XAU/USD masih wait and see karena trader tunggu NFP AS, 1 hari, #Emas Fundamental   |   EUR/JPY berada dalam tekanan jual di bawah harga 164.50, kondisi RSI yang oversold dipantau, 1 hari, #Forex Teknikal   |   GBP/USD bergerak di atas level 1.2550, menguji batas atas channel, 1 hari, #Forex Teknikal   |   EUR/USD naik mendekati level 1.0750 karena sentimen risiko kembali netral, 1 hari, #Forex Teknikal   |   Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada awal perdagangan Jumat (3/Mei), naik 0.4% ke 7,160, 2 hari, #Saham Indonesia   |   PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp691.2 miliar per Maret 2023. , 2 hari, #Saham Indonesia   |   PT Mitrabara Adiperdana Tbk. (MBAP) menganggarkan belanja modal dan investasi senilai $58 juta, 2 hari, #Saham Indonesia   |   PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) atau Fox Logger membidik peluang bisnis dari implementasi pembayaran tol tanpa sentuh berbasis Global Navigation Satellite System yang akan segera diterapkan di Indonesia, 2 hari, #Saham Indonesia

Mengapa Australia Bisa Selamat Dari Resesi

Nadia 17 May 2017
Dibaca Normal 5 Menit
forex > analisa >   #resesi
Australia, negara ini adalah satu-satunya negara yang mampu bertahan dari resesi selama 25 tahun terakhir, tepatnya sejak tahun 1991. Bagaimana bisa?

Ada yang menarik dari ekonomi Australia, negara ini adalah satu-satunya negara yang mampu bertahan dari resesi selama 25 tahun terakhir, tepatnya sejak tahun 1991. Dalam ekonomi, resesi adalah kondisi saat pertumbuhan ekonomi negara yang diukur dengan GDP, menghuni posisi negatif selama tiga kuartal berturut-turut dalam satu tahun. Hal ini sebetulnya adalah fenomena yang normal karena resesi termasuk salah satu siklus ekonomi.

ekonomi-australia

Australia memang bukan pemecah rekor, karena di atasnya masih ada Belanda yang absen dari resesi selama 27 tahun, tepatnya antara 1981 sampai 2008. Namun, karena mata uang Australia merupakan salah satu mata uang mayor, maka ada baiknya kita membuka sedikit wawasan mengenai perekonomian Negeri Kanguru ini.

Usaha pemerintah dan Bank Sentral Australia (RBA) untuk mengindarkan Australia dari resesi bukan tanpa halangan. Pada Desember 2016 lalu, Australia sempat singgah di bibir jurang resesi akibat merosotnya Pertumbuhan Domestik Bruto alias GDP hingga minus 0.5 persen.

Pun demikian dengan Tingkat Pengangguran Australia. Tidak selalu rendah dalam seperempat abad terakhir ini. Tahun 1996, 2001, 2009, dan 2013 tingkat pengangguran Australia tercatat melonjak. Akan tetapi, kenaikan tingkat pengangguran itu bisa dibilang tak terlalu tinggi, karena pertumbuhan ekonominya kembali tumbuh dengan pesat.

Lantas, bagaimana bisa ekonomi Australia terhindar dari resesi sejak tahun 1990? Apa penyebabnya?

 

Peran China?

Apakah berkat China? Seringkali dalam berita-berita forex, segala sesuatu tentang ekonomi China akan dihubungkan dengan naik turunnya Dolar Australia. Itu tak lain karena ketergantungan perdagangan Australia yang sangat tinggi pada China. Ekspor Australia ke China bahkan mencapai porsi 32 persen.

Pada tahun 2004, harga bijih besi--komoditas nomor wahid Australia--melesat menyusul banjirnya permintaan baja dari China. Uang pun mengalir ke tambang-tambang mineral di Australia Barat. Pembukaan lapangan kerja untuk industri pertambangan pun meningkat hingga 10 persen. Dari sini, ketergantungan Australia pada China makin besar, hingga sepertiga porsi ekspor Australia dialamatkan ke negeri Tirai Bambu.

Hingga akhirnya, pada tahun 2011, investasi pertambangan Australia mengalami boom dan harga bijih besi terpukul sampai anjlok separuhnya. Tingkat pengangguran Australia melejit pada tahun 2012. terpuruk hingga 1.10 saat itu, di atas paritas dengan Dolar AS. Kondisi itu berlangsung sampai dua tahun setelahnya.

