EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.540   |   GBP/USD 1.245   |   AUD/USD 0.642   |   Gold 2,391.77/oz   |   Silver 28.68/oz   |   Wall Street 37,841.35   |   Nasdaq 15,601.50   |   IDX 7,087.32   |   Bitcoin 63,843.57   |   Ethereum 3,059.28   |   Litecoin 80.91   |   XAU/USD bullish efek masih berlanjutnya tensi konflik Israel-Iran, 20 jam lalu, #Emas Fundamental   |   Pasar bergerak dalam mode risk-off di tengah berita utama mengenai serangan Israel ke Iran, 20 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Poundsterling menemukan area support, meskipun sentimen risk-off membuat bias penurunan tetap terjaga, 21 jam lalu, #Forex Fundamental   |   GBP/JPY bertahan di bawah level 192.00 setelah data penjualan ritel Inggris, 21 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) mencatat jumlah pengunjung saat libur lebaran 2024 ini mencapai 432,700 orang, 1 hari, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.2% menjadi 5,039, sementara Nasdaq 100 turun 0.4% menjadi 17,484 pada pukul 20:09 ET (00:09 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 37,950, 1 hari, #Saham AS   |   Netflix turun hampir 5% dalam perdagangan aftermarket setelah prospek pendapatannya pada kuartal kedua meleset dari estimasi, 1 hari, #Saham AS   |   Apple menghapus WhatsApp dan Threads milik Meta Platforms (NASDAQ:META) dari App Store di Cina pada hari Jumat setelah diperintahkan oleh pemerintah Cina, 1 hari, #Saham AS

Perekonomian Cina Terancam: Apa Artinya Bagi Major Currency?

Penulis

Isu yang sedang santer saat ini di pasar adalah seputar melemahnya data-data ekonomi Cina. Banyak analis telah memperkirakan bahwa perekonomian Cina mencapai titik jenuh, akan mengalami kemunduran yang berdampak cukup besar di tahun 2014 serta berpotensi mengalami krisis finansial. Bahkan George Soros menyebut bahwa ketidakpastian terbesar yang dihadapi dunia saat ini adalah Cina, karena model pertumbuhan yang telah menggenjot pamor-nya selama ini, kini telah kehabisan energi.

Isu yang sedang santer saat ini di pasar adalah seputar melemahnya data-data ekonomi Cina. Banyak analis telah memperkirakan bahwa perekonomian Cina mencapai titik jenuh, dan karena satu atau lain hal, akan mengalami kemunduran yang berdampak cukup besar di tahun 2014 serta berpotensi mengalami krisis finansial. Bahkan George Soros menyebut bahwa ketidakpastian terbesar yang dihadapi dunia saat ini adalah Cina, karena model pertumbuhan yang menggenjot pamor-nya selama ini, kini telah kehabisan energi.

ekonomi cinaAncaman Kredit Macet
Bloomberg kemarin (15/1) memberitakan bahwa minimal tujuh provinsi di China memasang target pertumbuhan yang lebih rendah tahun ini dibanding 2013. Ini memperkuat indikasi bahwa ekspansi ekonomi Cina akan melambat, seiring upaya pemerintah Cina untuk mereformasi ekonomi dalam negerinya. Presiden Cina Xi Jinping dikabarkan mendorong fokus kearah perlindungan lingkungan dan pengendalian hutang daripada pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

Pertumbuhan ekonomi Cina yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di Dunia, memang telah lama dituduh hanya memperhatikan kuantitas, bukan kualitas. Beberapa masalah yang telah naik ke permukaan antara lain adalah menumpuknya jumlah utang pemerintah daerah, kian parahnya kerusakan lingkungan, dan buruknya kesejahteraan karyawan. Akumulasi permasalahan-permasalahan ini mengakibatkan pelambatan pertumbuhan dan ancaman krisis finansial seperti yang terjadi di Indonesia pada 1997/1998.

IMF (15/1) mengestimasikan bahwa hutang fiskal Cina akibat pinjaman pemerintah daerah meningkat ke 45% dari total GDP Cina pada 2012 yang sebesar 51,9 triliun Yuan. Angka tersebut belum memperhitungkan hutang BUMN, sektor finansial, dan kewajiban-kewajiban pemerintah lainnya. Inilah latar belakang kekhawatiran akan terjadinya gagal bayar massal yang bisa melumpuhkan sistem finansial China.

