EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,317.32/oz   |   Silver 27.31/oz   |   Wall Street 38,460.92   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,148.33   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 1 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 1 jam lalu, #Saham AS

Optimisme Pertemuan AS-China Dukung AUD, Dolar Melemah

Penulis

Dolar Australia menguat hingga menyentuh level tertinggi 3 minggu, seiring dengan menggeliatnya Risk Appetite di kalangan investor.

Munculnya optimisme investor terhadap pertemuan AS-China yang tengah membahas sengketa perdagangan, membuat Dolar AS melemah terhadap aset berisiko tinggi seperti mata uang komoditas. Pair AUD/USD pun melanjutkan reli penguatan dan kini berada pada level 0.7160.

Tidak hanya terhadap Dolar AS, reli Dolar Australia juga terlihat versus major currencies lain seperti yang terlihat pada pair AUD/JPY dan CHF/AUD. Saat berita ini ditulis, AUD/JPY berada di kisaran 77.92, terus menguat dalam kurun waktu empat hari terakhir.

Optimisme Pertemuan AS-China Sokong

 

AS-China Berupaya Capai Kesepakatan

Dalam beberapa hari terakhir, AUD/USD bergerak bullish didukung oleh semakin meningkatnya minat risiko di kalangan investor. Kembalinya Risk Appetite ini dipicu oleh optimisme pejabat pemerintah AS mengenai prospek kesepakatan perdagangan dengan China, dalam pertemuan yang kedua negara yang saat ini tengah digelar di Beijing.

Konflik perdagangan antara AS dan China yang telah berlangsung sejak tahun lalu membawa dampak buruk bagi kedua negara. Perlambatan ekonomi China begitu terasa semenjak perang dagang berkobar, sementara gejolak pasar ekuitas akibat konflik ini telah memperkeruh outlook ekonomi Negeri Paman Sam tersebut.

Kondisi yang sama-sama tidak menguntungkan kedua belah pihak itulah yang mendasari AS dan China untuk berupaya keras mencapai kesepakatan. Keduanya bahkan rela memperpanjang waktu perundingan hingga memasuki hari ketiga pada Rabu 9 Januari ini.

“Perlambatan besar dalam pertumbuhan ekonomi China dan pasar ekuitas AS yang bergejolak, memicu outlook suram perekonomian global pada 2019, karena konflik kedua negara tersebut juga berdampak terhadap negara lain di kawasan Asia dan Eropa. Hal ini membuka prospek bagi kedua negara untuk berupaya mencapai kesepakatan," kata Jason Wong, ahli strategi pasar senior di BNZ Wellington.

 

Hidupkan Kembali Optimisme Pasar

Prospek positif pembicaraan AS-China sukses menghidupkan kembali optimisme pelaku pasar. Hal tersebut tampak dari berlanjutnya reli pasar saham Asia di pagi ini, mengangkat harga komoditas minyak mentah AS yang untuk pertama kalinya di tahun 2019 menembus level $50 per barrel.

“Pasar menjadi terlalu pesimis sejak beberapa bulan terakhir terhadap outlook perekonomian global, tetapi tampaknya pesimisme semacam ini akan terus memudar apabila AS dan China benar benar mencapai kesepakatan dan mengakhiri perang dagang," kata Masafumi Yamamoto, kepala strategi mata uang di Mizuho Securities.

286931
Penulis

Pandawa punya minat besar terhadap dunia kepenulisan dan sejak tahun 2010 aktif mengikuti perkembangan ekonomi dunia. Penulis juga seorang Trader Forex yang berpengalaman lebih dari 5 tahun dan hingga kini terus belajar untuk menjadi lebih baik.