Advertisement

iklan

Parlemen UE merekomendasikan negara-negara non-UE untuk memperketat peraturan kripto, 2 hari, #Kripto Fundamental   |   EUR/USD mendapatkan tekanan jual di sekitar harga 1.0650, investor menantikan data PMI Eurozone dan AS, 2 hari, #Forex Teknikal   |   Menurut Wells Fargo, GBP/USD berpotensi menuju level 1.2000 atau lebih rendah, 2 hari, #Forex Teknikal   |   Indeks utama Wall Street melemah pada akhir perdagangan hari Kamis karena aksi jual besar-besaran lantaran investor khawatir The Fed akan memberlakukan kebijakan moneter ketat (hawkish) lebih lama dari yang diperkirakan. Ketiga indeks anjlok lebih dari 1%, 2 hari, #Saham AS   |   Gandeng Nickel Industries Limited (NIC), PT United Tractors Tbk (UNTR) melebarkan sayap bisnisnya ke bidang pertambangan dan pengolahan nikel, 2 hari, #Saham Indonesia   |   Saham Starbucks Corp (NASDAQ: SBUX) merosot 2.16% dan ditutup di level $93.10 pada hari Kamis, menandai kerugian hari ketiga berturut-turut bagi perusahaan, 2 hari, #Saham AS   |   Warner Bros Discovery (NASDAQ:WBD) berencana untuk memperluas kapasitas produksi di studio Leavesden di dekat London hingga lebih dari 50%, dengan menambahkan 10 panggung suara baru ke lokasi syuting "Barbie" dan "House of the Dragon.", 2 hari, #Saham AS
Selengkapnya

OPEC Berulah, EUR/USD Makin Gerah

Penulis

Banyak faktor yang melatarbelakangi kejatuhan kurs Euro pekan ini, termasuk diantaranya adalah keputusan OPEC untuk memangkas produksi minyak.

Advertisement

iklan

Advertisement

iklan

Seputarforex - Euro sempat menguat hingga mendekati ambang 1.0000 terhadap dolar AS pada hari Selasa. Namun, EUR/USD langsung amblas lagi keesokan harinya. Saat berita ditulis pada sesi Asia hari Jumat (7/Oktober), Euro terpantau melemah terhadap sebagian besar mata uang mayor. EUR/USD bahkan melanjutkan penurunan sampai kisaran 0.9785.

EURUSD DailyGrafik EUR/USD Daily via TradingView

Banyak faktor yang melatarbelakangi kejatuhan Single Currency pekan ini, termasuk diantaranya adalah keputusan OPEC untuk memangkas produksi minyak. Keputusan OPEC tersebut memperburuk prospek euro yang hingga kini masih terus bergumul dengan isu krisis energi.

Kartel negara-negara produsen minyak OPEC beserta sejumlah sekutunya -termasuk Rusia- pekan ini menyepakati pemangkasan produksi sampai dua juta barel per hari. Keputusan tersebut mengundang kecaman dari berbagai pihak yang menganggapnya sebagai aksi "pro-Rusia", tetapi OPEC Plus tetap memberlakukannya dalam upaya menanggulangi penurunan harga minyak.

Harga minyak mentah Brent dan WTI masing-masing sukses melonjak sekitar 10 persen menyusul pengumuman OPEC tersebut. Harga komoditas energi lain ikut terkatrol, termasuk harga gas borongan di berbagai wilayah. Padahal, kenaikan acuan harga gas Eropa dapat semakin menyengsarakan negara-negara importir neto seperti Inggris dan Zona Euro.

Kenaikan harga komoditas energi membebani prospek Euro dari beberapa aspek. Pertama, harga energi yang mahal mengakibatkan kenaikan inflasi berkelanjutan. Kedua, harga energi yang mahal juga menggerogoti saldo neraca pembayaran Zona Euro. Baik inflasi yang tinggi maupun defisit neraca sama-sama berdampak negatif terhadap nilai tukar.

Euro selama bertahun-tahun telah menikmati dukungan fundamental dari surplus neraca, berkat nilai ekspor yang lebih tinggi daripada impor. Namun, situasi berubah sejak mencuatnya krisis energi dan perang Rusia-Ukraina tahun ini.

Thu Lan Nguyen, analis komoditas dan forex di Commerzbank, mengatakan, "Kenaikan harga energi merupakan beban bagi euro, terutama dibandingkan dengan dolar AS, karena Zona Euro ketergantungan pada impor produk energi seperti minyak atau gas, dan karenanya (Zona Euro) makin miskin akibat harga yang lebih mahal, sedangkan Amerika Serikat saat ini merupakan produsen dan eksportir energi top dan dapat menikmati pendapatan lebih tinggi."

Nguyen menilai dampak kenaikan harga energi terhadap euro untuk sementara ini terbatas. Akan tetapi, ia mengingatkan adanya "risiko yang cukup besar" bagi nilai tukar euro jika tren bullish terus berlanjut di pasar energi.

Pelaku pasar forex saat ini lebih menyoroti isu moneter, khususnya tentang apakah bank-bank sentral utama akan memperlambat laju kenaikan suku bunga di tengah bertambahnya tanda-tanda resesi global. Dalam konteks ini, banyak pihak lebih mencermati rilis data ekonomi dan pengumuman bank sentral daripada perkembangan di pasar komoditas dalam jangka pendek. Diantaranya, rilis data Nonfarm Payroll AS nanti malam serta data inflasi AS minggu depan yang dapat memengaruhi persepsi pasar atas arah kebijakan Federal Reserve.

Download Seputarforex App

298349
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.