Belum lagi, kondisi ekonomi dalam negeri China sendiri juga sedang tak sehat. Perlambatan pertumbuhan melanda negara tujuan ekspor terbesar Australia tersebut.

Ujian perekonomian Australia tak berhenti sampai di situ. Industri otomotif yang termasuk industri paling penting di Australia juga dilanda kabar buruk. Dua dari tiga manufaktur mobil terbesar menyatakan hengkang dari Australia. Menyusul kemudian, anggaran Australia habis hingga tiga triliun Dolar Australia untuk mengurusi dampak boom investasi pertambangan. Defisit membengkak. Pembangunan infrastruktur pun mandek. Padahal, kesemuanya itu adalah dukungan bagi pertumbuhan.

Hebatnya, cobaan bertubi-tubi itu masih tak berhasil mendorong Australia ke jurang resesi. Lho, jadi bukan karena China, dong? Setelah semua yang terjadi, betul, ternyata China belum bisa disebut sebagai dewa penyelamat Australia dari resesi. Jadi, apa yang membuat Australia bertahan dari resesi?

 

Berkat Bank Sentral Australia (RBA)

Menurut Matt O'Brien, kolumnis ekonomi di Washington Post, jawabannya adalah berkat Bank Sentral Australia (RBA). RBA adalah bank sentral yang beruntung, karena ia bisa memotong suku bunganya saat kondisi negara memang butuh pemotongan suku bunga (cut rate). Sementara negara lain tidak bisa, karena suku bunga mereka sudah nol. Negara-negara yang kepepet bahkan terpaksa menegatifkan suku bunga mereka.

Australia bisa, karena saat memerlukan kebijakan cut rate, suku bunga mereka masih tinggi. Selain beruntung, ini karena RBA adalah bank sentral yang cerdas. Mengapa? Ini ada sejarahnya. 25 tahun yang lalu, bank-bank sentral mulai mengumumkan berapa target inflasi yang mereka harapkan. Bank Sentral New Zealand (RBNZ) adalah bank sentral pertama yang mematok 2 persen sebagai angka inflasi ideal.

resesi-australia

Para ekonom pun menganggap bahwa kebijakan RBNZ itu cukup bijak. 2 persen merupakan level yang cukup kecil untuk bisa konsisten dengan stabilitas harga, tetapi mereka tidak menyadari bahwa itu cukup besar saat suku bunga nol. Jepang, AS, dan Eropa terjebak dalam target inflasi 2 persen dan suku bunga nol ini sejak tahun 2008. RBA tidak, karena mereka tidak mematok target inflasi 2 persen, melainkan 2-3 persen rata-rata siklus bisnis (averaged over the business cycle). Jika dibandingkan dengan The Fed, usaha RBA lebih membuahkan hasil.

Anggap saja inflasi tahun ini adalah 1 persen. Apa yang akan The Fed lakukan selanjutnya? Ia akan terus berusaha menjaga inflasi di kisaran 2 persen. Jika inflasi di bawah target atau melebihi target, The Fed tidak berusaha memperbaikinya di masa depan. Mereka lebih memilih mengutak-atik suku bunga sembari menunggu inflasi mencapai target.

Sebaliknya, Australia akan memperbaikinya. RBA berusaha untuk menaik turunkan inflasinya supaya tetap berada di rata-rata 2 hingga 3 persen. Kekeliruan adalah untuk diperbaiki, bukan untuk dilupakan. Hasilnya, suku bunga Australia bisa jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga negara-negara maju lainnya. Saat The Fed baru memulai pembicaraan serius untuk menaikkan target inflasi, Australia sudah mengurus masalah lainnya.

 

Terhindar Dari Resesi Tak Berarti Bebas Masalah

Paragraf penutup ini memang terkesan kontradiktif. Namun penting untuk diketahui karena bebas resesi tak berarti bebas masalah. Terhindar dari resesi tak lantas membuat ekonomi Australia aman. Masalah lain yang diurus oleh Australia sekarang adalah pasar tenaga kerja.

tingkat-pengangguran-australia

Bob Gregory, seorang profesor spesialis ketenagakerjaan di Australian National University Canberra sekaligus mantan pejabat RBA tahun 1985 - 1995 mengatakan, Australia memang jauh dari resesi, setidaknya sangat lambat menuju resesi. Namun, tidak ada yang istimewa darinya. Australia masih harus menyelesaikan masalah full-time employment yang dinilai Greogry tak lebih baik dari tahun ke tahun.

Terkait Lainnya
 

Kirim Komentar Baru