People's Bank Of China
Pemerintah Cina pun menggalakkan sederet peraturan baru untuk memperketat pemberian kredit. Mereka telah memperkuat regulasi kredit berisiko, mengetatkan panduan pemberian kredit dari bank, juga memberlakukan suku bunga lebih tinggi bagi aset keuangan berbasis utang seperti obligasi. Tetapi, semua itu belum memecahkan masalah hutang yang telanjur menumpuk. Hobi pemerintah daerah dan swasta Cina membiayai pertumbuhan dengan utang, kini berbalik menjadi ancaman atas pertumbuhan ekonominya sendiri. Sebagai upaya penghabisan, pemerintah Cina pun akhirnya mengizinkan 'rollover'. Masalahnya, rollover itu ibarat 'gali lubang, tutup lubang'. Jadi, ini pun bukan solusi dari ancaman kredit macet.

Ekspor Sentimen Negatif
Renminbi merupakan salah satu dari sedikit mata uang Dunia yang nilai tukarnya ditentukan oleh Bank Sentralnya sendiri, bukan oleh pasar. Sehingga, rilis data ekonomi Cina sering diabaikan oleh para trader. Tetapi realitanya, Cina merupakan salah satu raksasa ekonomi yang karena sedemikian kuatnya, maka memiliki kemampuan untuk mengekspor sentimen negatif ke partner-partner dagangnya. Mari ambil contoh Australia. Rilis data-data Cina secara faktual berdampak cukup kuat terhadap AUD. Pasar boleh jadi mengabaikan laporan-laporan ekonomi minor (berdampak rendah dan menengah), tetapi jelas, bila Cina tersandung, Australia juga bisa ikut tersungkur, baik perekonomiannya maupun mata uangnya.

Negara lain yang akan terkena imbas adalah New Zealand. Alasannya, sama dengan Australia, Cina juga sasaran ekspor utama New Zealand. Beberapa komoditas dagang utama adalah daging, kayu, dan olahan susu. Perlu diperhatikan bahwa perekonomian New Zealand bertumpu pada ekspor produk agrikultur seperti ketiga komoditas tersebut. Krisis kredit di Cina, secara langsung akan memangkas ekspor New Zealand. NZD, dengan sendirinya akan terkena imbas yang cukup kencang. Namun untungnya bagi NZD, basis ekonomi New Zealand akhir-akhir ini dipandang lebih kokoh oleh pelaku pasar dibanding Australia.

kerjasama eu-china
Secara timbal balik, volume perdagangan Uni Eropa dan Cina juga sangat besar. Cina bahkan sempat membantu mengatasi krisis utang dengan membeli bermilyar Euro obligasi Eurozone yang saat itu tak ada harganya. Jika krisis sungguh terjadi di Cina, maka akibatnya jelas akan menghambat pemulihan ekonomi di wilayah tersebut, serta meningkatkan risiko trading Euro.

Negara lain yang banyak mengekspor barang ke Cina adalah Jepang. Beberapa tahun yang lalu, Jepang pernah menjadi pengekspor utama ke Cina. Akan tetapi, tensi yang tinggi selama setahun terakhir antar kedua negara, ditambah menurunnya konsumsi masyarakat Cina, telah menekan drastis besaran ekspor Jepang ke Cina. Untungnya, dalam periode yang sama, Jepang telah menggeser target pasarnya dari Cina ke Asia Tenggara. Apabila situasi finansial Cina memburuk, Jepang kemungkinan akan mampu bertahan. Ini bisa jadi kelegaan tersendiri bagi trader JPY, mengingat tanpa adanya kejadian luar biasa pun, Yen sudah cukup terdepresiasi.

Bagi Amerika Serikat, Cina merupakan pemegang obligasi terbesar. Per Januari 2013, Cina memegang 11% dari total hutang pemerintah AS. Dengan kata lain, ada kekhawatiran bahwa jika Cina daratan berupaya melikuidasi aset, termasuk obligasi AS, maka nilai obligasi tersebut akan turun. Sedangkan dampaknya bagi USD, menurut kami, akan tergantung pada mata uang pasangan yang diperdagangkan. AUD/USD jelas akan turun, begitu pula NZD/USD. Namun secara keseluruhan, USD akan mendapatkan sentimen positif.

Mata uang yang paling tidak terpengaruh, kemungkinan adalah GBP. Sejauh ini, belum ada indikasi pengaruh perekonomian Cina terhadap perekonomian Inggris. Sebabnya, Inggris lebih berkiblat ke Asia Barat daripada Asia Timur dalam orientasi perdagangan dan investasi.

Demikian editorial kami kali ini. Setujukah Anda bahwa perekonomian Cina dalam bahaya? Sebagai trader, apakah Anda sepakat kalau dikatakan krisis di Cina, jika tidak teratasi oleh pemerintahnya, bisa mengguncang pasar forex?

153534

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.