedikitnya tiga versi Backstop Plan:

  • Backstop Plan I (versi Uni Eropa)

Irlandia Utara akan tetap mengikuti aturan-aturan pasar Uni Eropa dan EU Custom Union di semua sektor terkait, meskipun Inggris keluar dari Uni Eropa. Versi ini sudah disetujui Inggris pada bulan Desember lalu, tetapi belakangan PM May mempermasalahkannya karena itu berarti Irlandia Utara menerapkan perundangan berbeda dengan negara bagian lainnya (England, Skotlandia, dan Wales) sehingga menggerogoti kedaulatan Inggris. DUP juga menolaknya karena tak mau Irlandia Utara menjadi otoritas khusus yang terpisah selamanya dari Inggris.

  • Backstop Plan II (versi DUP)

Aturan pasar Uni Eropa dan Custom Union yang berlaku di Irlandia Utara bukan hanya efektif di daratan, melainkan diperluas hingga Laut Irlandia; dan hanya berlaku untuk masa tertentu saja. Perkembangan ini mendapatkan perlawanan makin keras dari PM May karena alasan yang sama dengan poin pertama.

  • Backstop Plan III (versi Inggris - PM May)

Inggris akan keluar dari Uni Eropa pada Maret 2019, lalu keluar dari single market pada Desember 2020, tetapi masih memberlakukan EU Custom Union hingga peraturan pabean baru berhasil disusun, paling lambat Desember 2021.

Backstop Plan versi Inggris ditolak mentah-mentah oleh Uni Eropa karena peraturan pabean baru belum tentu dapat ditemukan, tak jelas siapa yang akan memutuskan kalau peraturan pabean baru sudah final, dan tak jelas jurisdiksi pengadilan mana yang berlaku selama masa ketidakpastian (pengadilan Inggris atau Uni Eropa?). Selain itu, versi ini juga membuka kemungkinan bagi Inggris untuk curang; alias memanfaatkan benefit Custom Union hingga periode waktu tak terbatas meski sudah keluar dari Uni Eropa.

 

Rencana Brexit Mana yang Bullish Bagi Pounds?

Pergerakan Pound di pasar forex belakangan ini sangat bergantung pada berbagai isu terkait negosiasi Brexit antara Inggris dan Uni Eropa. Salah satu pertanyaan umum di kalangan trader dan investor adalah: sebenarnya rencana Brexit macam apa sih yang bullish bagi GBP dan rencana macam apa pula yang bearish?

Jawabannya sederhana sekali. Bagi pelaku pasar finansial, rencana yang manapun oke, asalkan tercapai sebuah kesepakatan antara Inggris dan Uni Eropa. Oleh karena itu, apabila keluar berita mengenai kabar terbaru masalah Brexit, yang perlu diperhatikan oleh trader hanyalah: apakah kabar itu berarti kesepakatan makin dekat atau makin jauh?

Dari perspektif fundamental, jika kabar terbaru mengesankan kesepakatan makin dekat, berarti itu BULLISH bagi GBP. Sedangkan jika kabar terbaru mengesankan kesepakatan makin jauh (misalnya tarik-ulur Backstop Plan saat ini), maka berarti itu BEARISH bagi GBP.

Patut untuk dicatat bahwa Inggris dijadwalkan resmi keluar dari Uni Eropa per Maret 2019. Apabila negosiasi antara Inggris dan Uni Eropa belum membuahkan kesepakatan tertentu hingga waktunya tiba, maka masa negosiasi bisa diperpanjang hingga lebih dari dua tahun. Namun, setiap perpanjangan waktu negosiasi perlu disetujui oleh ke-27 negara anggota Uni Eropa lainnya terlebih dahulu.

285848

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.


Indro

Kesannya Inggris mau enak e dewe ya.. hahha.
Coba ga usah Brexit, ga ribet gini kan urusannya.. hihi

A Muttaqiena

ya, kabarnya banyak juga orang Inggris yang menyesal karena referendum dulu dianggap joke, tapi ternyata konsekuensinya besar