Seputarforex.com - Pertumbuhan Gross Domestic Products (GDP) AS dalam basis tahunan tumbuh 3.2 persen di kuartal pertama tahun ini. Angka tersebut lebih tinggi daripada GDP sebelumnya di level di level 2.2 persen, dan ekspektasi pasar yang tidak memperkirakan adanya perubahan dalam GDP kali ini.
Kendati demikian, kenaikan tersebut hanya disebabkan oleh surplus inventori, ekspor netto, dan belanja pemerintah saja. Padahal, ketiga faktor tersebut terbilang temporer dan kemungkinan besar akan terkoreksi pada kuartal berikutnya. Di sisi lain, belanja konsumen yang merupakan komponen utama GDP, justru menurun cukup drastis.
Inflasi PCE kuartalan yang merupakan salah satu referensi inflasi, juga gagal memenuhi ekspektasi pasar. Data itu melambat dari laju 1.8 persen menjadi 1.3 persen (Quarter-over-Quarter) selama kuartal I/2019, dan lebih rendah dari forecast 1.6 persen. Lesunya belanja konsumen serta lambannya indikator inflasi inilah yang menyebabkan Dolar AS melemah pasca rilis data GDP.
Sentimen Konsumen UoM Naik
Selain GDP, ada pula laporan mengenai sentimen konsumen AS yang berdampak medium dan dirilis oleh University of Michigan. Untuk bulan April 2019, sentimen konsumen direvisi naik menjadi 97.2, lebih tinggi daripada data Preliminary di 96.9. Namun demikian, angka tersebut masih lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai level 98.4.
Dolar AS Gagal Pertahankan Level Tinggi Kemarin
Kedua indikator ekonomi tersebut, terutama GDP yang berdampak tinggi pada Dolar AS, gagal mempertahankan ekstensi bullish Dolar AS yang terbentuk Kamis kemarin. Indeks Dolar AS (DXY) justru merosot 0.13 persen ke level rendah 97.98. Saat berita ini ditulis, Indeks Dolar tertekan di level 97.94 dalam time frame 1 jam.
Selain karena faktor temporer GDP, informasi tambahan terbaru dari Bloomberg menyebutkan bahawa jebloknya yield US Treasury gara-gara isu pemotongan suku bunga The Fed, turut menjadi beban bagi kenaikan Dolar AS malam ini.
"Orang-orang terpengaruh 'daya gravitasi' atas rendahnya inflasi, dengan perasaan bahwa kita tak akan bisa mencapai (target) inflasi bahkan dengan pertumbuhan yang kuat," kata Peter Tchir, analis Academy Securities kepada Bloomberg.
"Headline angka pertumbuhan juga sedikit mengecoh mengingat komponen yang memengaruhinya, seperti kenaikan inventory dan perdagangan, yang diperkirakan hanya akan menjadi faktor sementara saja."